Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru saja meluncurkan Buku Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027. Buku ini dapat menjadi acuan bagi pengambilan kebijakan, baik Pemerintah Pusat, Daerah, masyarakat juga badan usaha.
Dalam penyusunanya, Kementerian ESDM membagi neraca gas bumi Indonesia menjadi enam region dengan tiga skenario.
Buku neraca gas ini disusun dengan perhitungan yang cermat dan data yang akurat dengan memperhitungkan supply dan demand serta dinamika yang menyertainya.
“Alhamdulillah kami dari Kementerian ESDM telah meluncurkan Buku Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027,” ujar Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar usai peluncuran, Senin (1/10).
“Tujuan dari peluncuran buku ini adalah memberitahukan informasi yang seakurat mungkin kepada dunia usaha, kepada investor dan pihak-pihak yang ingin mengetahui bagaimana posisi neraca gas kita di Indonesia.”
Pemerintah melalui Kementerian ESDM berkomitmen meningkatkan pemanfaatan sumber energi domestik diantaranya gas bumi yang memiliki cadangan terbukti sekitar 100 Triliun Standar Cubic Feet (TCF) sebagai energi bersih dan ramah lingkungan.
Hal tersebut sejalan dengan Nawacita Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla tahun 2014-2019 yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik yang juga dituangkan dalam beberapa paket kebijakan ekonomi.
Pada tahun 2017, pemanfaatan gas bumi untuk domestik sudah sebesar 59% atau lebih besar dari ekspor yang sebesar 41%.
Pemanfaatan gas bumi domestik tersebut meliputi sektor industri sebesar 23,18%, sektor kelistrikan sebesar 14,09%, sektor Pupuk sebesar 10,64%, Lifting Migas sebesar 2,73%, LNG Domestik sebesar 5,64%, LPG Domestik sebesar 2,17% dan 0,15% untuk Program Pemerintah berupa Jargas Rumah Tangga dan SPBG. Sedangkan ekspor gas pipa sebesar 12,04% dan LNG Ekspor 29,37%.
Neraca Gas yang disusun termasuk di dalamnya demandnya seperti apa, suplainya dari mana, kemudian tahun kapan akan kekurangan gas atau tahun kapan akan kelebihan gas.
“Dari data yang ada kita bagi menjadi enam region masing-masing region ada karakteristiknya tergantung dari pembangunan infrastrukturnya,” lanjut Arcandra.
Pembagian enam region tersebut yakni, Region I, Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, Region II Sumatera Bagian Selatan, Tengah dan Kepulauan Riau. Selanjutnya, Region III, Jawa Tengah, Region IV, Jawa Timur, Region V, Wilayah Kalimantan Timur dan Region enam dengan komitmen Export yakni Wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua.
“Enam region tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing terkait supply, dan ketersediaan infrastrukturnya serta mengikuti kebutuhan baik itu dari industri dalam negeri maupun dari PLN yang merupakan offtaker terbesar untuk gas di Indonesia,” jelas Arcandra.
Perubahan signifikan NGI Tahun 2018-2027 dengan NGI sebelumnya, yaitu pada metodologi proyeksi kebutuhan gas.
Pada NGI sebelumnya, metodologi proyeksi kebutuhan gas digabung antara kebutuhan gas yang sudah kontrak dengan kebutuhan gas yang masih potensial.
Sedangkan pada NGI Tahun 2018-2027, proyeksi kebutuhan gas dibagi menjadi 3 skenario utama. Untuk pembagian tiga skenario yang digunakan sebagai perhitungan, dapat dijelaskan secara umum adalah sebagai berikut :
Skenario I
Neraca Gas Nasional diproyeksikan mengalami surplus gas pada tahun 2018-2027.
Hal tersebut dikarenakan perhitungan proyeksi kebutuhan gas mengacu pada realisasi pemanfaatan gas bumi serta tidak diperpanjangnya kontrak-kontrak ekspor gas pipa/LNG untuk jangka panjang.
Skenario II
Neraca Gas Nasional diproyeksikan tetap surplus pada tahun 2018-2024. Sedangkan pada tahun 2025-2027 terdapat potensi dimana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan.
Namun hal tersebut belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti blok Masela dan blok East Natuna.
Proyeksi kebutuhan gas pada skenario II, menggunakan asumsi: Pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100%, Pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027.
Asumsi pertumbuhan gas bumi sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yaitu 5,5% untuk sektor Industri Retail, Pelaksanaan Refinery Development Master Plan (RDMP) sesuai jadwal, pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal.
Skenario III
Neraca Gas Nasional diproyeksikan surplus gas dari tahun 2019-2024. Sedangkan tahun 2018 tetap mencukupi sesuai realisasi dan rencana tahun berjalan.
Sementara pada tahun 2025-2027, sebagaimana skenario II bahwa terdapat potensi dimana kebutuhan gas lebih besar daripada pasokan, namun hal tersebut belum mempertimbangkan adanya potensi pasokan gas dari penemuan cadangan baru dan kontrak gas di masa mendatang seperti blok Masela dan blok East Natuna.
Proyeksi kebutuhan gas pada skenario III menggunakan asumsi: Pemanfaatan gas dari kontrak eksisting terealisasi 100%, Pemanfaatan gas untuk sektor kelistrikan sesuai dengan RUPTL 2018-2027, Sektor industri Retail memanfaatkan gas pada maksimum kapasitas pabrik serta penambahan demand dari pertumbuhan ekonomi dengan asumsi 5,5%, Pelaksanaan RDMP sesuai jadwal, pelaksanaan pembangunan pabrik-pabrik baru petrokimia dan pupuk sesuai jadwal.
NGI merupakan gambaran pasokan dan kebutuhan gas bumi nasional jangka panjang yang mencakup berbagai skenario proyeksi yang mungkin akan terjadi di masa mendatang. Dengan demikian, sektor lain seperti industri, ketenagalistrikan dan kegiatan ekonomi lainnya mendapatkan gambaran pengembangan lebih jelas.
Dengan diluncurkannya buku ini, diharapkan dapat menjadi acuan bagi investor dan calon investor, Badan Usaha Kementerian/Lembaga serta Akademisi yang bertujuan mendukung dan menciptakan tata kelola gas bumi Indonesia yang kokoh. (sak)