Dalam Kabinet Merah Putih, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memisahkan beberapa kementerian besar menjadi bagian yang lebih terfokus. Salah satu langkah yang menarik perhatian adalah pemisahan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memisahkan beberapa kementerian besar menjadi tiga bagian yang lebih terfokus. Yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, dan Kementerian Kebudayaan.
Keputusan ini tentunya membawa perubahan signifikan. Terutama dengan terbentuknya Kementerian Kebudayaan sebagai lembaga yang kini berdiri sendiri, sehingga mempertegas perhatian pemerintah dalam pelestarian dan pengembangan budaya Indonesia. Dalam konteks ini, Pudjio Santoso Drs MSosio selaku dosen Antropologi FISIP UNAIR memberikan tanggapannya.
Menurut Pudjio, pemisahan kementerian menjadi unit-unit yang lebih fokus dan terarah memiliki potensi untuk meningkatkan efektivitas kinerja. Melalui pemisahan ini, masing-masing kementerian mampu secara spesifik menangani permasalahan serta merancang program yang tepat sasaran.
Namun, ia mengingatkan bahwa kebebasan yang lebih besar ini harus diimbangi dengan pengawasan yang ketat dari masyarakat.
“Pertanyaannya sekarang, apakah Kementerian Kebudayaan mampu menjalankan program-program kebudayaan dengan optimal? Jika ternyata tidak, evaluasi harus segera dilakukan,” ujarnya. Pudjio juga menambahkan bahwa jika dampak dari pemisahan ini ternyata tidak signifikan, opsi untuk menggabungkan kembali kementerian tersebut bisa dipertimbangkan.
Lebih lanjut, Pudjio menegaskan bahwa salah satu keuntungan dari pemisahan ini adalah peningkatan perhatian terhadap sektor kebudayaan. Yang sebelumnya terabaikan karena banyaknya tugas lain di bawah Kemendikbudristek.
Pudjio juga menggarisbawahi bahwa pelibatan akademisi menjadi salah satu langkah strategis yang perlu diperhatikan oleh Kementerian Kebudayaan dalam mengelola dan mengembangkan budaya daerah.
“Perguruan tinggi harus menjadi mitra strategis. Contohnya di Jawa Timur, setiap tahun provinsi ini mengajukan beberapa warisan budaya takbenda untuk diakui secara nasional. Perguruan tinggi, seperti FISIP UNAIR melalui program studi Antropologi dan Hubungan Internasional, seringkali terlibat dalam proses ini,” tegas Pudjio.
Oleh karena itu, menurut Pudjio, kerja sama dengan dunia akademik sangat penting untuk memastikan program-program tersebut berdasar pada penelitian yang mendalam dan relevan dengan kebutuhan lokal. Dengan demikian, keberlanjutan kebudayaan akan terjamin dalam jangka panjang.
Pembentukan Kementerian Kebudayaan yang berdiri sendiri merupakan langkah maju dalam upaya melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya Indonesia. Meski demikian, keberhasilan kementerian ini akan sangat bergantung pada kemampuan dalam menjalankan program-program yang berdampak nyata. (ita)