Kementerian Perindustrian berkomitmen untuk terus mengembangkan teknologi yang dibutuhkan oleh industri nasional dalam rangka menghadapi era digital saat ini.
Langkah strategis yang dilakukan, antara lain melalui kerja sama antara lembaga penelitian dan pengembangan yang berada di bawah pembinaan Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) dengan beberapa perusahaan rintisan (startup).
“Kolaborasi lembaga litbang dan startup menjadi kata kunci agar talenta-talenta muda yang merupakan aset bangsa mendapatkan kesempatan untuk masuk dalam global value chain dan mampu bersaing di tingkat internasional,” kata Kepala BPPI Ngakan Timur Antara melalui rilis Kemenperin di Jakarta, Kamis (15/2).
Menurut Ngakan, pihaknya senantiasa mendorong pengembangan startup dalam negeri terutama yang mendukung sektor industri digital. “Mereka bisa memperoleh akses terhadap sumber daya yang dimiliki oleh Kemenperin,” ujarnya.
Ngakan menyampaikan, dirinya sempat mengunjungi DTECH Engineering di Salatiga, Jawa Tengah, dan memberikan apresiasi kepada startup yang didirikan oleh Arfian Fuadi tersebut.
Perusahaan rintisan ini telah mengerjakan desain untuk ratusan proyek dari perusahaan kelas dunia, mulai dari ultra light aircraft, pulpen, jembatan, chasis mobil, jet engine bracket design, dan jet engine inspection design.
Untuk itu, Kemenperin berupaya menggandeng DTECH Engineering agar berkolaborasi dengan Balai Besar Logam dan Mesin (BBLM) di Bandung, Jawa Barat. BBLM sebagai lembaga litbang di bawah BPPI Kemenperin yang telah berpengalaman mengembangkan berbagai desain produk seperti corn combine harvester, track link tank, landing gear pesawat dan sebagainya.
Selain itu, BBLM memiliki kemampuan dalam membina wirausaha baru di bidang teknik desain dan manufaktur. “BBLM siap untuk bekerja sama dalam hal peningkatan kompetensi sumber daya manusia industri maupun sinergi penggunaan sarana litbang,” lanjut Ngakan.
Model kolaborasi yang perlu dikembangkan, menurutnya, akan mengikuti perubahan teknologi yang tengah berkembang pesat. Misalnya, BPPI Kemenperin sedang merancang roadmap atau peta jalan Industry 4.0, di mana Internet of Things (IoT), automation dan big data menjadi ciri dalam teknologi revolusi industri keempat tersebut.
“Oleh karena itu, peran 24 Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang terdiri dari Balai Besar, Balai Riset dan Standardisasi Industri, Balai Sertifikasi Industri serta Balai Pengembangan Produk dan Standardisasi Industri yang tersebar di 17 Provinsi, harus terus dioptimalkan untuk mendukung penerapan peta jalan tersebut,” papar Ngakan.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto ketika menghadiri World Economic Forum 2018 di Davos, Swiss, beberapa waktu lalu menyatakan, Pemerintah Indonesia tengah fokus menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak untuk bersinergi menumbuhkan startup yang bisa menjadi unicorn di Indonesia. “Jadi, ada program link and match untuk entrepreneur dengan startup,” jelasnya.
Mengenai pengembangan inovasi di Indonesia dalam menghadapi Industry 4.0, Menperin memaparkan, sistem revolusi industri keempat ini telah berjalan di sejumlah manufaktur nasional skala besar seperti sektor otomotif serta makanan dan minuman. “Untuk kelas industri kecil dan menengah (IKM), kami telah meluncurkan program e-Smart IKM,” ungkapnya.
Pemerintah memproyeksikan Indonesia akan menjadi negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020 dengan menargetkan 1000 technopreneur, valuasi bisnis mencapai 100 miliar dolar AS, dan total nilai e-commerce sebesar 130 miliar dolar AS. “Backbone-nya research center yang aplikatif, seperti Techno Park,” ujar Airlangga.
Menperin meyakini, dengan jumlah populasi yang sangat besar, Indonesia menyimpan potensi ekonomi digital di masa yang akan datang seiring berkembangnya teknologi dan media sosial. Misalnya penetrasi pengguna internet di Indonesia mencapai 133 juta jiwa atau sekitar 50 persen dari total populasi.
Selanjutnya, pengguna aktif media sosial mencapai 115 juta jiwa atau sekitar 44 persen dari total populasi. Penggunaan smartphone juga sudah mencapai 371 juta atau 141 persen dari total populasi. Artinya, sebagian orang yang menggunakan smartphone berjumlah lebih dari satu unit. (ist)