Menjaga Laju Inflasi Terkendali
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Menjaga Laju Inflasi Terkendali

Perkembangan ekonomi nasional menuju di akhir 2023 yang masih di jalurnya, patutlah dijaga, termasuk salah satunya laju inflasi. Negara ini tentu dituntut agar inflasi tetap terkendali, bahkan turun.

Bagi pemerintah, tetap terjaganya laju inflasi, tidak menanjak, tentu menjadi perhatian khusus. Meskipun, tantangannya tidak ringan di tengah keriuhan menuju coblosan Pilpres Februari 2024.

Pasalnya, inflasi yang rendah merupakan faktor yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Harapannya, kondisi itu juga diiringi dengan kondisi stabilitas makro ekonomi, termasuk stabilitas nilai tukar rupiah diharapkan tetap berjalan baik.

Pemerintah dalam pelbagai kesempatan, melalui Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, telah mengungkapkan harapan inflasi di kisaran 3,3 persen. Namun, Menkeu Sri Mulyani, sebagai bendahara negara, tidak sendirian menjaganya. Tugas itu juga menjadi tanggung jawab pemangku kepentingan lainnya, termasuk pemerintah daerah.

Demikian pula dengan Bank Indonesia. Otoritas moneter itu menyakini inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3 plus minus satu persen pada 2023. Komentar dari sejumlah ekonom juga menyuarakan hal yang sama.

Pertanyaan selanjutnya, apakah inflasi November 2023 sudah sesuai dengan prediksi pemerintah? Dalam laporannya pada Rabu (01/12), Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, inflasi pada November 2023 sebesar 0,38 persen sehingga inflasi Indonesia mencapai 2,86 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sedangkan secara years to date (ytd) sudah mencapai 2,19 persen.

Inflasi November 2023 itu, bila dibandingkan dengan Oktober 2023, mengalami naik. Di periode itu, inflasi secara yoy hanya 2,56 persen. Sementara itu, inflasi secara bulanan (mtm) sebesar 0,17 persen dan 1,8 persen secara tahun kalender (ytd).

Menurut Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud, penyumbang terbesar inflasi itu adalah makanan minuman dan tembakau sebesar 1,23 persen. Kelompok ini menyumbang andil inflasi 0,32 persen.

Dari sisi komoditas, penyumbang utama inflasi adalah cabai merah dengan andil 0,16 persen, cabai rawit dengan andil 0,08 persen, bawang merah andil 0,03 persen, lalu beras andil 0,02 persen dan gula pasir serta telur ayam ras andil 0,01 persen.

“Yang memberikan andil cukup signifikan ke inflasi mtm, tarif angkutan udara dengan andil 0,04 persen, emas perhiasan dengan andil 0,03 persen, serta tarif air minum andil 0,01 persen,” ujar Edy.

Di sisi lain, perekonomian nasional di periode November 2023 tidak hanya didominasi soal inflasi. Melainkan, ada komoditas yang juga memberikan dorongan deflasi, seperti bensin dengan andil 0,04 persen, ikan segar dan daging ayam ras andil 0,01 persen.

Berpendapat soal laporan BPS, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengemukakan, turunnya inflasi administered price dipengaruhi oleh menurunnya harga BBM seiring harga minyak mentah dunia yang melandai.

“Meskipun secara umum berada dalam tren meningkat, inflasi masih terkendali di dalam sasaran 2023, yaitu 3,0 persen plus minus 1,0 persen. Inflasi diharapkan dapat terus terjaga hingga akhir tahun 2023,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (04/12).

Febrio menekankan, pemerintah akan terus berupaya untuk menjaga konsistensi dalam mengantisipasi gejolak harga melalui berbagai intervensi, seperti stabilisasi harga dan pasokan.

Salah satunya tecermin dari harga beras di berbagai kota yang mulai melambat, bahkan di beberapa kota mulai mengalami penurunan. “Peran APBN bersama dengan APBD terus dioptimalkan sebagai shock absorber untuk merespons harga pangan yang masih tertekan, terutama dalam mempersiapkan masa liburan natal dan tahun baru,” ucap Febrio.

Di tengah harga pangan yang masih mengalami tekanan, Febrio menyampaikan, pemerintah juga terus berkomitmen untuk mengantisipasi gejolak harga melalui kebijakan dari hulu hingga hilir. Pemerintah menargetkan laju inflasi sebesar 3,3 persen pada 2023. Hal ini mempertimbangkan kenaikan harga komoditas pangan dan energi seperti BBM subsidi.

Dari penjelasan di atas, masih ada optimisme dari pemerintah bahwa mereka tetap masih mampu menjaga laju inflasi sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Caranya dengan tetap mencari titik keseimbangan antara kebijakan fiskal dan moneter, serta melihat tren kenaikan harga BBM subsidi dan pangan. Artinya, titik keseimbangan berupa policy growth, inflasi, harga BBM subsidi, harga pangan. (indonesia.go.id)