Bisnis perikanan tuna sangatlah menggiurkan. Ikan tuna yang merupakan jenis ikan high migratory ini menjadi primadona hingga mancanegara. Permintaan tuna dunia yang tinggi (cenderung overcapacity) membuat industri tuna kian bergairah dari tahun ke tahun.
Produk tuna yang disukai oleh semua kalangan ini membuat harga jualnya makin melambung. Indonesia sebagai negara terbesar penghasil tuna terbesar memiliki potensi besar merajai pasar tuna internasional.
Indonesia sangat pantas diperhitungkan dalam bisnis tuna. Data resmi FAO melalui SOFIA pada tahun 2016 terdapat 7,7 juta metrik ton tuna dan spesies seperti tuna ditangkap di seluruh dunia.
Di tahun yang sama Indonesia berhasil memasok lebih dari 16% total produksi dunia dengan rata-rata produksi tuna,cakalang dan tongkol Indonesia mencapai lebih dari 1,2 juta ton/tahun. Sedangkan volume ekspor tuna Indonesia mencapai 198.131 ton dengan nilai 569,99 juta USD pada tahun 2017.
Jenis ikan tuna beragam, yaitu tuna mata besar (bigeye tuna), madidihang (yellowfin tuna), albakora (albacore), cakalang (skipjack tuna) dan tuna sirip biru selatan (southern bluefin tuna). Dengan harga yang terjangkau, ikan tuna memiliki kandungan nutrisi tinggi untuk mengatasi permasalahan gizi buruk yang masih banyak terjadi di Indonesia.
Selain protein yang tinggi, tuna juga mengandung vitamin A, D, B6, B12 dan kaya akan mineral. Ikan tuna juga kaya akan omega 3 lebih tinggi daripada daging ayam dan sapi yang bermanfaat menjaga kolesterol dan jantung.
Nilai ekonomi dari perdagangan produk perikanan tuna Indonesia sangat besar dan menjadi peluang yang dapat terus dimanfaatkan. Namun tetap harus mengedepankan aspek keberlanjutan agar perikanan tuna terus menerus lestari.
Tingginya permintaan pasar global menjadi fokus Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk melakukan pengelolaan tuna dari hulu ke hilir dan menjaga habitat tuna.
Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dan konsistensi untuk mendukung konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan tuna melalui pengembangan manajemen perikanan tuna nasional. Rencana ini telah diluncurkan selama Konferensi Bali Tuna 1 dan selanjutnya ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 107 tahun 2015.
Rencana pengelolaan tuna nasional ini telah ditetapkan untuk menerapkan aturan dan standar yang diadopsi oleh Organisasi Manajemen Perikanan Daerah (RFMOs), dimana Indonesia sekarang berpartisipasi dalam The Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), The Western and Central Pacific Fisheries Commission (WCPFC), The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) dan Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC).
Rencana pengelolaan tuna nasional ini bertujuan untuk mewujudkan pengelolaan perikanan tuna yang lestari untuk kesejahteraan masyarakat perikanan.
Selain itu juga mendukung terwujudnya kedaulatan pangan nasional, pasokan protein ikan secara berkelanjutan dan peningkatan pendapatan nelayan serta penyediaan kesempatan kerja di atas kapal perikanan dan unit pengolahan ikan termasuk industri pendukung lainnya yang merupakan cita-cita nasional pemerintah Indonesia sebagai poros maritim dunia dan laut sebagai masa depan bangsa.
Sementara, hasil dari Konferensi Bali Tuna (Bali Tuna Conference) 2 yaitu pemerintah Indonesia telah mengidentifikasi prioritas pengelolaan perikanan tuna yang berfokus pada data produksi tuna.
Selain itu juga meningkatkan sistem registrasi kapal tuna khususnya untuk perairan kepulauan, pengembangan dan implementasi sistem pemantauan elektronik dan sistem pelaporan untuk mengatasi masalah ketertelusuran tuna dan pengembangan peraturan terkait manajemen tuna.
Pemerintah telah dan terus berupaya untuk bersinergi dengan industri perikanan dalam menjaga habitat tuna. Kebijakan dan program strategis telah diluncurkan KKP untuk mencapai pengelolaan perikanan tuna yang berkelanjutan yang akan memberi manfaat dan meningkatkan perekonomian komunitas perikanan tuna.
Pemerintah terus mendorong para pengusaha agar penangkapan tuna harus memperhatikan sustainability untuk keberlanjutan sumberdaya tuna, traceability untuk mencegah IUU fishing, dan accountability dimana pemanfaatan tuna harus sesuai dengan prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab. Dengan memperhatikan hal tersebut, dunia dapat melihat komitmen Indonesia dalam menjaga habitat tuna. (sak)