Papua menjadi aset besar di bidang keanekaragaman hayati. Dalam jurnal Nature edisi 5 Agustus 2020,disebutkan terdapat 13.634 spesies flora tumbuh di Papua, di mana 1.000 jenis di antaranya merupakan endemik langka yang hampir punah. Tak hanya floranya, koleksi burung di tanah Papua pun begitu beragam.
Riset Avibase sebagai pusat data burung global mencatat ada 843 spesies burung menetap nyaman di pelukan Bumi Cenderawasih. Angka itu separuh dari total spesies burung di Indonesia atau sekitar 1.794 jenis, seperti dikutip dari data lembaga nirlaba, Burung Indonesia. Hasil ini berdasarkan hasil pemantauan pada tahun 2020.
Salah satu burung endemik asal Papua itu adalah Nuri Kabare. Nama ilmiahnya Psittrichas fulgidus. Nama ini disematkan oleh naturalis asal Prancis, Rene Primevere Lesson ketika melakukan perjalanan keliling dunia pada 1822-1825 dan singgah di Papua. Rene pula orang pertama yang juga menemukan burung cenderawasih (Paradisaea) di habitat aslinya. Ia sempat dibuat terkejut dengan penemuan Nuri Kabare karena secara morfologi mirip dengan Curica Urubu (Pyrilia vulturina) dari Brasil.
Uniknya Nuri Kabare
Bila umumnya burung jenis paruh bengkok (parrot) ini memiliki warna-warna cerah hijau, biru, merah terang, kuning atau campuran, maka tidak demikian dengan Nuri Kabare. Burung ini mempunyai ukuran tubuh terbesar di antara jenis nuri lainnya, panjangnya hampir mencapai 50 sentimeter dan bobotnya bisa mencapai 800 gram.
Fauna kelas aves ini penampilannya unik, bahkan cenderung berperawakan galak. Terdapat bulu tipis di sekitar kepalanya berwarna hitam pekat hingga ke bagian paruh bengkoknya, mengingatkan kita kepada perawakan burung elang. Karena itu ia kerap dijuluki sebagai nuri elang. Namun begitu, nuri yang satu ini bukan jenis burung pemangsa.
Mereka lebih doyan makan berbagai jenis biji-bijian, kacang-kacangan, dan buah-buahan. Terkadang mereka juga memakan bunga dan nektar serta berperan penting sebagai penyebar biji dan otomatis menambah jumlah pepohonan. Burung ini juga hobi mengonsumsi buah ara, semacam buah bergetah dari pegunungan di Papua dan itu membuat bulu bagian kepala nyaris botak karena berevolusi agar ara tidak menempel di bagian kepala.
Oh iya, bulu hitam Nuri yang dikenal juga sebagai Dracula Parrot atau nuri drakula itu telihat menguasai bagian leher hingga ke dada, dan bagian dorsal (punggung hingga ujung ekor). Sedangkan bulu pada perutnya berwarna merah hingga pangkal ekor dan sedikit di bagian sayap. Bulu burung jantan memiliki bentuk dan warna sama dengan betina, yang membedakan hanya pada bagian belakang mata. Pada burung jantan ada sedikit bulu berwarna merah, sedangkan betina tidak ada.
Seperti dikutip dari laman resmi Kebun Binatang Gembira Loka yang mengoleksi satwa ini, burung yang dikenal juga sebagai kasturi raja (Pesquet parrot) ini merupakan burung yang aktif di siang hari (diurnal), baik berpasangan atau di dalam kelompok terdiri dari 8-20 individu. Nuri unik ini sangat pelit mengeluarkan suara, kontras dengan nuri pada umumnya yang selalu bawel.
Organisasi perlindungan Nuri dunia, World Parrot Trust menggambarkan bahwa suara Nuri Kabare lebih mirip geraman yang serak. Ia lebih sering terlihat terbang sambil mengeluarkan suara seperti jeritan atau bertengger di dahan. Jangan salah, si drakula terbang ini adalah pemanjat ulung dengan gaya berjalan melompat seperti kanguru.
