Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispursip), terus melakukan observasi mendalam untuk menggali nilai-nilai sejarah keberadaan Benteng Kedung Cowek.
Bahkan, dalam menggali informasi, Pemkot menggandeng komunitas pemerhati sejarah agar bisa didapatkan data yang akurat.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispursip) Kota Surabaya Musdiq Ali Suhudi mengatakan, Kota Surabaya tumbuh dan berkembang tidak dengan sendirinya, pastinya tidak lepas dari masa lalu dan sejarah.
Terkait dengan adanya benteng ini, salah satu hal yang menunjukkan masyarakat Surabaya bertempur melawan penjajah. “Keberadaan benteng yang berada di pesisir laut, mencerminkan Surabaya selain dikenal sebagai Kota Pahlawan juga maritim (kelautan),” kata dia, Rabu (01/08).
Disampaikan Musdiq, terkait dengan perkembangan ke depan, benteng kedung cowek bisa menjadi salah satu spot destinasi wisata yang unik. Yakni, perpaduan antara wisata dan sejarah.
Bahkan menurutnya, Benteng Kedung Cowek ini bisa menjadi salah satu dari rangkaian wisata Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya).
Mulai dari timur yakni, Mangrove Gunung Anyar, Mangrove Wonorejo, Pantai Ria Kenjeran, THP Kenjeran, Jembatan Suroboyo, Sentra Ikan Bulak, Cable Card, Lapangan Tembak, Benteng Kedung Cowek dan megastruktur Jembatan Suromadu.
“Kalau obyek-obyek ini bisa saling diintegrasikan, ini akan menjadi salah satu obyek wisata yang kompleks dan orang yang berkunjung ke Surabaya akan mengalami irama yang berbeda-beda,” terangnya.
Menurut Musdiq, dari seluruh obyek tersebut, memang yang perlu penanganan khusus adalah benteng. Karena kondisinya sebagian besar masih tertutup dengan pepohonan.
Selain keberadaan benteng, di area ini juga terdapat sebuah sumber air yang menjadi salah satu bukti otentik digunakannya benteng pada peristiwa perang 10 November.
“Nanti mungkin kedepan akan kita koordinasikan bagaimana benteng ini bisa menjadi obyek wisata yang menarik,” imbuhnya.
Penggalian informasi benteng tidak hanya di lokasi, bahkan Dispursip juga menelusuri beberapa tempat yang ada kaitannya dengan Benteng Kedung Cowek. Kendati demikian, Dispursip masih terus melakukan penelusuran peta yang lama. Pastinya, kata Musdiq, keberadaaan benteng ini ada rangkaiannya dengan bangunan-bangunan di lokasi lain.
“Ini akan kita coba telusuri lebih lanjut, agar obyek ini betul-betul lengkaplah kalau kita pasarkan menjadi sebuah destinasi wisata,” ujar mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya ini.
Sementara itu, salah satu pendiri komunitas pemerhati sejarah, Roode Brug Soerabaia, Ady Setyawan mengungkapkan Benteng Kedung Cowek ini punya peranan penting dalam peristiwa pertempuran 10 November 1945.
Bukti begitu dahsyatnya pertempuran Surabaya masih terlihat jelas dari bekas bangunan benteng yang rusak imbas dari tembakan senjata. Bahkan dari hasil penelusuran di lokasi, ditemukan beberapa peluru yang masih bersarang di tembok benteng.
“Benteng ini pada perang 10 November, digunakan oleh bekas pasukan Heiho bentukan Jepang, merupakan orang-orang yang berasal dari Sumatera,” ungkap pria yang pernah menulis buku benteng-benteng Surabaya ini.
Bekas pasukan Heiho ini, lanjut ia, sebelumnya bertempur di Pulau Morotai dengan kondisi kalah perang. Ketika pasukan ini sampai di Surabaya, oleh Kolonel Wiliater Hutagalung mereka diminta untuk kembali membantu melawan sekutu.
Dinilai dari sisi lain, benteng ini menjadi salah satu bukti kuat bahwa tahun 1945, rasa satu nusa, satu bangsa, untuk berjuang bersama mempertahankan Indonesia dari para penjajah sudah kuat.
“Tanpa memikirkan berasal dari suku mana, mereka rela berkorban ikut berjuang bertempur di Kota Surabaya,” imbuh Ady.
Ady menambahkan keberadaan dua aset besar di Surabaya, juga menjadi alasan kuat para pejuang dari seluruh pelosok nusantara rela mati-matian mempertahankan Kota Surabaya.
Dua aset tersebut yakni pelabuhan Surabaya, tempat akses keluar dua-pertiga pabrik gula terbesar se Jawa, dan yang kedua yakni keberadaan pangkalan angkatan laut terbesar se Hindia-Belanda.
“Dua aset itu yang menjadi alasan Surabaya dipertahankan oleh deretan perbentengan yang memanjang dari Surabaya, Gresik, dan Bangkalan. Benteng Kedung Cowek ini, yang paling besar dari deretan perbentengan itu,” pungkasnya. (ita)