Pada suatu malam, di pertengahan Mei 2007, saya diberi kesempatan bertemu dengan Pak Prabowo bersama salah seorang sahabat yang mengatur pertemuan, yakni Bambang Yoga Soegama.
Pertemuan di salah satu ruang VIP Hotel Dharmawangsa Jakarta, itu berlangsung lama. Mulai sekitar pukul 20.30 wib. Kami menutup perbincangan dengan saling berjabat tangan dan cipika-cipiki pada pukul 02.00 dini hari.
“Wow, ternyata pertemuan kita panjang juga ya, Pak Bupati,” ujar Mas Bambang.
“Betul. Tidak sia-sia menunggu jadwal beliau yang panjang,” jawab saya.
“Sayang kita tak menemukan hasil yang diharapkan ya, Mas,” lanjut saya setengah menggeleng kepala.
Memang saya sudah minta dipertemukan dengan Pak Prabowo sejak November 2006. Tetapi baru diberi waktu pada pertengahan Mei 2007.
Saya membawakan pesan penting untuk Pak Prabowo dari guru saya Al Habib Ja’far bin Muhammad bin Hamid Al Kaff, Kudus.
TUGAS KHUSUS
Banyak pihak memberi status Wali Majdub kepada beliau.
“Pak Kholiq temonono Pak Prabowo lan kandakno yen 2009 ojo nyalon presiden. Isih jatahe Pak SBY (Pak Kholiq, temuilah Pak Prabowo dan katakan kalau 2009 jangan mencalonkan jadi presiden. Masih jatahnya Pak SBY),” perintah Habib kepada saya.
“Nggih Bib, dalem sowan Pak Prabowo sak cepetipun (ya, Bib, saya menemui Pak Prabowo secepatnya),” jawab saya mengiyakan.
Saya mengutarakan adanya pesan Habib Ja’far itu kepada Mas Bambang, putra Pak Yoga Soegama, sehingga dirancang pertemuannya.
Karena kesibukan Pak Prabowo bolak-balik ke luar negeri, khususnya Yordania, maka permintaan bertemu sejak November itu baru terwujud pada bulan Mei.
Terus terang saya sedikit membocorkan pesan Habib kepada Mas Bambang, bahwa kehendak beliau Pak Prabowo tidak mencalonkan presiden pada pilpres 2009 .
Tetapi didoakan untuk menjadi calon wakil presidennya Pak SBY.
Bila skema politik itu gagal, Habib berharap Pak Prabowo berkenan masuk dalam jajaran kabinet Presiden SBY periode kedua.
Habib Ja’far menghendaki Pak Prabowo jadi Menko Polhukam, minimal bisa menjadi Menteri Pertanian.
Saya tidak mengerti persis mengapa Habib Ja’far berani berspekulasi dengan skema politik tersebut. Hanya kadang saya menyaksikan sendiri, bahwa Al Habib Ja’far Alkaff ini sangat dekat dengan Pak SBY. Dan Pak SBY sangat menghormati beliau.
“Salam beliau saya terima, Pak Bupati. Terima kasih atas perhatian Habib kepada saya, sekaligus sampaikan salam hormat saya kepada beliau. Saya pernah bertemu dengan beliau,” jawab Pak Prabowo mengawali perbincangan sembari menunggu hidangan yang telah dipesan.
Setelah kami bertiga ngobrol ngalor-ngidul, saya protes kepada Pak Prabowo yang tidak jadi berkunjung ke Wonosobo. Padahal sudah ditunggu banyak pihak, khususnya petani.
“Iya, Pak Bupati. Waktu itu saya sudah bilang sama Bambang untuk atur waktu. Tapi begitu mau berangkat ada kepentingan mendadak. Makanya batal sampai hari ini belum sempat lagi ke sana. Kapan-kapan, deh kita atur waktu lagi,” ujarnya.
Saya menyantap hidangan yang sudah tersaji di meja. Sangat mewah untuk ukuran seorang bupati dari daerah dengan PAD hanya belasan milyar rupiah, kala itu.
