Pemilihan Umum 2019 diperkirakan akan lebih rumit, kompleks, dan massal daripada pemilu yang lalu, karena akan dilaksanakan secara serentak mulai dari pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden maupun Wakil Presiden.
“Pemilu 2019 memang lebih rumit, lebih kompleks, lebih massal, dibandingkan pemilu yang lalu. Karena memang secara serentak akan dilaksanakan pemilihan anggota legislatif dan Presiden maupun Wakil Presiden,” ujar Menko Polhukam Wiranto usai melakukan video conference dalam rangka Operasi Kepolisian Terpusat Mantab Brata 2018 di Mabes Polri, Jakarta, Senin (24/9) siang.
Dalam pemilihan legislatif di tingkat pusat dan daerah misalnya, menurut Menko Polhukam, paling tidak akan ada 5 pilihan yang harus dilakukan oleh masyarakat, termasuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Jika dilihat bahwa kontestan yang terlibat yakni melibatkan para partai politik yang harus berkontestasi supaya eksis sebagai parpol dengan batas parliamentary threshold 4 persen.
Kalau sampai tidak lewat dari itu, dia akan tersingkir dari perpolitikan nasional karena itu parpol sendiri juga melaksanakan kontestasi.
Lalu perorangan, para calon legislatif di pusat maupun daerah juga melakukan kontestasi, termasuk DPD.
“Sehingga memang hiruk pikuk, memang akan banyak aktivitas yang harus diamankan atau diatur oleh penyelenggara pemilu dan aparat keamanan,” ujar Wiranto.
Oleh karena itu, lanjut Menko Polhukam, pemerintah akan coba mencari hal-hal yang cukup rawan dalam rapat koordinasi untuk diperbincangkan bersama, apakah dalam soal perhitungan, aktivitas di lapangan, dan sebagainya.
“Para pejabat tadi telah menyampaikan beberapa arahan, imbauan, dan penekanan pada para pemangku kepentingan di daerah,” ungkap Wiranto.
Hal terpenting yang diperlukan, menurut Menko Polhukam, adalah satu sinergi dan koordinasi hingga ke tingkat yang paling ujung, ke tingkat dimana di sana terjadi aktivitas masyarakat pemilih langsung memilih pilihan mereka.
Kemudian, diharapkan agar para petugas di lapangan baik di tingkat provinsi, kabupaten, kota sampai paling bawah mengenali tugas mereka masing-masing, dan tidak hanya itu tapi juga mengenali kemungkinan masalah yang akan muncul di daerah.
“Karena dari daftar indeks kerawanan pemilu yang sudah masuk ke kita tidak setiap daerah itu sama, masing-masing daerah secara spesifik punya masalah-masalah yang berbeda satu dengan yang lain, itu dikenali, dipahami betul, bahkan harus dicari jalan keluarnya,” ujar Wiranto.
Mantan Panglima ABRI tersebut menyampaikan bahwa pemerintah memiliki prinsip aksi pencegahan lebih baik daripada aksi mengatasi setelah terjadi masalah. Sehingga dengan demikian, lanjut Wiranto, tidak ada kerugian apa-apa karena sudah diatasi.
Kemudian, rapat tersebut juga mengharapkan agar mengajari masyarakat pemilih untuk menggunakan hak politiknya dengan baik dan tertib sesuai aturan yang berlaku, sesuai dengan hak-hak mereka.
Pemerintah berharap agar sedapat mungkin hindari money politics dan penggunaan politik identitas yang berhubungan dengan SARA.
Terakhir, lanjut Menko Polhukam, juga dibahas bagaimana kegiatan medsos (media sosial) karena perkembangan medsos saat ini juga sangat cepat sekali.
Jangan sampai medsos dijadikan ajang kampanye negatif, apakah hoax, hate speech, menyangkut masalah fitnah, mengkritisi satu dengan yang lain dengan cara-cara yang tidak senonoh dan sebagainya. “Kalau itu kita bisa cegah atau hindari, paling tidak kita bisa menghindari kerawanan-kerawanan pemilu yang nanti akan kita laksanakan,” pungkas Wiranto. (sak)