Persona, Kumpulan Cerpen Alumnus Sastra Indonesia Unair
PERISTIWA SENI BUDAYA

Persona, Kumpulan Cerpen Alumnus Sastra Indonesia Unair

Penyesalan dalam kehidupan sering menjadi momok tersendiri dalam angan seseorang. Hal itu menjadi pokok acuan yang mencambuk dua alumnus Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Airlangga dalam mencetuskan karya terbarunya.

Mereka adalah Nita Puspita Sari dan Arga Dara Ramadhani, alumnus Sasindo angkatan 2016 yang belum lama ini menerbitkan kumpulan cerita pendek berjudul ‘Persona’.

Alasan keduanya menulis buku tersebut adalah tak lain sebagai lorong kisah pengingat perjuangan hidup yang selama ini telah di laluinya, pahit, manis, terang, dan kelamnya jalan yang dilalui menjadi energi dalam bertahan.

Nita –sapaan akrabnya– mengungkapkan jika buku tersebut mulai disusun selepas sidang skripsi pada awal 2020 lalu. Bersama sahabatnya, Arga Dara atau yang biasa dipanggil Adara, Nita mulai meramu ide, gagasan, serta arus dimensi cerita guna dituangkan menjadi sebuah karya sastra.

“Kami memiliki kegelisahan yang sama, penyesalan akan penyia-nyiaan kesempatan dalam waktu. Berangkat dari hal itu, kami ingin menumbuhkan kesiapsiagaan dalam menerjang derasnya arus kehidupan ini,” ungkap Nita, pekan lalu.

Dalam buku tersebut, lanjut Nita, kegelisahan dipoles sebegitu ciamik sehingga menjadi acuan semangat para tokoh yang dihadirkan dalam ‘Persona’. Beragam emosi dari dua kepala penulis itulah yang kemudian menjadi cerita menarik di dalamnya.

Selanjutnya, narasi upaya-upaya penerimaan diri sendiri ‘menerima aku dalam diriku’ ataupun ‘aku dalam dirimu’ serta hal-hal baik yang dilalui manusia, dan juga hal-hal yang tidak baik. Dari hal tersebut, Nita dan Adara membangun siasat pengevaluasian mutlak agar meminimalisir pengulangan kesalahan di masa depan.

“Buku ini tidak menyangkut genre tertentu, karena di dalamnya mencampurkan genre seperti abstrak, realis, sosialis, dan hyperealis. Kami mencoba mengangkat hal yang tabu jika ditulis oleh penulis muda. Hal ini berkaitan erat dengan era sastra saat ini,” tandasnya.

“Alur penceritaan dibangun atas ketidaksiapan dalam membangun jalan alternatif sebab tak menemui jalan utama. Latar suasana dimana optimisme dan kesungguhan kontra atas jiwa yang membantu dapat terus mengembara,” tambahnya.

Sementara itu, Adara menambahkan bahwa ada satu hal yang tidak bisa ditampik tentang sastra, yaitu fakta bahwa sastra lekat dengan kehidupan.

Bagi Adara, penciptaan cerpen pada khususnya pembuatan karakter atau tokoh yang berasal dari kehidupan sehari-hari, entah itu dari diri-sendiri, teman, orang lain, ataupun segala hal yang yang bisa diterapkan dalam sebuah karya.

“Terima kasih pada usangnya ingatan, topeng terbaik pengalaman, dan perwujudan waktu dalam kehidupan, serta dosa-dosa, inilah wujud peleburannya ‘Persona’,” pungkasnya. (ita)