SAPI KHUSUS
Sepiring steak daging sapi wagyu asal Jepang yang harganya hampir satu juta rupiah. “Ini daging mahal, karena sapinya khusus, yang perlakuan pemeliharaannya juga khusus. Bahkan sering minum bir,” jelas Mas Bambang. Sejurus kemudian, Pak Prabowo menimpali.
“Di hotelmu yang di Wonosobo (Hotel Kresna,red) kagak jualan steak Wagyu Mbang. Kagak ada lah… Siapa juga yang mau beli,” jawab Mas Bambang sambil tertawa.
“Begini Bos. Pak Bupati ini akan menyampaikan pesan dari gurunya soal 2009. Ayo Pak Bupati sampaikan,” lanjut Mas Bambang, sembari menuntaskan santapan steak wagyu yang rasanya aduhai itu.
Saya menyampaikan maksudul a’dzom langsung di hadapan Pak Prabowo. Beliau menyimak seluruh isi pesan yang saya sampaikan. Pak Prabowo menanggapinya dengan datar. Bahkan nyaris tanpa ekspresi. Rupanya beliau tidak sepakat dengan pesan yang saya sampaikan.
Sesekali Mas Bambang mendebat alasan yang disampaikan Pak Prabowo. Tapi lagi-lagi beliau tetap pada prinsip dan pendiriannya.
“Begini, lho Pak Bupati dan Mas Bambang. 2009 itu bagi saya waktu yang sangat krusial. Bisa jadi presiden atau tidak, ya di 2009 itu. Karena rata-rata pemimpin di Asia dan di dunia, secara umum jarang yang berusia tua.
Ini musimnya pemimpin negara yang berusia muda. Jadi, kalau saya tidak nyalon di 2009, ya tidak sama sekali,” begitu penegasan Pak Prabowo.
Kami berdua masih berusaha mendebat beliau bahwa kesempatan beliau masih cukup panjang, tidak hanya 2014. Tetapi 2019 pun kita perkirakan beliau masih bisa bertarung.
Sambil berdiri dan memperagakan jalannya orang yang sudah berusia lanjut, beliau berkata. “Apa ya enak dipandang mata saat nyalon presiden usianya sudah kakek-kakek,” ujarnya terkekeh.
MEYAKINKAN
Diselingi obrolan dan guyon ringan, saya dan Mas Bambang berusaha meyakinkan Pak Prabowo untuk mau menerima tawaran Al Habib Ja’far Alkaff tersebut.
Tapi rupanya desakan itu hanya dianggap angin lalu oleh Pak Prabowo. “Pokoknya saya tegaskan, 2009 atau tidak sama sekali!” .
Pak Prabowo mengucapkan itu dengan gaya khasnya. Mengacungkan jari telunjuknya ke atas.
“Begitu saja Pak Bupati dan Mas Bambang. Saya sangat hormat atas perhatian Habib Ja’far kepada saya, tetapi itulah jawaban saya.”
Saat Pak jenderal menyelesaikan pembayaran makan malam itu, saya pamit ke toilet untuk menelepop Habib Ja’far.
Saya tunaikan tugas yang diperintahkannya dan melaporkan jawaban Pak Prabowo.
Spontan, Habib Ja’far menyampaikan; “Yo wis nek ora gelem. Paling-paling engkone deknene mung dadi calon wakil presiden seko calon presiden sing ora dadi (Ya sudah kalau tidak mau. Paling, nanti dia cuma jadi calon wakil presiden dari calon presiden yang tidak terpilih, red).”
Sebenarnya Habib Ja’far menghendaki agar tanggapan beliau itu disampaikan sekalian sebelum kami berpisah.
Namun, saya tak punya nyali sehingga cukup saya ungkapkan ke Mas Bambang. Raut wajah Mas Bambang tampak begitu masygul. “Ya sudah lah Pak Bupati, yang penting kita sudah berikhtiar. Hasilnya bagaimana, kita lihat saja nantinya,” kata Mas Bambang saat salaman sebelum memasuki mobil mewahnya. (*/Ditulis Kholiq Arif mantan Bupati Wonosobo, cerita pribadi 12 tahun silam).