Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), Spudnik Sujono, menyatakan pemerintah mempercepat ekspor bawang merah ke sejumlah negara tetangga.
Itu merupakan solusi pemerintah atas keprihatinan atas harga lebih rendah dari batas bawah (floor price) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 27 Tahun 2017.
“Kami percepat ekspor bawang merah ke negara tentangga, karena produksi melimpah dan harga di tingkat petani jatuh. Ekspor kami lakukan secara masif. Sejak Januari hingga Agustus 2017, tercatat volume ekspor ke negara tetangga mencapai 1.782 ton,” ujarnya di Jakarta, Rabu (18/10).
Spudnik menambahkan, dalam tempo tiga bulan medio Agustus-Oktober, Kementan telah melakukan ekspor sampai empat kali. Pertama, ekspor bawang merah dari Brebes, Jawa Tengah, 18 Agustus, sebanyak 500 ton dari target 5.600 ton ke Thailand. Dilanjutkan ekspor dari Surabaya, Jawa Timur, 28 Agustus, sebanyak 247,5 ton ke Singapura.
Ketiga, peluncuran ekspor di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Motamasin, Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), 12 Oktober, ke Timor Leste sebanyak 30 ton dari target 200 ton. Terakhir, ekspor sebanyak 45 ton dari rencana 180 ton ke Vietnam dari Enrekang, Sulawesi Selatan.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Karantina Kementan, ekspor bawang merah dark pintu pengeluaran di Cirebon, Jabar, per 29 Juli-11 Oktober 2017 mencapai 1.151 ton dengan tujuan Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Singapura. Sedangkan dari pintu keluar Tanjung Perak Surabaya, Jatim, sebanyak 1.731 ton dengan tujuan Malaysia, Thailand, Singapura, dan Vietnam.
“Kami masih akan terus menambah daftar ekspor lainnya sebagai upaya memperluas pasar dan stabilisasi harga dalam negeri. Karena bagi kami, kesedihan petani karena rendahnya harga bawang merah, juga menjadi kesedihan kami,” ungkap peraih tanda kehormatan Satyalancana Karya Satya XX ini.
Tata Niaga Baru
Pemerintah, ucap Spudnik, pun telah dan terus menginisiasi tumbuh kembangnya industri olahan kecil hingga menengah serta mendorong industri besar, agar mampu menyerap produksi bawang merah.
Menurutnya, sekarang momentum tepat untuk mentransformasi agribisnis bawang merah nasional guna menjadikan Indonesia sebagai pemain kunci di kancah global melalui penetrasi produk segar dan olahan ke berbagai negara.
“Diversifikasi produk olahan bawang merah berstandar internasional perlu diwujudkan melalui sinergi peran pemerintah dan dunia usaha,” kata peraih gelar doktor dari Universitas Brawijaya (UB) Malang itu.
Spudnik menerangkan, produksi yang melimpah, efisiensi rantai distribusi, luasnya akses pasar, dan diversifikasi produk kian baik, menjadi pemicu akselerasi peningkatan daya saing bawang merah dan keseimbangan tata niaga baru, di mana petani menjadi pemain utama sekaligus menikmati harga berkeadilan.
“Pemerintah akan tetap hadir mendampingi petani dalam menghadapi gejolak harga bawang merah, sehingga dampak yang muncul dapat ditekan,” tegasnya.
Pemerintah, lanjut Spudnik, akan terus mendorong Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait, agar segera menyerap bawang merah di wilayah sentra dengan harga wajar.
Kemudian, didistribusikan ke daerah yang harga bawang merahnya tinggi di pasaran sesuai mekanisme berlaku. Penyerapan oleh industri makanan dan olahan pun bakal terus didorong untuk akselerasi normalisasi harga.
“Kami optimis, melalui berbagai bentuk intervensi pemerintah ini, mampu menstabilkan harga di seluruh wilayah Indonesia,” yakinnya.
Meski demikian, Spudnik mendorong seluruh pihak turut menjaga stabilitas pasokan dan harga bawang merah di tingkat nasional serta terus menjaring peran aktif dunia usaha di bawah koordinasi kementerian dan lembaga terkait. (sak)