Jujur, tulus, dan bermakna. Tiga kata itulah yang dapat menggambarkan 6.689 surat yang ditulis oleh guru dan murid se-Indonesia kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim. Melalui untaian kata, mereka mengisahkan berbagai cerita inspiratif dalam memaknai Ramadan di masa pandemi Covid-19.
Mengomentari begitu banyak surat yang ia terima sejak 11 Mei 2020 hingga 17 Mei 2020, Menteri Nadiem mengungkapkan, terdapat hikmah yang bisa diambil dari masa krisis Covid-19. Suatu bencana baik kesehatan, bencana ekonomi, bencana pendidikan, kata dia, selalu ada hikmahnya.
“Jangan sampai kita keluar dari krisis ini tanpa membawa bekal dan hikmah. Kesulitan adalah akar pembelajaran yang penting,” katanya dalam Acara Cerita Inspiratif Guru dan Murid bersama Mendikbud Nadiem Makarim yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube Kemendikbud beberapa waktu lalu.
Dari ribuan surat yang masuk ke Kemendikbud, diambil lima surat terpilih dan dibacakan langsung oleh Mendikbud. Dua surat ditulis oleh guru, tiga lagi berasal dari siswa. Adapun dua guru yang suratnya terpilih mengutarakan rasa senangnya karena tidak menyangka surat mereka akan dibacakan sekaligus dapat berbincang langsung dengan ‘Mas Menteri’.
“Saya senang karena bisa bicara langsung dengan Mas Menteri,” ujar Maria Yosephina Morukh, Guru SD Kristen Kaenbaun, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur.
Ia bercerita bahwa kondisi wilayah yang berada di pedalaman serta sarana pembelajaran yang minim membuatnya harus melakukan kunjungan ke rumah-rumah agar para siswa tetap mendapatkan pembelajaran.
“Jaringan internet dan siaran televisi di wilayah kami sulit dijangkau, orang tua siswa juga kebanyakan tidak memiliki HP Android sehingga saya rutin mengunjungi siswa secara bergiliran,” tutur Maria yang menggunakan motor untuk berkunjung ke rumah siswanya.
Setiap hari Maria mengunjungi lima rumah untuk memberi tugas kepada siswanya. Maria merasakan semangat yang besar dari siswanya dalam mengerjaka tugas yang ia berikan. “Sambil berkunjung saya ingatkan anak-anak untuk menjaga kebersihan cuci tangan dan memakai masker jika hendak keluar rumah,” Maria melanjutkan.
Oleh karena itu, Maria sangat berharap pemerintah dapat memberikan perhatian kepada sekolahnya agar kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan. Di masa sekarang ini, kata Maria, orangtua berupaya mendukung pembelajaran.
Namun karena keterbatasan ekonomi dan orang tua tidak punya HP Android sehingga susah dalam komunikasi. “Mohon perhatikan sekolah saya, fasilitasnya agar diperhatikan,” harap Maria.
Kondisi lebih beruntung dirasakan oleh guru lain yaitu Santi, seorang guru di SMP Islam Baitul Izzah Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Ia mengatakan, wilayah dan fasilitas pembelajaran lebih mudah diakses, tantangan justru datang dari budaya pembelajaran.
“Biasanya guru mengajar hanya berpedoman pada buku pegangan guru, namun sekarang kita ‘dipaksa’ belajar memanfaatkan teknologi untuk melakukan pembelajaran secara dalam jaringan (daring),” ungkap Santi.
Santi mengaku senang dengan kebijakan Merdeka Belajar Kemendikbud. Ia mendukung perubahan di dunia pendidikan dalam menciptakan metode pembelajaran yang menarik untuk memotivasi siswa belajar. “Kebetuan saya mengajar Bahasa Inggris. Dalam proses pembelajaran, saya gunakan google meskipun belajar tapi seperti tidak sedang belajar,” kata Santi penuh semangat.
Pembelajaran jarak jauh memberi kesempatan kepada kita semua memupuk empati, quality time bersama keluarga dan mengasah sisi humanisme.
Santi melihat bahwa orangtua menjadi paham bagaimana sulitnya mengajar anak-anak. Di sisi lain, orangtua dan anak bisa mendekatkan diri satu sama lain dengan banyaknya kegiatan yang dihabiskan bersama-sama di rumah.
“Selain itu ada rasa syukur dalam hati saya ketika mendengar anak-anak kangen berkumpul dengan teman-teman dan gurunya di sekolah. Artinya anak-anak memahami bahwa sebagai makhluk sosial, interaksi secara langsung adalah sebuah kebutuhan,” tutur Santi.
Kepada Mendikbud, Santi berpesan agar kualitas tenaga pendidik, pengembangan teknologi dan penguasaan bahasa asing terutama Bahasa Inggris terus ditingkatkan, karena menurutnya ketiga hal tersebut menjadi modal yang harus dimiliki siswa dalam menghadapi perkembangan zaman.
“Penguasaan Bahasa Inggris sejak dini diperlukan untuk dapat mengakses informasi, mencari ilmu di banyak website berbahasa Inggris. Dengan menguasainya (Bahasa Inggris) mereka tidak akan terdikriminasi karena masalah bahasa. Kita ingin membawa Indonesia ke era ekonomi digital tapi berbanding terbalik dengan kualitas guru-guru saat ini.
Padahal pemikiran kritis peserta didik harus diimbangi dengan kapabilitas guru-gurunya. Guru adalah penjual mimpi, kita didik siswa dengan kedisiplinan, tanggung jawab dan kerja keras untuk berhasil menggapai mimpi mereka,” pungkas Santi.
Kepada Santi dan Maria, Mendikbud menyampaikan rasa bangganya karena mereka adalah potret tenaga pendidik yang tetap bersemangat menjalankan roda pendidikan di tengah pandemi.
“Saya tidak harus melakukan satu asesmen untuk mengetahui (kinerja) Ibu Maria dan Bu santi. Dari jawabannya, dari visinya, passion-nya adalah guru penggerak. Andalah yang kita butuhkan bagi negara kita,” tutup Mendikbud.(ist)