Pengakuan Unesco untuk Cagar Biosfer
JALAN-JALAN PERISTIWA

Pengakuan Unesco untuk Cagar Biosfer

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan flora dan fauna yang sangat melimpah. Kekayaan itu tumbuh dan berkembang dalam ekosistem yang beraneka rupa. Tidak heran bila kemudian Indonesia disebut sebagai negara dengan megabiodiversitas dunia.

Sebagai bagian dari warga dunia, negara ini memiliki tanggung jawab untuk menjaganya, yakni melestarikan lingkungan dan alamnya dari perusakan dan eksploitasi berlebihan.

Salah satu langkah yang dilakukan untuk mencegah perusakan tersebut adalah dengan memasukkan wilayah-wilayah konservasi penting ke dalam program cagar biosfer atau yang juga dikenal sebagai biosphere reserves.

Kali ini, Indonesia patut kembali berbangga. Apa pasal? Ya, Badan Dunia The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco) melalui International Coordinating Council Man and The Biosphere (ICC MAB) dalam sidangnya yang ke-32, pada Rabu (29/10/2020), baru saja menetapkan tiga cagar biosfer baru Indonesia.

Luas ketiga cagar biosfer baru itu mencapai total 2.23 juta ha yang dikukuhkan oleh sidang ICC MAB di Paris, Prancis. Berbeda dengan sidang-sidang sebelumnya, sidang kali ini diselenggarakan secara daring.

Namun, hasil keputusannya tetap berkualitas dan sangat membanggakan Indonesia. Penetapan Unesco terhadap tiga cagar biosfer Indonesia itu, masing-masing Bunaken Tangkoko Minahasa (746.412 ha), Karimunjawa Jepara Muria (1.23 juta ha), dan Merapi Merbabu Menoreh (254.876 ha).

Dengan bertambahnya tiga cagar biosfer, seperti disampaikan Direktur Eksekutif Komite Nasional Program MAB Indonesia-Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) Y Purwanto, dalam siaran persnya belum lama ini, Indonesia kini memiliki 19 cagar biosfer seluas 29.9 juta ha yang menjadi bagian dari World Network of Biosphere Reserves (WNBR).

“Dari total luas kawasan cagar biosfer yang dimiliki Indonesia tersebut, luas kawasan konservasi yang menjadi core area/area inti cagar biosfer adalah 5.26 juta ha atau > 20% dari total luas kawasan cagar biosfer yang ada,” kata Purwanto.

Khusus konsep cagar biosfer, Unesco menggagasnya sejak 1971. Konsep cagar biosfer ini adalah mengelola suatu kawasan yang ditujukan untuk mengharmonikan antara kebutuhan konservasi keanekaragaman hayati-sosial-ekonomi yang berkelanjutan dan dukungan logistik yang cukup.

Kawasan konservasi merupakan core area-nya. Selain Indonesia dengan 19 cagar biosfernya, cagar biosfer di dunia telah mencapai 714 yang tersebar di 129 negara.

“Pembangunan dan pengembangan cagar biosfer Indonesia dapat menjadi sarana untuk melaksanakan komitmen bangsa Indonesia dalam melaksanakan berbagai konvensi terkait dengan lingkungan hidup, keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim,” ujar Purwanto.

Indonesia termasuk memiliki cagar biosfer yang terluas di dunia. Dari luasnya, peran Indonesia sangat penting untuk tetap terjaganya keberlanjutan keanakeragaman hayati dan pembangunan berkelanjutan dunia. Beberapa cagar biosfer Indonesia, antara lain:

Gunung Leuser
Taman Nasional Gunung Leuser biasa disingkat TNGL adalah salah satu Kawasan Pelestarian Alam di Indonesia seluas 1,09 juta ha yang secara administrasi pemerintahan terletak di dua Provinsi Aceh dan Sumatra Utara. Taman Nasional ini telah menjadi cagar biosfer sejak 1981, Cagar Biosfer Gunung Leuser sendiri memiliki kawasan inti seluas 792.675 ha yang ditetapkan pada 1980.

Pulau Siberut
Cagar Biosfer Siberut terdapat di Taman Nasional Siberut (Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat) dengan kawasan inti seluas 190.500 ha yang ditetapkan pada 1993. Di Pulau Siberut tercatat, antara lain, 896 spesies tumbuhan berkayu, 31 spesies mamalia, dan 134 spesies burung.

Lore Lindu
Terletak di provinsi Sulawesi Tengah dan salah satu lokasi perlindungan hayati Sulawesi. Ditunjuk sebagai cagar biosfer pada 1977 dan menjadi bagian dari Taman Nasional Lore Lindu (Sulawesi Tengah) dengan kawasan inti seluas 229.000 ha. Kawasan ini merupakan habitat mamalia asli terbesar di Sulawesi, seperti anoa dan babirusa.

