Alumnus Universitas Airlangga (UNAIR), Lalu Ary Kurniawan Hardi baru saja dinobatkan sebagai wisudawan terbaik di Nicolaus Copenicus University, Polandia. Ary, sapaan akrabnya, berhasil lulus dengan raihan IPK sempurna yaitu 5.00. Sebelumnya pada tahun 2021, Ary juga berhasil menyabet gelar wisudawan terbaik FISIP UNAIR dengan raihan IPK nyaris sempurna, 3.98.
“Alhamdulillah, aku sangat senang dan tidak pernah menyangka bisa meraih gelar wisudawan terbaik untuk kedua kalinya. Aku harap prestasi ini bukan ajang untuk aku bergengsi, tapi pengingat bahwa aku punya tanggung jawab moral untuk melakukan sesuatu yang berdampak dan bermanfaat bagi masyarakat,” ungkap Ary, Minggu (19/10).
Mahasiswa International Politics and Diplomacy itu bercerita bahwa selama proses pengerjaan tesis, ia sempat mengalami beberapa kendala. Mulanya, ia berencana untuk meneliti tentang sistem pertahanan di Indonesia terkait pengadaan alat-alat militer. Namun, setelah mempertimbangkan beberapa hal terutama ketersediaan data, ia memutuskan untuk beralih ke topik hukum internasional.
Ia mengaku, keputusan tersebut sangat menantang dirinya karena ia harus banyak belajar tentang hukum internasional. “Karena background aku dari Ilmu Politik, jadi aku harus berusaha keras untuk membiasakan diri dengan terminologi hukum-hukum internasional. Aku harus banyak meluangkan waktu untuk membaca buku-buku hukum internasional yang notabene penuh dengan istilah-istilah dari bahasa Yunani,” ujarnya.
Namun berkat disiplin dan kerja kerasnya, Ary berhasil merampungkan tesisnya dengan perolehan IPK sempurna. Awalnya, ia sempat tidak percaya diri karena ia mendapat penguji yang berprofesi sebagai pengacara internasional. Selain itu, penelitian yang ia angkat juga penelitian multidisiplin yang menggabungkan ilmu politik dengan hukum internasional.
“Ini hal yang baru buat aku. Aku harus membaca jenis-jenis insurgency dan berbagai perspektif hukum dari berbagai macam negara. Belum lagi, di semester akhir aku juga ikut banyak kegiatan mulai dari konferensi, summer camp, dan penelitian. Jadi, sungguh menantang dan berat,” tutur lelaki asal Mataram itu.
Kemudian, Ary menyampaikan bahwa prestasi yang ia raih tidak terlepas dari pengaruh kultur belajar di UNAIR. Ia mengaku, kultur belajar di UNAIR sangat membantu prosesnya selama menempuh studi magister. Ia menerapkan kultur berani berpendapat, berpikir kritis, dan skeptis terhadap permasalahan yang ia peroleh selama berkuliah di UNAIR.
“Di UNAIR, aku dididik untuk jadi kritis dan aku berusaha untuk menerapkan itu di Polandia. Jika ada kelas, aku sering bertanya kepada dosen. Jadi, dosen juga senang,” kata Ary.
Selain itu, Ary juga mengatakan bahwa kultur belajar di Polandia cenderung cukup statis. Hal itu membuat mahasiswa di sana tidak terlalu berusaha untuk berani berbicara dan berkreasi. Sebagai contoh, ketika dosen memberikan tugas esai, mereka cenderung terpaku terhadap pola yang dosen berikan. Berbeda dengan mahasiswa Indonesia, mereka akan berusaha untuk berkreasi dan tidak terlalu terpaku pada aturan tugas.
“Jadi, dosen-dosen di sini juga sangat suka baca tulisan mahasiswa Indonesia. Itulah kultur belajar yang aku dapatkan selama S1 dan aku terapkan di sini,” terangnya.
Lebih lanjut, Ary menyampaikan bahwa selama menempuh studi magister, ia masih berhubungan baik dengan pihak UNAIR. Ia pernah terlibat dalam publikasi buku di mana ia menjadi salah satu penulisnya. Selain itu, ia juga mendapat kepercayaan untuk manjadi fasilitator pengabdian masyarakat dan penelitian Center for Security and Welfare Studies (CSWS) FISIP UNAIR di Lombok pada bulan Desember mendatang.
“Recently, aku juga ditawari untuk jadi dosen UNAIR. Rencananya, minggu depan aku mau ke Surabaya untuk menjalankan tes. Semoga hasilnya positif dan aku bisa segera menjadi bagian dari UNAIR. Jadi, mohon doanya,” ujar Ary.
Pada akhir, Ary berpesan kepada mahasiswa untuk selalu melakukan semua hal dengan 100 persen. Menurutnya, banyak orang yang mengetahui tujuan mereka, tetapi putus asa terlebih dulu karena mereka tahu ketika sudah berada di puncak akan ada banyak tantangan.
“Jangan tertipu dengan ilusi awal yang ada di pikiranmu. Just give 100 percent. Jangan lupa untuk selalu berprasangka baik pada Tuhan,” tukasnya. (ita)