Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa memaparkan visi dan misi industrialisasi Jawa Timur saat menjadi narasumber dalam forum INDEF School of Political Economy (ISPE) di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, Senin (16/10) pagi.
Khofifah mengatakan bahwa pihaknya bertekad untuk menjadikan Jawa Timur sebagai provinsi yang unggul atau leading smart industrial province. Hal itu menjadi visi yang jelas diterapkan di Jatim seiring dengan Rencana Pembangunan Industri Provinsi (RPIP).
“Smart itu meliputi peningkatan partisipasi industri, transformasi budaya masyarakat industri, serta kecerdasan dalam pengelolaan industrialisasi (smart industrial governance),” tegas Khofifah.
“Sedangkan leading (Unggul) meliputi efisien, optimalisasi pemanfaatan SDA , penguatan struktur industri, serta peningkatan pangsa pasar,” lanjutnya.
Untuk bisa mencapai visi leading smart industrial province, misi yang dilakukan di Jatim adalah menguatkan dan memantapkan struktur industri, meningkatkan daya saing industri yang berbasis pada pelestarian lingkungan hidup. Dan juga meningkatkan inklusivitas pertumbuhan ekonomi Jawa Timur.
Lewat berbagai upaya yang dilakukan Pemprov Jatim, berdasarkan data yang ada hingga akhir 2022 lalu, industri manufaktur di Jatim sudah mencapai 31,4%.
Nilai ini sudah melampaui target nasional pada tahun 2045 di angka 30%. Bahkan, dngan adanya pabrik Smelter, pabrik foil tembaga Hailiang, serta 4 hilirisasi dari Smelter yang ada di PIER, maka Jatim akan bisa mencapai 34%.
Visi dan misi yang berupaya dicapai Khofifah ini bukan sembarangan. Hal ini karena secara geografis Jatim adalah center of gravity.
Guna mendukung infrastruktur pengembangan industrutrialisasi di Jatim, yang dilakukan Pemprov Jatim adalah pengembangan Pelabuhan Probolinggo, yang merupakan satu-satunya pelabuhan laut di Indonesia yang kewenangannya diserahkan ke Provinsi.
“Pengembangan ini penting, mengingat Pelabuhan Tanjung Priuk maupun Tanjung Perak sudah padat lalu lintasnya. Jadi pengembangan Pelabuhan Probolinggo ini menjadi prioritas,” terangnya.
Lebih lanjut, Khofifah menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Jatim tumbuh impresif sebesar 5,24 % (y-on-y) pada Triwulan II tahun 2023. Dan pertumbuhan ekonomi Jatim ini mampu berkontribusi sebesar 14,45 % terhadap PDB indonesia dan berkontribusi sebesar 25,23 % terhadap PDRB pulau jawa.
Kemudian, realisasi investasi Jatim, pada triwulan II Tahun 2023 juga tumbuh sebesar 4,0 persen (y-on-y) dan menduduki peringkat 3 dibanding provinsi lain di Indonesia. Jatim juga mampu meraih predikat sebagai provinsi dengan tingkat kemudahan berbisnis tertinggi, dengan tingkat daya saing kedua setelah DKI Jakarta.
“Jadi ICOR Jawa Timur lebih rendah daripada ICOR nasional. Ini menunjukkan berinvestasi di Jatim lebih efisien daripada rata-rata berinvestasi di Indonesia,” terangnya.
Khofifah menambahkan, kekuatan Jatim ini juga ditunjang dengan keberadaan Desa Devisa di Jawa Timur. Dimana, per September 2023 tercatat 149 Desa Devisa berada di Jawa Timur dari total 613 Desa Devisa di Indonesia.
Lewat Desa Devisa ini, akan dilakukan pendampingan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) bagaimana mengakses pasar global.
Terkait, peningkatan kinerja perdagangan di Jatim, Khofifah menyampaikan, hal ini ditunjang lewat Misi Dagang yang digelar Pemprov Jatim baik antar provinsi maupun luar negeri. Bahkan, program Misi Dagang antar provinsi ini merupakan ciri khas Jawa Timur yang tidak dilakukan oleh provinsi lainnya.
Keunggulan lainnya, lanjut Khofifah, yaitu posisi Jatim sebagai lumbung pangan. Dimana, berdasarkan data BPS, selama tiga tahun berturut-turut produksi padi di Jatim selalu tertinggi nasional. Begitupun untuk jumlah komoditas jagung, daging sapi, maupun telur ayam.
Pada kesempatan ini, Khofifah juga menjelaskan 4 pilar prioritas pertumbuhan ekonomi Jatim. Yaitu, penguatan daya saing manufaktur dan perdagangan, peningkatan nilai tambah agroindustri, percepatan pertumbuhan industri pariwisata dan pengembangan industri mikro, kecil dan menengah. (ita)