Pulau Komodo, Labuan Bajo
Meski Taman Nasional Komodo baru diresmikan sebagai situs warisan dunia pada 1991, wilayah kepulauan komodo telah ditunjuk sebagai wilayah cagar biosfer sejak 1977. Cagar Biosfer Komodo ini menjadi bagian dari Taman Nasional Komodo (Nusa Tenggara Timur) dengan kawasan inti seluas 173.300 ha yang ditetapkan pada 1990.

Gunung Gede Pangrango
Cagar Biosfer Cibodas ditetapkan pada 1977. Saat ini, zona intinya adalah kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango seluas 22.851 hektar. Cagar Biosfer Cibodas terletak di Jawa Barat meliputi wilayah Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Wilayah ini menjadi habitat lindung dari satwa endemik, seperti elang jawa dan owa jawa.

Tanjung Puting
Cagar Biosfer Tanjung Puting ditetapkan pada 1977, dan kemudian di 1982 zona intinya ditetapkan sebagai Taman Nasional Tanjung Puting. Cagar biosfer ini terletak di Provinsi Kalimantan Tengah yang meliputi Kabupaten Kotawaringin. Kawasan ini merupakan kediaman orang utan, bahkan saat ini menjadi pusat rehabilitasi orang utan terbesar di dunia. Beberapa di antaranya adalah Tanjung Harapan, Pondok Tanggui, dan Camp Leakey.

Giam Siak
Wilayah Giam Siak Kecil-Bukit Batu ditetapkan sebagai cagar biosfer pada 2009. Kawasan ini terbilang paling menarik karena memiliki zona inti berupa taman nasional, sehingga berbeda dari cagar biosfer lainnya yang umumnya memiliki zona inti berada di dalam taman nasional.

Taman Laut Wakatobi
Yang satu ini merupakan cagar biosfer laut yang miliki Indonesia. Taman Laut Wakatobi baru ditetapkan pada 2012 dengan zona inti cagar adalah kawasan Taman Nasional Wakatobi, yang telah ditetapkan sebagai taman nasional pada 1996 dan memiliki luas 1.390.000 hektar. Kawasan ini terdiri dari 39 pulau, tiga gosong, serta lima atol, secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Bromo-Semeru-Tengger-Arjuno
Meski sudah ditetapkan sebagai Taman Nasional pada 1982, statusnya sebagai cagar biosfer baru diresmikan pada 2015. Di wilayah ini terdapat 137 spesies burung, 22 spesies mamalia, dan empat spesies reptil yang dilindungi. Termasuk juga flora ‘abadi’, edelweiss jawa.

Taka Bonerate
Taman Laut Taka Bonerate merupakan kawasan dengan atol terbesar ketiga di dunia. Luas total dari atol ini 220.000 hektare dengan sebaran terumbu karang mencapai 500 km yang terletak di di Kecamatan Takabonerate, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.

Blambangan
Cagas biosfer yang satu ini merupakan cagar biosfer yang terdiri dari tiga taman nasional, yakni Taman Nasional Alas Purwo, Taman Nasional Baluran, dan Taman Nasional Meru Betiri. Ketiganya berada di daerah tapal kuda Jember, Lumajang, Banyuwangi, Bondowoso, dan Situbondo Jawa Timur. Cagar biosfer yang diresmikan pada 2016 ini memiliki luas hingga mencapai 778.647 hektar.

Berbak Sembilang
Lokasi cagar biosfer ini berada di pesisir timur Pulau Sumatra yang terdiri dari Taman Nasional Berbak dan Taman Nasional Sembilang. Sebagian besar dari cagar biosfer ini merupakan tanah gambut dan hutan rawa-rawa dan muara sungai Musi. Cagar biosfer yang baru saja diresmikan itu memiliki luas mencapai 205.750 hektar.

Betung Kerihun Danau Sentarum Kapuas Hulu
Cagar biosfer terdiri dari dua taman nasional, yakni Taman Nasional Betung Kerihun dan Taman Nasional Danau Sentarum. Topografi dari cagar biosfer yang berada di Kalimantan Barat ini terdiri dari perbukitan hutan tropis yang banyak dihuni oleh flora dan fauna.

Rinjani-Lombok
Cagar biofer Rinjani menjadi cagar biosfer keempat yang meliputi wilayah gunung dan terletak di Nusa Tenggara Barat. Cagar biosfer ini terdiri dari berbagai macam vegetasi hutan, seperti hutan savana, gunung, dan hutan hujan dataran rendah. Sebagian besar wilayah ini masih berupa hutan sehingga memiliki banyak sekali keanekaragaman hayati. (indonesia.go.id)