Divestasi Freeport telah tuntas sejak 2018. Salah satu poin dari divestasi itu adalah pendirian industri pengolahan dan pemurnian (smelter) di Gresik. Rencana semula, kapasitasnya mencapai 2 juta ton dengan investasi USD3 miliar.
Dalam perkembangannya, sempat terjadi tarik-menarik dalam rencana pembangunan smelter tersebut. Bahkan, sempat muncul isu perubahan lokasi smelter Freeport ke Halmahera dan adanya pandemi Covid -19 juga jadi alasan proyek itu tersendat.
Namun pemerintah tetap meminta rencana pembangun smelter Freeport dilaksanakan sesuai dengan komitmen. Akhirnya, muncul kesepakatan baru, proyek smelter tetap dibangun di Gresik.
Kapasitas konsentrat tembaga yang diolah semula sebanyak 2 juta ton pun dipangkas menjadi 1,7 juta ton. Sedangkan 300.000 ton lainnya ditutupi melalui pengembangan smelter tembaga eksisting di PT Smelting.
Adanya kepastian rencana pembangunan smelter itu tentu sangat menggembirakan, dan sesuai dengan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan Indonesia ditargetkan bisa memiliki 23 smelter pada 2021. Hingga 2024, smelter yang beroperasi bisa mencapai 53 smelter.
Dari total 53 smelter yang beroperasi hingga 2024, masih menurut data Kementerian ESDM, smelter itu terdiri dari 4 smelter tembaga, 30 smelter nikel, 11 smelter bauksit, 4 smelter besi, 2 smelter mangan, dan 2 smelter timbal dan seng.
Dan yang lebih menggembirakan, investasi yang masuk ke negara ini mencapai USD21,59 miliar dari rencana total 53 smelter yang dibangun hingga 2024.
Bila dirinci, investasi untuk smelter tembaga sebesar USD4,69 miliar, smelter nikel sebesar USD8 miliar, smelter bauksit sebesar USD8,64 miliar, smelter besi sebesar USD193,9 juta, smelter mangan sebesar USD23,9 juta, dan smelter timbal dan seng sebesar USD28,8 juta.
Data Kementerian ESDM juga menyebutkan, tahun ini terdapat empat smelter yang akan selesai dibangun dan siap beroperasi, terdiri dari tiga smelter nikel dan satu smelter timbal.
Berkaitan dengan rencana pembangunan smelter Freeport itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin menyambut baik penandatanganan kontrak antara dua belah pihak, yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Chiyoda International Indonesia.
Menurutnya, penandatanganan ini menjadi energi positif di tengah berbagai tantangan yang sedang dihadapi Indonesia.
“Pemerintah melalui Kementerian ESDM mendorong akselerasi dari proyek ini, dan akan terus bekerja sama dengan PTFI untuk membantu memastikan pengerjaan proyek ini dapat diselesaikan tepat waktu,” ujar Ridwan.
Benar, PTFI dan PT Chiyoda International Indonesia baru saja menandatangani kontrak kerja sama untuk kegiatan engineering, procurement, dan construction (EPC) proyek Smelter Manyar milik PTFI beberapa waktu lalu
Cakupan Pekerjaan
Kontrak tersebut mencakup pengerjaan proyek pembangunan smelter berkapasitas 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun serta fasilitas Precious Metal Refinery (PMR) di kawasan Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur.
Penandatangan kontrak itu masing-masing dilakukan oleh Direktur PT Chiyoda International Indonesia Naoto Tachibana dan Presiden Direktur PTFI Tony Wenas.
Selain kedua belah pihak, penandatanganan itu juga disaksikan secara virtual oleh Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Ridwan Djamaluddin, Chief Executive Officer (CEO) MIND ID Orias Petrus Moedak, President & Chief Financial Officer (CFO) Freeport-McMoRan Kathleen Quirk, Chairman Chiyoda Corporation Masakazu Sakakida, dan Chiyoda Corporation President Masaji Santo.
Pada kesempatan itu, Presdir PTFI Tony Wenas mengatakan, pembangunan smelter tersebut sesuai kesepakatan divestasi pada 2018. Pengerjaan tersebut dilakukan di tengah berbagai tantangan pandemi Covid-19.
“Kami terus melakukan penyesuaian agar kami dapat terus bekerja sambil tetap mengedepankan kesehatan dan keselamatan seluruh tenaga kerja serta masyarakat di sekitar area kerja,” ujar Wenas dalam keterangan tertulis, pekan lalu.
Pendapat yang sama juga diungkapkan Direktur PT Chiyoda International Indonesia Naoto Tachibana. Dia berharap pengalaman dan kepemimpinan Chiyoda akan membantu mewujudkan tujuan optimalisasi hilirisasi nasional. “Kami akan melakukan yang terbaik, memastikan proyek ini dapat kami selesaikan tepat waktu,” ujar Naoto.
Harus diakui, penandatanganan kontrak kerja sama EPC ini sempat tertunda selama beberapa bulan akibat pandemi. Namun, di sisi lain pengerjaan EPC di JIIPE terus berjalan, termasuk pengadaan barang long lead item, stripping, dan penyiapan area lay down untuk peralatan dan material konstruksi. Artinya, progres pengerjaan proyek itu hingga saat ini sudah mencapai kurang lebih 10 persen.
Freeport akan berupaya merampungkan proyek ini pada 2023. Target ini menurutnya disesuaikan dengan komitmen Freeport pada saat kesepakatan divestasi 51% dengan pemerintah.
Seperti diketahui, dalam perjanjian divestasi saham yang dilakukan pada 2018, salah satu komitmen Freeport yaitu membangun smelter baru dan ditargetkan bisa beroperasi pada 2023.
Harus diakui, Indonesia harus mulai masuk ke industri hilir. Pasalnya, negara ini sangat kaya dengan sumber daya mineral yang luar biasa. Sudah cukup lama ini negara ini hanya melakukan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi hasil tambang hanya berupa tanah dan air saja dan langsung di ekspor.
Nah, dengan adanya industri pengolahan dan pemurnian, negara ini sudah masuk ke tahap selanjutnya, masuk ke industri bernilai tambah selain tentunya lapangan kerja pun tersedia bagi bangsa ini. (indonesia.go.id)