Perlindungan Asuransi 4.334 Aset Negara
PEMERINTAHAN PERISTIWA

Perlindungan Asuransi 4.334 Aset Negara

Saat ini baru 51 dari 84 kementerian/lembaga yang mengasuransikan aset bangunannya. Ketika terbakar tahun lalu, bangunan Kejaksaan Agung belum diasuransikan. Lapas Tangerang juga belum diasuransikan.

Wujudnya bisa sebagai tower gedung perkantoran, bangunan sekolah, atau rumah sakit. Semuanya berstatus sebagai aset barang milik negara (BMN). Namun, dalam pengadministrasiannya masing-masing disebut sebagai nomor urut pendaftaran (NUP). Memasuki September 2021, tercatat ada 4.334 NUP yang telah diasuransikan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Seluruh NUP itu berasal dari 51 kementerian dan lembaga (K/L) negara. Nilai premi yang dibayar oleh Kemenkeu ke konsorsium asuransi sebesar Rp49,13 miliar untuk masa satu tahun, terhitung per 31 Agustus 2021.

Adapun total nilai pertanggungan dari seluruh aset itu Rp32,41 triliun. Asuransi BMN merupakan upaya pemerintah menyediakan dana cepat untuk penanggulangan dampak bencana pada BMN.

“Saat ini, Kemenkeu sedang menyiapkan langkah-langkah strategis terkait perkembangan asuransi BMN. Utamanya, implementasi pengasuransian di seluruh K/L, persiapan perluasan objek asuransi BMN dan persiapan integrasi pooling fund dana bencana sebagai sumber pendanaan bagi asuransi BMN,” demikian keterangan tertulis Kemenkeu yang dibagikan ke pers, beberapa waktu lalu.

Satu tahap penting pada awal pelaksanaan pooling fund bencana yakni terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) nomor 75 tahun 2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana. Mengacu kepada Perpres 75/2021 tersebut, dana dari klaim asuransi menjadi salah satu sumber untuk dana bersama penanggulangan bencana.

Disebutkan di dalam perpres tersebut, dana bersama bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dan sumber lainnya yang sah.

Contohnya, ialah penerimaan pembayaran klaim asuransi dan/atau asuransi syariah, hasil investasi dana yang dikelola, hibah yang diterima unit pengelola dana di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, hasil kerja sama dengan pihak lain dan dana perwalian.

Dana bersama itu ditujukan guna mendukung dan melengkapi ketersediaan dana penanggulangan bencana dalam jumlah yang memadai, tepat waktu, tepat sasaran, terencana, serta berkelanjutan, dan dilakukan secara berdaya guna (efisien), berhasil guna (efektif), dapat dipertanggungjawabkan (akuntabel).

Dana bersama penanggulangan bencana tersebut akan dikelola oleh unit pengelola dana yang bisa berbentuk badan layanan umum (BLU), di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Unit pengelola dana dapat mengembangkan pengelolaan dana dalam bentuk investasi jangka pendek dan jangka panjang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun terhadap penyelenggaraan asuransi BMN, dengan terbitnya Perpres nomor 75 tahun 2021 itu akan terjadi perubahan dalam proses bisnisnya, yakni terkait penganggaran, pengadaan, dan klaim akan dilaksanakan oleh unit pengelola dana. Adapun tahap perencanaan dan penetapan asuransi BMN tetap dilakukan oleh K/L. Sebelumnya, seluruh proses bisnis dilakukan oleh K/L.

Dengan skema baru ini, tentunya akan berdampak terhadap industri asuransi, yakni akan mempermudah proses bisnis. Asuransi yang semula melayani 51 K/L menjadi hanya satu konsumen baik pada proses pengadaan maupun klaim. Pada sisi yang lain, industri asuransi perlu melakukan peningkatan kapasitas mengingat nantinya K/L akan mengasuransikan semua BMN yang memenuhi persyaratan.

Direktur Barang Milik Negara Kemenkeu Encep Sudarwan mengatakan, dengan 51 K/L masuk asuransi, masih ada 33 yang belum tercakup. “Yang 33 K/L sisanya itu akan kami kejar sampai akhir tahun. Itu target kami,” ujarnya dalam diskusi virtual bersama Direktoral Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), pekan lalu.

Menurut Encep, alasan kementerian/lembaga yang belum mengasuransikan BMN-nya ialah karena keterbatasan anggaran. Encep mengatakan, pihaknya turut mendorong agar kementerian/lembaga segera mengasuransikan BMN, setidaknya bangunan yang utama terlebih dahulu. Encep memahami untuk memulai asuransi BMN itu ternyata tidak mudah.

Ada tahap yang harus dilewati, antara lain, menyediakan data awal dan perlu adanya pemahaman yang lebih terkait asuransi tersebut.

“Untuk mengasuransikan BMN tak harus semua, sekaligus. Mungkin bangunan-bangunan strategis dulu, atau bangunan utama dulu, yang harus kita lindungi. Tidak perlu semuanya dalam satu tahun, karena melihat anggaran yang kemarin terdapat yang refocusing,” kata Encep.

Lebih jauh, menurut Encep Sudarwan, terdapat dua objek asuransi BMN. Pertama, berupa gedung dan bangunan dengan kriteria mempunyai dampak terhadap pelayanan umum apabila rusak atau hilang, dan menunjang kelancaran tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan. Kedua, BMN yang berupa sarana dan prasarana penunjang, antara lain, komponen struktural, mekanikal, elektrikal, dan tata ruang luar.

Sebanyak 51 kementerian/lembaga yang sudah mengikuti asuransi BMN di 2021, yaitu Kementerian Keuangan, DPR-RI, DPD-RI, Badan Inteljen Negara (BIN), Kementerian ESDM, Kementerian Parekraf, Kemendagri, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Perhubungan, dan sejumlah lainnya.

Asuransi BMN ini adalah hal yang masih baru di Indonesia, yang dimulai sejak 2018. Pada 2019, baru ada 1.360 barang milik negara yang masuk ke NUP asuransi, dengan nilai pertanggunggan Rp10,84 triliun. Pada 2020, NUP-nya naik menjadi 2.112 unit BMN, dari 41 unit K/L, dengan nilai total pertanggungan Rp17,07 triliun. Pada 2021, objek asuransi naik menjadi 51 K/L dengan 4.334 BMN dan nilai pertanggungan Rp32,41 triliun.

Jasa asuransi ini dilayani oleh satu konsorsium yang terdiri dari 50 perusahaan asuransi dan enam perusahaan reasuransi. Mereka akan memberikan perlindungan kepada aset negara atas ancaman banjir, kebakaran, atau gempa bumi. Bahaya kebakaran sering terjadi atas bangunan pemerintah.

Lebih setahun lalu gedung Kejaksaan Agung di Jakarta terbakar. Kerugian gedung (tidak termasuk isinya) sekitar Rp166 miliar. Tak ada asuransi. Kejaksaan Agung baru mengasuransikan asetnya pada 2021. Rabu (8/9/2021) dini hari, Lapas Kelas I Tangerang terbakar, sebanyak 44 orang tewas. Kementerian Hukum dan HAM kebetulan belum termasuk dalam 51 K/L yang ikut program asuransi aset. (indonesia.go.id)