Mereka membangun sarang dengan melubangi pepohonan tinggi yang letaknya saling berdekatan. Di habitat aslinya, nuri kabare mendiami daerah hutan pegunungan di ketinggian 100-1.800 meter di atas permukaan laut. Mereka mampu menghasilkan 2-3 telur saat bereproduksi dan dapat bertahan hidup hingga usia 9 tahun.
Terancam punah
Keunikan burung inilah yang menyebabkan satwa ini menjadi buruan oknum tak bertanggung jawab. Perburuan besar-besaran di habitatnya karena adanya permintaan pasar untuk dijadikan satwa koleksi, di samping terjadinya pembalakan liar.
Hal lain yang menjadi ancaman kehidupan nuri kabare dan spesies burung lainnya adalah relasi sosial masyarakat setempat. Terutama suku-suku di pedalaman Papua yang memanfaatkan burung sebagai ornamen adat pada ikat kepala dan pakaian serta bentuk-bentuk lainnya.
Di habitatnya, mengutip data Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua, saat ini populasi nuri kabare di alam liar tak lebih dari 21 ribu ekor. Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 20 tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi memasukkannya sebagai burung yang perlu dilindungi. Dalam permen tersebut, nuri kabare dimasukkan dalam daftar hewan dilindungi nomor 588.
Konservasi Ex Situ
Status dilindungi pun disematkan oleh dua lembaga konservasi dunia. Konvensi Perdagangan Internasional Tubuhan dan Satwa Liar atau CITES menempatkan nuri kabare dalam daftar Appendiks II. Artinya, nuri kabare belum dianggap terancam punah dan dapat terancam jika perburuan dan perdagangan besar-besaran terus dilakukan tanpa upaya pencegahannya.
Sedangkan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) memasukkannya ke dalam Daftar Merah (Redlist) kategori Rentan (Vulnerable) sejak 1 Oktober 2017. IUCN memprediksi terdapat sekitar 20 ribu-40 ribu ekor nuri kabare di Pulau Papua dan penyebarannya sebagian besar di Fakfak, Kumawa, dan Cyclops dalam area seluas 689 ribu kilometer persegi. Mereka mencantumkan tren populasi nuri kabare dengan status “Decreasing”, artinya satwa ini akan semakin berkurang jumlahnya di habitatnya setiap saat.
Di Indonesia, sejumlah lembaga konservasi berupaya melakukan penangkaran nuri kabare di luar habitatnya atau ex situ. Misalnya Kebun Binatang Gembira Loka, Taman Satwa Lembah Hijau Lampung dan Taman Safari Indonesia (TSI). Seperti dikutip dari laman situs TSI disebutkan bahwa nuri elang yang mereka sapa kasturi raja berhasil menetaskan telurnya untuk pertama kali pada Maret 2020.
Pengelola TSI bahkan sampai harus membuatkan sarang tiruan berupa lubang sedalam 1-2 meter di pohon palem untuk induk nuri kabare mengeram dan menetaskan telur. “Ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi kami, apalagi ini keberhasilan konservasi satwa langka dan terancam punah,” kata pemilik TSI Group Tony Sumampau seperti diberitakan Antara, 8 Desember 2020.
Peneliti burung dari Zological Society San Diego, Pat Witman dalam sebuah penelitiannya, Januari 1998 silam menyebutkan, upaya konservasi ex situ nuri kabare secara global sudah lama dilakukan, sejak sekitar era 1980-an. Nuri nazar telah lama menjadi penghuni kebun binatang Bronx di New York, Miami, San Diego, Los Angeles, dan Houston yang semuanya berada di Amerika Serikat.
Di Spanyol, Nuri Kabare sukses ditangkarkan di Kebun Binatang Loro Parque di Puerto de la Cruz yang berada di Pulau Tenerife dan Palmitos Park, Kepulauan Canary. Di Asia Tenggara, Jurong Bird Park Singapura merupakan konservasi ex situ paling sukses menangkarkan nuri kabare ini.
Keberhasilan upaya konservasi ex situ nuri kabare merupakan salah satu cara menyelamatkan dan melindungi satwa endemik Papua tersebut dari ancaman kepunahan di masa depan. (indonesia.go.id)