Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai mengalami defisit di bulan Mei 2024 sebesar Rp21,8 triliun. Sedangkan keseimbangan primer tercatat masih surplus Rp184,2 triliun.
Defisit APBN terjadi karena belanja negara yang mulai meningkat lebih cepat dibandingkan pendapatan negara. Realisasi belanja negara hingga Mei 2024 tercatat sebesar Rp1.145,3 triliun, sedangkan pendapatan negara mencapai Rp1.123,5 triliun.
“Defisit APBN sebesar 21,8 triliun sekitar 0,1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Secara tahunan belanja negara tumbuh tinggi 14 persen di bulan Mei, sedangkan penerimaan negara melambat 7,1 persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati keterangan pers APBN Kita, Kamis (27/06).
Menurut Menkeu, risiko global harus diwaspadai karena masih menunjukkan dinamika dan risiko yang sangat tinggi. Imbasnya dalam bentuk sentimen dan kepercayaan (confidence) yang bisa mempengaruhi kinerja perekonomian domestik dan realisasi APBN.
“Di tengah situasi global yang dinamis dan risiko yang masih sangat tinggi, APBN akan dikelola secara hati-hati. Sehingga perekenomian tetap terjaga dari dampak rembetan yang terjadi di global,” ucap Menkeu.
Penurun pendapatan pada Mei 2024, dipengaruhi harga komoditas dan profitabilitas (tingkat keuntungan) perusahaan-perusahaan. Sedangkan belanja negara meningkat tajam karena adanya jadwal politik seperti pemilu, serta tugas APBN sebagai peredam syok (shock Absorber),” ujar Menkeu menutup keterangannya. (rri)