Sesuai dengan komitmen yang diungkapkan saat pertemuan dengan Majelis Ulama Indonesia, PT Pharos Indonesia melakukan pemusnahan terhadap 30 ton Viostin DS. Pemusnahan disaksikan langsung oleh Direktur Komunikasi Korporasi PT Pharos Indonesia, Ida Nurtika.
Usai pemusnahan, Ida mengungkapkan kesedihannya karena harus menyaksikan semua produk Viostin DS dihancurkan. Dia mengakui tidak semua produk mengandung DNA babi.
“Sedih ya, karena yang tercemar kan hanya beberapa batch (nomor produksi) saja, tapi harus dihancurkan semuanya,” ujar Ida saat konferensi pers di PT PPLi sebagai perusahaan pengolahan limbah industri, Kamis (8/2)
Ida mengatakan, inilah bentuk keseriusan produsen Viostin DS untuk menarik peredaran obat tersebut dan menghancurkannya. Dia mengungkapkan, pada saat produk divonis mengandung DNA babi, PT Pharos langsung membentuk tim tarik di seluruh Indonesia.
Pemusnahan 30 ton produk Viostin DS juga disaksikan oleh perwakilan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI. Pemusnahan produk Viostin DS akan berlangsung selama dua hari.
Sebelumnya BPOM merilis surat edaran hasil pengujian sample suplemen makanan. Dari hasil uji sample tersebut, dipastikan adanya pelanggaran pada produk Viostin DS dan Enzyplex yang mengandung DNA babi.
Kepala Badan POM RI, Penny K Lukito mengatakan, dalam kasus temuan DNA babi dalam Viostin DS dan Enzyplex mengindikasikan adanya ketidakkonsistenan informasi data pre market dengan hasil post market. Menurutnya, data yang diterima oleh Badan POM tidak sesuai pada saat izin pendaftaran.
“Hasil dari pengujian pada pengawasan post market menunjukkan postif DNA babi, sementara data yang diserahkan dan lulus evaluasi Badan POM RI pada saat pendaftaran produk menggunakan bahan baku bersumber sapi,” katanya saat Konferensi Pers Badan POM RI, di Gedung Aula C, Jakarta Pusat, awal pekan lalu.
Dalam pengembangan kasus tersebut, dijelaskan Penny, BPOM telah memberikan sanksi peringatan keras kepada PT Pharos Indonesia dan PT Mediafarma Laborateries dan memerintahkan untuk menarik kedua produk tersebut dari peredaran serta menghentikan proses produksi.
“Untuk itu Badan POM RI telah mencabut nomor izin edar kedua produk tersebut,” ungkapnya.
BPOM, lanjut Penny, terus mengupayakan perbaikan sistem dan terus meningkatkan kinerjanya dalam melakukan pengawasan obat dan makanan untuk memastikan produk yang dikonsumsi oleh masyarakat. Sebab, produk tersebut dikatakannya, harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu.
Terakhir, Peny menegaskan, apabila masyarakat masih menemukan produk Visotin dan Enzyplex di peredaran, agar segera melaporkan kepada Badan POM RI. (ist)