Raas adalah nama sebuah pulau karang yang berada di sebelah timur Pulau Madura, Jawa Timur. Masuk dalam wilayah Kabupaten Sumenep, pulau seluas 39 kilometer persegi tersebut adalah pusat administratif Kecamatan Raas yang terdiri dari sembilan desa serta pulau-pulau kecil di sebelah utara dan timurnya.
Pulau karang ini diapit oleh Tonduk serta Sapudi, pulau lumbung sapi dan domba di Madura. Pulau Raas, berdasarkan hasil Sensus Penduduk Indonesia dari Badan Pusat Statistik pada 2020, tercatat dihuni oleh sekitar 43.400 jiwa dengan pekerjaan utama penduduknya adalah nelayan.
Bukan perkara mudah untuk bisa mencapai pulau ini karena dikelilingi selat bergelombang tinggi seperti Selat Madura dan Selat Sapudi, yang dapat mencapai empat meter. Raas dapat dicapai dari Pelabuhan Dungkek, Sumenep, dengan menumpang jasa kapal rakyat dengan lama perjalanan 5-6 jam saat cuaca normal dan tinggi gelombang tak lebih dari 1,5 meter.
Jika gelombang pasang mencapai ketinggian 2,5 meter hingga 4 meter, kapal rakyat berbahan kayu berkapasitas 30-40 penumpang itu menjadi bak perahu kertas diombang-ambing ganasnya gelombang. Jika dari Pelabuhan Jangkar Situbondo, kita dapat menumpang kapal feri KM Dharma Kartika berkapasitas 350 orang yang berlayar beberapa kali dalam sepekan dengan tujuan Raas serta Sapudi.
Meski demikian ada satu hal yang dibanggakan masyarakat Pulau Raas yaitu kehadiran spesies kucing lokal yang unik. Secara morfologi, bentuk wajah dan posturnya sepintas mirip hewan leopard dan kucing hutan dan lebih besar dari kucing kampung.
Bentuk mukanya agak persegi di bagian atas dan agak lancip di bagian dagunya. Hidungnya berukuran sedang dan sedikit melengkung ke bawah di atas kulit hidung, mirip seperti hidung singa. Bentuk telinganya tajam dan agak mencuat ke atas.
Warna bulunya abu-abu kebiruan polos dan oleh masyarakat setempat dinamai sebagai kucing busok. Para pecinta kucing nasional mengenalnya sebagai kucing raas atau kucing madura.
Melihat warna bulunya yang halus dan mengkilat seperti perak di ujung bulu, sekilas mirip dengan kucing ras Eropa ternama seperti kucing biru rusia (russian blue) dan kucing bulu pendek inggris (british short hair). Tekstur bulu kucing busok juga lebih tebal dari kucing kampung pada umumnya.
Tinggi Variasi Genetika
Peneliti biologi Ronny Rachman Noor pernah melakukan penelitian fenotipe dan genotipe terhadap kucing busok ini pada 2009 di Pulau Madura. Menurut Ronny seperti dikutip dari laporan penelitiannya yang dimuat pada jurnal Lembaga Penelitian dan Pengabdian Mayarakat IPB University, kucing busok merupakan bagian dari ras kucing Asia yang ditandai dengan bentuk ekor yang bengkok di ujungnya (kinky tail).
Dalam penelitiannya, Ronny juga menemukan fakta bahwa kucing busok tak hanya berwarna abu-abu saja. Ada juga, yang berbulu cokelat susu di sebagian besar tubuhnya. Warna cokelat lebih pekat juga terdapat pada ujung telinga, ujung hidung, ujung kaki dan ujung ekor, mirip seperti kucing birma. Masyarakat Madura menamai jenis busok ini sebagai kucing kecubung.
Guru Besar Pemuliaan dan Genetika dari Fakultas Peternakan IPB University ini menemukan fakta bahwa kucing busok memiliki variasi genetika yang masih tinggi dan tergolong langka. Pasalnya, kucing ini tidak ditemukan di luar Pulau Madura. Sehingga, ia meyakini, ini adalah ras asli Indonesia seperti halnya anjing kintamani dan anjing bernyanyi papua. Ia menyebut bahwa kucing busok mirip dengan jenis kucing korat dari Thailand.
Ditinjau dari ilmu genetika, busok dan kecubung tergolong warna resesif yang jarang muncul. Warna kecubung ini diakibatkan oleh gen C dan B yang berpasangan dalam keadaan homozygot. Kucing berwarna kecubung ini biasanya memiliki warna mata biru. Sedangkan warna busok muncul akibat adanya gen D yang merupakan dilusi bersifat resesif. Jika gen ini dalam keadaan homozygot, maka mampu mendilusi warna hitam menjadi abu kebiruan.
