Rekaman Suara Pilot Terus Dicari
PEMERINTAHAN PERISTIWA

Rekaman Suara Pilot Terus Dicari

Di bawah langit yang mendung, KRI Semarang berlayar di sekitar koordinat jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182, di perairan antara Pulau Lancang dan Pulau Laki, kawasan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Jumat (22/1/2021) siang. Hari itu, kapal rumah sakit milik TNI-AL tersebut menjalani pelayaran ziarah dengan acara tabur bunga.

Hadir dalam pelayaran khusus itu para perwakilan keluarga korban, manajemen Sriwijaya Air, perwakilan Badan SAR Nasional (Basarnas), serta pihak pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Perhubungan. “Kami datang ke sini untuk meneguhkan hati kami, agar kami bisa lebih kuat dan ikhlas menerima musibah ini,” kata seorang perempuan setengah baya, usai menaburkan senampan mawar dan untaian melati untuk adik kesayangannya.

Di atas geladak KRI Semarang, untuk kesekian kalinya, Direktur Utama Sriwijaya Air Jefferson Irwin menyampaikan rasa duka citanya kepada keluarga korban. Ia bisa merasakan kesedihan yang ada. “Tentunya kami juga merasa sedih dan kehilangan. Kami kehilangan saudara-saudara kami kru dari Sriwijaya Air Grup, dan sebagai pribadi pun saya terpukul oleh keadaan ini,” ungkap Jefferson.

Pada kesempatan itu, dia pun lantas menjanjikan akan secepatnya memberikan hak-hak (santunan) para korban. Acara tabur bunga itu sendiri menandai berakhirnya operasi pencarian dan pertolongan Basarnas setelah menjalankan misinya selama 13 hari. Semula, misi SAR itu direncanakan berakhir pada 15 Januari, tapi kemudian diperpanjang dua kali tiga hari dan dinyatakan selesai pada 21 Januari lalu.

Musibah pesawat Boeing 737-500 Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ-182 itu terjadi pada siang menjelang sore pada 9 Januari. Pesawat itu dalam penerbangan menuju Kota Pontianak. Kapten Afwan yang didampingi Kopilot Fadly Satriarto terbang membawa 50 penumpang, dan enam kru Sriwijaya lain, yang akan melaksanakan tugas penerbangan dari Pontianak. Dari 50 penumpang itu, ada 7 anak-anak dan tiga bayi.

Pesawat Boeing 737-500 itu meluncur dari landasan pacu Bandara Soekarno-Hatta dan pada jam 14.36 melakukan take-off. Pukul 14.27 pesawat sudah ada di ketinggian 1.700 kaki dan oleh petugas menara Bandara, SJ-182 diizinkan naik ke 29.000 kaki. Namun pada jam 14.40, pesawat putus kontak dan hilang dari layar.

Rekaman flight radar kemudian menunjukkan, pesawat sempat naik ke ketinggian 10.900 kaki (sekitar 3.270 meter), tapi kemudian kehilangan ketinggiannya, merosot ke ketinggian 8.950 kaki, 5.400 kaki, 250 kaki, dan tidak terlihat lagi di layar.

Basarnas yang menerima laporan itu dari bandara langsung bertindak. Beberapa waktu kemudian, Basarnas mengumumkan kepada publik bahwa pesawat Sriwijaya Air itu hilang kontak. Tak perlu waktu panjang untuk menemukan indikasi bahwa pesawat jatuh di perairan yang berada di antara Pulau Laki dan Lancang.

Sore hari, pesawat SAR yang terbang di atas perairan itu melihat genangan minyak. Para petugas SAR yang turun ke lapangan pun mendapat laporan dari warga kedua pulau itu bahwa mereka mendengar suara dentuman keras. Malam harinya, tim SAR menemukan sejumlah serpihan yang diyakini berasal dari pesawat Sriwijaya SJ-182.

Korban Teridentifikasi
Esok hari, operasi SAR dilakukan. Dalam operasi keroyokan itu Basarnas dibantu petugas dari Kementerian Perhubungan, Polri, TNI-AL, peneliti Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), serta masyarakat nelayan sekitar.

