Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD bersama Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, Kapolda, Pangdam V Brawijaya lakukan pertemuan dan silahturahmi dengan ulama Se Madura di Pendopo Kabupaten Bangkalan, Sabtu (27/06).
Dalam pertemuan tersebut para ulama dari Sumenep, Pamekasan, Sampang, dan Bangkalan menyampaikan pesan kepada Menkopolhukam, Mahfud MD dan Gubernur Jatim. Yaitu pertama Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) agar dibatalkan.
“Terkait RUU HIP, kami ulama Madura memohon agar RUU ini dibatalkan. Karena ini bola liar yang akan menerjang kehidupan di Indonesia dan akan menimbulkan kekacauan yang lebih basar jika dilanjutkan,” Kata Kiai Rofi’i Baidowi di Kantor Bupati Bangkalan.
Menanggapi pernyataan kiai dan ulama se-Madura, Menkopolhukam RI, Mahfud MD mengatakan saat ini pemerintah belum sama sekali membahas RUU tersebut. Bahkan Pak Presiden Jokowi sudah mengirimkan surat atau mengirimkan kembali draft RUU HIP kepada DPR agar RUU HIP ditunda atau dibatalkan pembahasannya.
“Dari berkembangnya masalah RUU HIP ini yang saya tangkap adanya penolakan dan sikap secara kolektif adalah yang pertama dari ulama dan habaib adalah dari Madura. Yang kemudian berkembang penolakan di Jember, Bangil dan seterusnya,” katanya.
Menurutnya, penolakan secara politik dan menyebut identitas kelompok ulama tentu saja dibolehkan dan akan menjadi pedoman bagi pemerintah dalam menilai situasi terhadap satu hal atau masalah.
Dijelaskanya, bahwa RUU HIP tersebut adalah RUU yang diprakarsai atau diusulkan oleh DPR RI. Dan ia sendiri baru membacanya saat sudah RUU tersebut sudah diserahkan ke pemerintah.
“Ketika saya baru membaca RUU itu dan ternyata benar, bahwa yang dipermasalahkan dan dipersoalkan dalam RUU itu agak sensitif. Tapi intinya yaitu bahwa RUU tersebut datangnya dari DPR,” tegasnya.
Lebih lanjut Mahfud menjelaskan, bahwa ada beberapa hal substansial yang menjadi penolakan dari ulama dan juga ormas. Hal hal tersebut menjadi materi yang ingin agar diperbaiki dari RUU HIP.
Yang ditolak adalah perkara konsideran, bahwa RUU itu tidak menyebut ketetapan MPR yang melarang berkembangnya komunisme.
Kemudian yang kedua dalam RUU tersebut disebutkan, bahwa Pancasila terdiri Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal tersebut sudah benar. Tapi di ayat dua, disebut boleh Trisila dan bahkan ada Ekasila.
Para ulama dan ormas yang menolak menganggap bahwa hal ini berpotensi menjadi pintu awal hilangnya hirarki Pancasila yang berpinsip Ketuhanan Yang Maha Esa.
“RUU tersebut sudah dinyatakan untuk ditunda dan dikembalikan ke DPR. Presiden akan fokus ke perang melawan Covid-19 dan belum fokus memikirkan untuk membahas RUU HIP. Maka RUU ini dikembalikan ke DPR supaya dimasukkan ke diskusi-diskusi dengan ormas dan masyarakat,” tegasnya sekali lagi.
Ia menambahkan, Presiden tidak bisa mencabut, karena bukan pemerintah yang mengusulkan. Dan sesuai aturan negara demokrasi pencabutan ini tidak bisa dilakukan. (jnr)