Sistem EDAT, Teluk Bintuni Bebas Malaria
KESEHATAN PERISTIWA

Sistem EDAT, Teluk Bintuni Bebas Malaria

Usaha Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni untuk menyelesaikan masalah wabah malaria dengan program Early Diagnosis And Treatment (EDAT) menuai hasil yang baik. Pada 2018 ini, Kab Teluk Bintuni berhasil menjadi pemenang United Nations Public Service Awards (UNPSA).

Diagnosis dan pengobatan yang akurat melalui inovasi terbaru dalam mengeliminasi malaria dai wilayah Provinsi Papua Barat ini menjadi pemenang dari kawasan Asia Pasifik untuk kategori 1, yaitu Menjangkau yang Paling Miskin dan Rentan Melalui Layanan Inklusif dan Kemitraan.

EDAT merupakan kolaborasi antara pemda, organisasi non-Pemerintah, dan sektor swasta. Program dilaksanakan melalui pembentukan Juru Malaria Kampung (JMK) atau spesialis malaria yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang identifikasi, pencegahan, dan pengobatan malaria.

Melalui sistem ini pula, aparat terkait melatih penduduk desa sebagai petugas kesehatan, mengemas obat-obatan malaria agar lebih mudah digunakan, dan memastikan kualitas asuransi yang terintegrasi.

Asisten Deputi Perumusan Kebijakan dan Pengelolaan Sistem Informasi Pelayanan Publik, Muhammad Imanuddin mengungkapkan rasa syukur atas keberhasilan EDAT sebagai satu-satunya inovasi dari Indonesia yang meraih penghargaan dari UNPSA tahun 2018 ini.

“Selamat kepada inovator EDAT dari Kabupaten Teluk Bintuni,” ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Imanuddin menambahkan, sejak tahun 2015 Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) selalu mendorong dan melakukan pendampingan terhadap inovasi pelayanan publik untuk bisa ikut berkompetisi di tingkat dunia, khususnya UNPSA.

Khusus tahun 2018 ini ada 21 inovasi yang diusulkan ke UNPSA. Sebelum diusulkan ke UNPSA, Kementerian PANRB menggelar kompetisi inovasi pelayanan publik (KIPP).

“Inovasi yang dinilai baik akan didorong dan diusulkan untuk mengikuti UNPSA. Dalam hal ini Kementerian PANRB terus melakukan pendampingan, termasuk dalam penulisan proposal,” ujarnya.

Bumi Cendrawasih menempati urutan teratas sebagai penyumbang kasus malaria terbanyak di Indonesia. Pada tahun 2009, penderita malaria mencapai angka 115 per 1000 penduduk.

Setelah diimplementasikan sejak 2010, sistem EDAT berhasil mereduksi wabah malaria. Tahun 2015, kasus malaria ini turun menjadi 2,4 per 1000 penduduk.

Pada 2017, program ini berhasil mereduksi penyebaran malaria dari angka 9,2 persen ke angka 0,02 persen di 12 desa.

Selain mengurangi penyebaran, program ini juga sukses mengurangi tingkat morbiditas malaria dari 115 penderita per 1000 penduduk (2009) menjadi 5 penderita malaria dari 1000 penduduk (2016).

Selain Indonesia, ada layanan publik dari tujuh negara lain yang menjadi juara UNPSA. Pada kategori yang sama dengan Indonesia, Austria menjadi juara di wilayah Eropa Barat dengan program pelatihan bagi para migran dan pengungsi.

Austria memiliki program yang dinamakan Talents for Austria yang bertugas untuk memberi pendidikan dasar, pendidikan asrama, hingga pelatihan kerja.

Korea Selatan, Spanyol dan Kolumbia menjadi juara UNPSA untuk kategori Membentuk Institusi Inklusif dan Memastikan Partisipasi dalam Pengambilan Keputusan.

Sedangkan untuk kategori Promosi layanan Publik yang Responsif terhadap Semua Gender untuk Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan diraih oleh Kenya sebagai wakil dari benua Afrika, Thailand di wilayah Asia Pasifik, dan Swiss di wilayah Eropa Barat. (sak)