TNI-AL mengerahkan sejumlah satuannya, mulai dari Dinas Penyelaman, Marinir, Pasukan Katak, kapal angkut personel, kapal rumah sakit, dan kapal Hidrooseanografi KRI Rigel 933, yang memiliki peralatan sonar mutakhir untuk mengobservasi area di sekitar lokasi pusat kejadian. BPPT mengirim kapal survei Baruna Jaya. Ratusan personel dikerahkan.

Dalam waktu singkat, puing-puing reruntuhan pesawat itu bisa diangkat dan dibawa ke pos komando Dermaga II Jakarta International Container Terminal (JITC) di Pelabuhan Tanjung Priok. Pada hari ketiga, black box ditemukan. Namun kondisinya terbelah. Bagian flight data recorder (FDR) bisa diangkat, tapi bagian cockpit voice recorder (CVR) masih harus dicari. “Data FDR utuh, semua parameter penerbangan bisa terbaca lengkap,” kata Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono.

Serpihan dan potongan badan pesawat, bagian mesin, perkakas kabin, barang penumpang, dan tubuh korban pun ditemukan. Tak ada korban yang selamat, setelah pesawat Boeing 737-500 itu membentur keras permukaan laut, lantas menumbuk lantai laut yang dangkal. Perairan di situ hanya 18-20 meter kedalamannya. Badan pesawat dan isinya hancur.

Dari bongkahan mesin pesawat yang ditemukan tampak adanya baling-baling kompresor yang nyaris gepeng. “Mesin dalam keadaan menyala ketika pesawat membentur air laut,” Soerjanto Tjahjono menambahkan. Namun, KNKT masih jauh untuk bisa menyimpulkan penyebab kecelakaan.

Semua penumpang dan kru dipastikan meninggal. Sebagian besar korban telah ditemukan, meski tak satu pun dalam keadaan utuh. Sampai operasi dihentikan, Tim SAR menemukan tak kurang dari 325 kantung jenazah dan diserahkan ke RS Polri Sukanto Kramatjati, Jakarta Timur, untuk identifikasi. Ada 49 jenasah sudah terindentifikasi, dan 35 di antaranya telah diserahkan ke keluarga untuk dimakamkan.

CVR Terus Dicari
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi meninjau ke Posko Basarnas di Dermaga JICT II Tanjung Priok, pekan lalu, sehari sebelum operasi Basarnas dihentikan. Presiden mendengar laporan langsung dari Kemenhub di tempat itu. Seusai mendengan laporan, Presiden Jokowi kembali menyampaikan rasa prihatin dan duka citanya untuk para keluarga korban.

Secara khusus, Presiden Jokowi menyampaikan penghargaan kepada Basarnas, TNI-Polri, aparatur Kemenhub, dan semua pihak yang telah melakukan pencarian dan evakuasi. Presiden Jokowi juga menyampaikan penghargaan kepada PT Jasa Raharja yang secara cepat memberikan santunan asuransi sebesar Rp50 juta pada keluarga korban.

Kepada pihak Sriwijaya Air, Presiden Jokowi juga menyampaikan apresiasi atas responsnya yang cepat, kepedulian, serta kesiagaannya memberikan tanggungan asuransi sebesar Rp1,25 miliar untuk keluarga korban.

Penegasan permintaan untuk tetap mencari dan menemukan cockpit voice recorder (CVR) kembali disampaikan. Presiden Jokowi juga meminta agar musibah pesawat ini bisa diungkap penyebabnya secara tuntas dan dijadikan pelajaran agar peristiwa kelam serupa tak terjadi lagi. “’Untuk meningkatkan keselamatan penerbangan,” kata Presiden.

Maka, meski operasi Basarnas telah dihentikan, pencarian CVR akan dilanjutkan. Sebagai pelaksananya adalah KNKT, TNI-Polri, Kemenhub, dan beberapa elemen lainnya telah pula menyatakan siap untuk memberikan bantuan. (indonesia.go.id)