Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag), Nur Syam menyebut ada tiga langkah yang harus dilakukan untuk menanggulangi radikalisme yang saat ini kembali terjadi di beberapa daerah di Indonesia.
Pertama, memetakan tantangan bangsa dan negara. Tantangan tersebut antara lain meliputi potensi gerakan radikal dan tantangan politik. Menurutnya, peristiwa pembakaran kantor kepolisian di Dharmasraya dan penyanderaan 1.500 orang di Papua merupakan gerakan radikal yang dipicu keinginan untuk merusak sendi-sendi kehidupan bangsa.
“Radikalisme dan ekstrimisme, saya kira masih potensial untuk memberikan kejutan pada bangsa Indonesia tentang keinginan mereka untuk mencederai kesepakatan berbangsa yang tertuang dalam empat pilar kebangsaan, yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebhinekaan,” tutur mantan Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya ini melalui rilis Kemenag, Rabu (15/11).
Tantangan politik, sambung Nur Syam, juga akan meningkat di tahun politik yang sebentar lagi datang. Lazim jelang pilihan umum intensitas politik meninggi. Berita hoax juga akan semakin menguat. “Di era cyber war ini, maka tantangan terbesar kita ialah bagaimana menghadapi media sosial yang terkadang tidak ramah terhadap kita,” jelasnya.
Langkah kedua, yang penting dalam menanggulangi radikalisme adalah meletakkan fondasi kebangsaan dan kenegaraan terhadap generasi muda. Mereka adalah penyambung estafeta kepemimpinan bangsa. Penguatan pendidikan karakter untuk membangun kesadaran berbangsa dan bernegara dinilai sangat penting.
“Kita-kita yang sudah senior ini ingin tersenyum di alam lain, melihat keberhasilan masyarakat Indonesia yang dibawakan oleh generasi yang sekarang sedang belajar ini. Sukses pendidikan adalah sukses Indonesia di masa depan,” ucapnya.
Sedangkan langkah ketiga adalah membangun kerukunan umat beragama. Ia menilai, saat ini kesetaraan dan toleransi di Indonesia sudah bagus. Namun, jalinan kerjasama antar sesama masih rendah. “Sudah seharusnya kemenag memiliki program untuk memperkuat kerja sama antar pemeluk agama,” lanjutnya.
Pihaknya sudah memiliki program-program unggulan dalam membangun kerukunan. Program itu antara lain dialog antar dan intern umat beragama, perkemahan pemuda lintas agama, dan living together secara bergiliran dari penganut agama yang satu dengan lainnya.
“Saya kira upaya meredam gerakan radikalisme tidak cukup hanya dengan hard power sebagaimana yang dilakukan Densus 88, akan tetapi juga bisa melalui soft power yang dilakukan oleh semua kalangan masyarakat kita. Kita harus bekerja bersama untuk yang satu ini,” tandasnya. (sak)