Gubernur Jatim menargetkan seluruh aset milik Pemprov Jatim akan bisa tersertifikasi dalam kurun waktu tiga tahun. Pihaknya, terus melakukan penyisiran terkait aset milik Pemprov Jatim.
Hal itu disampaikan Gubernur Jatim melalui zoom meeting bersama OPD saat Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Wilayah Provinsi Jawa Timur bersama KPK RI di Ruang Graha Wicaksana Praja, Lt. 8 Kantor Gubernur Jatim, pekan lalu.
“Bersama dengan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Prov. Jatim, kami menyisir semua lini seluruh aset milik pemerintah, termasuk didalamnya kurun waktu penyelesaian sertifikasi,” ujar Khofifah Indar Parawansa.
Dirinya menjelaskan, koordinasi secara masif terus dilakukan jajarannya, utamanya terhadap aset yang selama ini masih belum diserahkan kepada daerah.
Saat ini, juga sudah teridentifikasi secara detail beberapa aset milik Pemprov Jatim dalam penguasaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), anak perusahaan BUMD, dan pihak ketiga. Identifikasi juga sudah terkategorikan mulai hijau, merah dan kuning. Sehingga bisa terdata secara utuh.
“Penyisiran dilakukan secara berlapis. Dengan melakukan penyisiran akan terdata, sehingga seluruh aset milik Pemprov Jatim dan BUMD serta anak perusahaan BUMD bisa lebih sistemik dan terkoneksi dengan baik. Dampaknya bisa meningkatkan konduktifitas akan keberadaan aset,” ungkap Gubernur perempuan pertama di Jatim itu.
Pada tahun ini, lanjutnya, Pemprov Jatim juga mendapatkan aset dari Kemenkes RI dan telah disertifikasi, yaitu RS. Dr. Soetomo dan RSJ Menur. Sedangkan satu aset lainnya yaitu Jemundo masih dalam proses finalisasi sertifikasi.
“Bupati dan walikota juga diajak berseiring untuk memastikan aset yang semestinya tersertifikasi dan kepemilikan lebih permanen. Karena apabila belum tersertifikasi, aset tersebut bisa beralih fungsi dan kepemilikan serta berkurang jumlahnya,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Koordinasi Supervisi III KPK RI, Brigjen Bahtiar Ujang Purnama memberikan komentar terkait aset milik daerah. Pemerintah daerah harus fokus terhadap kepemilikan aset. Jangan sampai ada kekeliruan.
Ia mencontohkan, di salah satu provinsi, ada kejadian dimana pemerintah daerah membeli aset milik sendiri dengan jumlah sangat besar yaitu Rp. 684 miliar.
Kemudian setelah dilakukan pencatatan, ternyata aset yang dibeli adalah milik pemerintah daerah itu sendiri dan sudah tercatat dalam database aset. b“Kasus tersebut saat ini dalam proses pidana korupsi,” ujarnya.
Hal tersebut, lanjutnya, bisa terjadi karena OPD yang membidangi dan mengurusi terkait aset tidak memiliki kepedulian akan inventaris aset daerah. Pemerintah daerah, juga harus mewaspadai aset yang belum tersertifikasi dan belum masuk dalam database aset. Kondisi seperti itu, bisa menyebabkan perubahan fungsi dan pemilik.
“Oleh sebab itu, saya berpesan jangan sampai hal tersebut terjadi di Pemprov Jatim. Jika hal semacam itu terjadi, maka OPD yang membidangi akan dilakukan pemeriksaan, yang berpotensi masuk pidana korupsi,” ungkapnya.
Brigjen Bahtiar Ujang Purnama menyebut, ada enam potensi jenis korupsi, baik di lingkungan kedinasan, pribadi dan keluarga.
Diantaranya merugikan keuangan negara, suap menyuap, penyuapan jabatan, pemerasan dengan kewenangan yang dimiliki, perbuatan curang dan konflik kepentingan dalam pengadaan gratifikasi. KPK sendiri saat ini lebih menegakkan upaya pencegahan terjadinya korupsi. “Penindakan adalah upaya terakhir apabila upaya pencegahan korupsi diabaikan,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Sekdaprov Jatim Heru Tjahjono menjelaskan, berdasarkan Laporan Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi Tahun 2020 di Provinsi Jawa Timur mencapai nilai 75,68 %.
Laporan tersebut telah diverifikasi oleh KPK pertanggal 13 Januari 2021. Nilai yang diperoleh tersebut, bagi Pemprov Jatim menjadi pemacu untuk terus ditingkatkan. Kami bekerja lebih sistemik dan terukur untuk mencapai kinerja agar lebih baik lagi. (ita)