Sup Pemersatu Khas Gorontalo
PERISTIWA SENI BUDAYA

Sup Pemersatu Khas Gorontalo

Binde biluhuta, diyaluo tou weo, binde biluhuta, bome to hulondalo (jagung yang dikuah, tidak ada di tempat lain, jagung yang dikuah, hanya ada di Gorontalo).

Kalimat tadi merupakan penggalan lirik lagu Binde Biluhuta yang dipopulerkan Eddy Silitonga pada era 1980-an. Penyanyi asal Pematang Siantar, Sumatra Utara, berciri khas suara tinggi melengking, terdengar begitu pas melantunkan lagu dengan panjang 32 birama pada tempo 4/4 ini.

Charles Edison Silitonga, begitu nama lengkapnya, seperti ingin mengajak para pendengarnya untuk sama-sama mencicipi kuliner bernama asli binte biluhuta.

Bahkan Eddy yang lahir pada 17 Januari 1949 sampai dua kali melantunkan kalimat timi idu bele dila tamotolawa yang artinya ‘tidak ada yang mau ketinggalan’. Ia seperti ingin menceritakan kepada kita bagaimana sensasi yang dirasakan saat makan kuliner asal Gorontalo tadi.

Entah karena sang pencipta lagu, Rusdin Palada memang penikmat nomor satu binte biluhuta atau karena kesegaran yang ditimbulkan dari makanan berbahan utama jagung ini, namun ada satu hal yang mau disampaikan Rusdin. Ia hanya ingin mengabarkan kepada siapa saja yang mendengar lagunya itu bahwa jangan pernah melewatkan kesempatan menjajal binte biluhuta.

Secara etimologi binte atau milu artinya ‘jagung’ dan biluhuta bermakna ‘disiram’. Sehingga binte biluhutadapat dimaknai sebagai ‘kuliner berbahan dasar jagung yang dimasak bercampur kuah’ atau bisa disebut juga sebagai sup jagung.

Kehadiran pipilan-pipilan jagung dalam semangkuk binte biluhuta bukan hanya menjadikan badan lebih sehat karena mengandung protein, serat, karbohidrat, mineral, vitamin B dan C, juga sebagai antioksidan.

Tak hanya itu, binte biluhuta seolah sebuah petunjuk kalau provinsi seluas 12.435 kilometer persegi itu adalah salah satu lumbung jagung nasional.

Kementerian Pertanian mencatat, dari 24,95 juta ton produksi jagung nasional pada 2020, Bumi Serambi Madinah sebutan dari Provinsi Gorontalo menyumbang hampir 1 juta ton yang dipanen dari lahan seluas 212 ribu hektare.

Menurut penuturan Mansoer Pateda, penulis buku Jejak Kuliner Indonesia yang terbit pada 2010, binte atau milu siram sudah ada sejak abad 15.

Saat itu beberapa kerajaan di Sulawesi kerap bertikai, seperti Kerajaan Gorontalo dengan Limboto dan untuk mendamaikannya dilakukan lewat diplomasi kuliner. Secara filosofi, pipilan jagung yang tercerai-berai dari bonggolnya akibat bertikai lalu dipersatukan dalam hidangan penuh kenikmatan.

Sejatinya, di dalam semangkuk binte biluhuta cukup berkelindan aneka rasa. Ada pedas, asam, dan manis. Semua bersumber dari pertempuran berbagai bumbu dalam proses pembuatan kuahnya.

Selain rempah seperti merica dan cabai untuk menciptakan rasa pedas, ada jeruk nipis agar hadir rasa asam. Lalu di mana rasa manis itu muncul? Ya tentu saja dari rasa jagung yang kita makan.

Oh iya, jangan salah, jenis jagung untuk binte biluhuta bukan seperti yang biasa kita lihat, berwarna kuning oranye. Jenis tanaman keluarga serealia yang umumnya dipakai untuk binte biluhuta namanya jagung pulut, varietas asli Gorontalo.

Tekstur pipilan putih serta rasanya gurih kenyal. Jagung sebaiknya sudah direbus dulu agar lebih empuk, sebelum dipertemukan di mangkuk dengan kuah siramnya.

Seperti juga sup, membuat kuah binte biluhuta tergolong mudah. Siapkan bumbu tambahan seperti bawang merah, bawang putih, garam, kelapa parut, daun kemangi, tomat potong, dan bawang goreng.

Tambahkan juga dengan ikan cakalang atau udang sebagai topping sekaligus penambah semangat makan. Mula-mula rebus air secukupnya dalam wadah hingga mendidih, kemudian masukkan irisan bawang merah, bawang putih, irisan cabai, dan garam.

Dilanjutkan memasukkan cakalang bersama udang disusul beberapa saat kemudian daun kemangi, tomat potong, perasan jeruk nipis, dan kelapa parut. Sensasi bau harum pun langsung menyergap. Jangan terlena, jika kuah sudah matang ayo segera matikan kompornya dan siap-siap ke langkah berikutnya.

Siapkan jagung rebus yang sudah dipipil di mangkuk untuk menyambut tamu agung, kuah biluhuta. Dalam kondisi hangat, segeralah siram mangkuk berisi para pipilan jagung bertikai dan tercerai berai untuk segera dipersatukan bersama siraman kuah. Jika sudah, kita masuk ke langkah terakhir, taburkan bawang goreng ke dalam lautan binte biluhuta siap santap.

Harumnya bau bawang goreng tentu saja menjadi semacam kode supaya kita tidak boleh berlama-lama membiarkan kuliner yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai warisan budaya tak benda nasional pada 2016 dengan nomor registrasi 201600426 itu.

Bersegeralah menggerakkan alat-alat makan kita agar bisa cepat menjajal kuliner sedap ini. Di Gorontalo, masakan enak ini sangat mudah ditemui dan semangkuknya dapat ditebus seharga paling mahal Rp7.000 per porsi. Jika mampir ke Bumi Serambi Madinah, jangan lupa ya cicipi sup pemersatu idola warga Gorontalo. (indonesia.go.id)