Pada masa Kolonial Surabaya merupakan kota yang semarak dengan ragam sarana hiburan bagi warganya. Utamanya setelah kawasan Boven stad (kota bawah) di sekitaran Ketabang, Darmo dan Gubeng dikembangkan menjadi areal hunian bagi orang-orang Eropa.
Surabaya menjadi meriah dengan aneka restoran, bioskop, hotel, pusat perbelanjaan dan klub dansa, bagi mereka yang ingin bersosialisasi atau sekedar melepas penat di ujung hari.
Tunjungan straat dikenal sebagai pusat komersil kota. Diwarnai deretan pertokoan seperti Whiteaway Laidlaw, Hoen Kwee Huis dan lainnya, kawasan ini makin menarik antusiasme warga dengan adanya trem yang melintas.
Urusan bersantap sedap pun tidak kalah semarak. Renato Zangrandi’s Ijsplais, Grimm and Co maupun Hellendoorn, memenuhi selera para elit Eropa dengan roti, pastri, maupun Rijsttafel yang sangat populer kala itu.
Klub elit untuk berdansa dan menonton pertunjukkan pun tak pernah lengang, De Simpangsche Societeit di sudut Jalan Simpang menjadi andalan para elit Eropa unutk berkumpul.
Melalui program tematik tur Surabaya Heritage Track (SHT) ‘Rekreasi Kota Kolonial’ yang diadakan selama tanggal 7 Juni – 30 Juni 2019, mengajak masyarakat untuk menikmati dan merasakan kembali bagaimana kehidupan bangsa Eropa di Surabaya.
Melihat serta mengunjungi tempat wisata seperti kawasan Jalan Tunjungan, Balai Pemuda di Jalan Gubernur Suryo No. 15, serta Graha Es Krim Zangrandi di Jalan Yos Sudarso No. 15.
Tur tematik SHT diselenggarakan pada periode-periode tertentu guna memperkenalkan sejarah kota Surabaya serta berbagai bangunan dan kawasan yang memiliki nilai sejarah tinggi.
Sejak 2010 SHT telah menyelanggarakan 47 tur tematik dan mengunjungi lebih dari 70 bangunan cagar budaya baik museum, institusi pemerintahan dan swasta, tempat peribadatan, monumen, kampung, pasar, perpustakaan, pabrik, dan lain sebagainya.
Hal tersebut juga menginisiasi Heritage Walk dengan nama ‘Klinong-klinong ning Suroboyo’ yang menjadi pengembangan SHT dengan mengajak Trackers untuk secara langsung berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Tunjungan Straat
Jalan Tunjungan yang dulu disebut Petoendjoengan menjadi primadona bagi para tuan dan nyonya yang ingin bersantai sekaligus berbelanja.
Di tahun 1923 kawasan Tunjungan telah menjadi salah satu pusat komersial Kota Surabaya, dimana sebuah perusahaan perdagangan besar dari Inggris Whiteaway Laidlaw & Co, memutuskan untuk membangun sebuah toko diujung utara Jalan Tunjungan ini.
Toko inilah yang kemudian menjadikan Tunjungan semakin terkenal sebagai pusat perbelanjaan. Selain itu terdapat juga toko serba ada yang bernama Aurora yang berganti menjadi gedung bioskop, toko Mattalitti yang menjual piringan hitam gramophone dan terdapat Hotel Oranye yang merupakan hotel terkenal yang sekarang menjadi Hotel Majapahit.
Simpangsche Societeit
Gedung Balai Pemuda didirikan pada tahun 1907. Dulunya gedung tersebut adalah gedung pertemuan bagi orang-orang Belanda yang dinamakan Simpangsche Societeit.
Tempat ini salah satu tempat hiburan dan berkumpulnya orang-orang eropa (khususnya Belanda) di Surabaya. Pada masa kolonial adalah hanya orang-orang kulit putih yang memiliki akses masuk ke gedung ini.
Renato Zangrandi’s Ijspaleis
Dibangun oleh Renato Zangrandi pada 1930 guna memenuhi kebutuhan warga Eropa yang ada di Kota Surabaya pada waktu itu. Dulunya, depot es krim ini bernama Renato Zangrandi’s Ijspaleis dan berlokasi tepat di seberang Simpangsche Societeit yang sekarang bernama kompleks Balai Pemuda.
Sebagian dari menu-menu yang dijajakan juga telah ada sejak 1930. Misalnya saja es krim potong Tutti Frutti, yang merupakan menu original paling tua di Zangrandi yang dijajakan dalam berbagai varian rasa es krim yang dicampur dengan potongan buah kering. (ist)