Ronny menduga tingkat perkawinan keluarga (inbreeding) sangat dominan dalam ras kucing busok sehingga hanya terdapat dua warna, abu kebiruan dan kecubung alias cokelat kehitaman. Artinya, terjadi banyak gen letal dan resesif yang memiliki sifat mematikan jika berada dalam kondisi homozygot.
Gen letal ikut menyumbang kematian yang cukup tinggi pada kucing busok karena adanya kawin keluarga. Hal ini pula yang membuat Ronny kesulitan untuk menemukan kucing-kucing busok dalam aktivitas penelitiannya.
Semula, kucing busok ini pernah menjadi cinderamata untuk dihadiahkan kepada para tamu istimewa yang berkunjung ke Pulau Garam pada era 1990-an. Seiring semakin langkanya keberadaan kucing tersebut di habitat aslinya, Pemerintah Kabupaten Sumenep pun melarang hal tersebut.
Masyarakat Pulau Raas pun melarang warga pendatang untuk membawa pergi kucing busok keluar pulau. Jika hal itu tetap dilakukan maka si kucing wajib dikebiri atau disteril terlebih dulu demi menjaga kemurnian ras kucing tersebut.
Upaya untuk menjaga keberadaan kucing ini di habitat aslinya ikut didukung oleh mitos-mitos yang berkembang di masyarakat Pulau Raas, di antaranya, kucing busok dapat mendatangkan nasib baik dan rezeki bagi pemeliharanya. Di samping itu, kucing busok juga dipercaya masyarakat setempat memiliki kemampuan mistis dan bagi siapa saja yang membawanya keluar dari Pulau Raas akan mendatangkan kesialan.
Upaya Diakui Dunia
Seperti dikutip dari laman www.infopublik.id, sebuah kontes kucing internasional bertajuk “Indonesia Breed and Raas Catshow” pernah digelar di Kota Sumenep sebagai rangkaian Visit Sumenep 2018 pada 14 April 2018. Bupati Sumenep saat itu, Busyro Karim, mengatakan bahwa kontes itu sengaja digelar sebagai komitmen pihaknya untuk menjaga kelestarian satwa langka Indonesia terutama kucing busok yang menjadi kebanggaan masyarakat Sumenep dan Pulau Raas.
Pemkab Sumenep saat itu menggandeng komunitas pecinta kucing ras, Cat Fancy Indonesia (CFI) yang menghadirkan juri kontes Lesley Morgan dari Australia dan Awaluddin Jafar dari Malaysia. Kontes diikuti 100 peserta, di mana 30 di antaranya menghadirkan kucing busok yang masih asli dari Pulau Raas.
Selang beberapa bulan kemudian, tepatnya November 2018, CFI bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengadakan ekspedisi ke habitat kucing busok di Pulau Raas. Ekspedisi ini berhasil mengumpulkan 40 sampel kucing untuk observasi fenotipe dan genotipe, sekaligus uji asam deoksiribonukleat (DNA).
Salah satu peneliti zoologi LIPI yang ikut dalam ekspedisi tersebut, Yuli Sulistya Fitriyana, menjelaskan bahwa sampel DNA diambil dengan metode usap (swab). Selain untuk menguji sel epitelnya, menurut peneliti lulusan Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada yang bekerja pada Pusat Penelitian Biologi LIPI ini, metode usap dinilai lebih aman bagi kucing busok karena tidak menimbulkan stres dibandingkan dengan mengambil contoh darahnya.
Agar bisa diakui sebagai ras kucing dunia seperti halnya anjing kintamani sebagai anjing ras dunia, diperlukan sejumlah tahapan. Setidaknya ada dua tahapan perlu dilalui untuk jadi satu ras baru diakui dunia. Pertama, membuktikan kemurnian gen sampai tiga generasi. Kedua, Indonesia harus melakukan presentasi dalam forum internasional di hadapan World Cat Congress, organisasi berisi gabungan federasi dan asosiasi pelestari ras kucing dunia yang berdiri pada 1994.
Sudah saatnya Indonesia mencantumkan ras kucing asli yang diakui secara internasional. Ini dapat dimulai dengan mengusulkan kucing busok atau kucing raas sebagai kucing ras asli Indonesia asal Pulau Garam Madura. (indonesia.go.id)