Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengajak para pengusaha untuk bersama-sama menjaga “rumah” Indonesia untuk menghadapi perubahan ekonomi global.
“Kalau kita menghadapi badai di luar, rumah kita harus kuat. Kita harus jaga seluruh pilar bersama,” ujar Sri Mulyani Indrawati (SMI) di acara Seminar Nasional yang diadakan oleh Apindo dan KADIN di Hotel Kempinsky, akhir pekan lalu.
Saat memberikan paparan pada acara yang bertema “Peran Serta Dunia Usaha Dalam Membangun Sistem Perpanjangan dan Moneter yang Adil, Transparan, dan Akuntabel”, SMI mengatakan pemerintah menjaga ekonomi dengan mengeluarkan berbagai kebijakan agar APBN tidak menjadi sumber kerawanan.
Beberapa waktu lalu, Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai pembatasan impor. Ia menerangkan bahwa hal ini penting dan harus segera dilakukan karena posisi neraca pembayaran yang sudah negatif.
“Konsumsi impor bulan Juli melonjak 54%. Agustus turun tapi masih di 30%. Sedangkan ekspor tumbuh 7%. Kalau dibiarkan terus defisit makin lebar,” terang Menkeu.
Lebih lanjut, Ia menyampaikan Pemerintah tidak ingin memberlakukan perubahan kebijakan yang drastis. Namun, untuk menjaga ekonomi harus melakukan penyesuaian bersama-sama.
Oleh karena itu, Pemerintah pun terus berusaha meningkatkan iklim investasi yang baik. Kemenkeu melalui Dirjen Pajak dan Bea Cukai juga terus menajamkan berbagai kebijakan kemudahan berusaha agar pengusaha dapat meningkatkan usahanya, utamanya peningkatan ekspor.
“Pemerintah tidak akan mendapatkan untung apa-apa jika pengusaha tidak kuat. Kita harus membuat anda semua kuat,” tutur Menkeu.
Utang Bukanlah Tujuan
Pada bagian lain, Menkeu menerangkan bahwa utang atau pembiayaan bukanlah tujuan, melainkan sebuah alat mencapai kesejahteraan.
Ia mengatakan, tujuan pembiayaan di dunia usaha misalnya target untuk memajukan usaha, seperti memperluas pasar atau meningkatkan profit.
Sedangkan untuk negara, saat ini masih banyak masyarakat yang membutuhkan pendidikan, kesehatan, konektivitas antar daerah, ataupun tingkat kemiskinan yang masih harus ditekan.
Oleh karena itu, pembiayaan merupakan salah satu alat untuk mencapainya selain alat dari penerimaan perpajakan agar negara mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan adil. “Saya mengharapkan pengusaha bantuin saya untuk menjelaskan,” pesannya.
Tahun 2019 Pemerintah memproyeksikan tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3%. Angka yang dikatakan Menkeu bersifat optimis tetapi tetap realistis.
“Tahun depan, negara akan membelanjakan Rp2.439 triliun. Untuk bisa mendanai belanja sebesar itu, penerimaan perpajakan dan non pajak akan mencapai Rp2.142 triliun,” papar Menkeu.
Defisit ditetapkan sebesar 1,84%, lebih kecil dibandingkan dengan tahun ini yang diprediksi masih di atas 2%. Ia menambahkan, defisit ini harus dibuat lebih kecil karena biaya pinjaman akan semakin besar di tengah ketidakpastian global.
“Dengan defisit rendah, kita memiliki kemampuan merencanakan pembiayaan secara jauh lebih aman. Hal ini perlu disampaikan agar masyarakat lebih tenang. Capital dan bond market juga lebih tenang,” tukasnya.
Terakhir, Menkeu turut memaparkan berbagai kebijakan perpajakan untuk meningkatkan gairah dunia usaha seperti tax holiday, tax allowance, kemudahan ekspor, dan pengurangan untuk industri pionir.
Ia pun meminta masukan kepada para pengusaha terkait berbagai kebijakan serta pelayanan dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). (sak)