Sembako Pasar Tradisional Tak Kena PPN
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Sembako Pasar Tradisional Tak Kena PPN

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati meminta agar masyarakat tidak mudah termakan hasutan. Hal itu dia tulis dalam postingannya di Instagram, Senin (14/06) terkait berita tentang pajak sembako yang dikhawatirkan menaikkan harga jual.

“Saya jelaskan pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang di jual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum,” cuit Sri Mulyani. Dalam postingan tersebut Menkeu juga menyertakan video dan foto-foto saat berbelanja ke Pasar Santa di Kebayoran Jakarta.

Menurut SMI, pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan azas keadilan. Misalnya beras produksi petani kita seperti Cianjur, Rojolele, Pandanwangi, dll yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN).

“Namun beras premium impor seperti beras Basmati, beras Shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak,” tulisnya.

Demikian juga daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya diperlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak. “Itu asas keadilan dalam perpajakan dimana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi,” kata SMI.

Dalam menghadapi dampak Covid yang berat, saat ini Pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi. Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan.

Pemerintah membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, internet gratis bagi siswa, mahasiswa dan guru.

Pemerintah juga memberikan vaksin gratis dan biaya rawat gratis bagi yang terkena Covid. Inilah fokus pemerintah saat ini, yaitu melindungi rakyat, ekonomi dan dunia usaha agar bisa tidak hanya bertahan namun pulih kembali secara kuat. Semangat para pedagang untuk bangkit sungguh luar biasa.

“Ayo kita jaga dan pulihkan bersama ekonomi kita. Jangan lupa untuk terus patuhi protokol kesehatan saat melakukan berbagai aktivitas! Jangan mudah termakan hasutan,” tandasnya.

Hal sama juga disampaikan Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor untuk menjawab polemik pengenaan PPN sembako yang tercantum dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan KUP. Bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai PPN tidak akan dikenai pada bahan pokok atau sembako yang dijual di pasar tradisional.

“Bisa saya sampaikan dalam usulan RUU KUP terkait PPN sembako, utamanya tentu tidak semua, kami lakukan pembedaan, karena RUU sendiri kami melihat akan ada pembedaan terkait dengan sembako tadi, misal barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional tentu tidak dikenakan PPN,” katanya dalam acara Media Briefing secara virtual, Senin (14/06).

Neilmaldrin menjelaskan tarif PPN dalam usulan RUU KUP akan dikenai untuk sembako yang bersifat premium. Namun, Neilmaldrin tidak menjelaskan secara mendetil terkait dengan berapa tarif yang akan dikenakan dan batasan harga bahan pokok yang akan dikenai PPN.

“Berbeda jika sembako sifatnya premium. terkait dengan tarif saya tidak bisa mendahului, masih harus diikuti bagaimana pembahasan ini,” jelasnya.

Neilmaldrin menjelaskan, tujuan dari dilakukannya penyesuaian sistem pemungutan PPN adalah untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan efisien. Neilmaldrin menambahkan, perluasan objek PPN pada dasarnya mempertimbangkan prinsip ability to pay atau kemampuan membayar pajak para wajib pajak atas barang/jasa yang dikonsumsi.

“Diharapkan sistem pemungutan bisa efisien. Kemudian, sesuai latar belakangnya, yaitu untuk menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat dan kita berfokus pada golongan menengah bawah yang saat ini lebih merasakan situasi akibat pandemi covid-19,” jelasnya.

Wacana perluasan objek PPN tentu tidak akan mencederai ekonomi masyarakat kelas menengah-bawah. Neilmaldrin memberi contoh, untuk daging segar yang dijual di pasar tidak dikenakan PPN. Namun, untuk daging dengan harga jutaan rupiah, misalnya daging wagyu, akan dikenakan pajak atas konsumen.

Neilmaldrin belum menjelaskan berapa tarif pajak yang akan dibandrol atas barang kebutuhan pokok premium beserta dengan threshold harganya. Sebab, masih perlu proses pembahasan dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Sedangkan menyinggung PPN di sektor Jasa Pendidikan, Neilmaldrin Noor menjelaskan, adalah jasa pendidikan yang mengutip iuran dalam jumlah batasan tertentu sehingga nantinya bisa dikenakan PPN. “Ini tentunya masih akan melewati pembahasan-pembahasan, yang jelas jasa pendidikan komersial,” pungkasnya. (ita)