Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Surokim Abdussalam mengungkapkan kondisi terkini pascadebat akan menguntungkan pasangan calon nomor urut 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Hal itu disebabkan pasangan calon Anies-Muhaimin dan Prabowo Gibran yang masih berbantah usai debat kemarin.
“Jika dua kutub itu terus bertabrakan tiada henti justru pasangan Ganjar Mahfud yang akan diuntungkan,” tegas Sirokim pada wartawan, Kamis (11/01)
Sebelumnya, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengklaim elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden mereka mengalami tren kenaikan usai debat Pilpres 2024.
Menurut Surokim, elektabilitas itu selalu dinamis, kian banyak sentimen positif yang didapat kian dapat insentif elektoralnya. Oleh sebab itu, menurutnya sangat penting untuk memahami pikiran, logika dan opini publik agar bisa me-maintenance elektabilitas.
“Masyarakat Indonesia yang high context culture sebenarnya tidak menyukai hal yang ekstrim dan lebih senang hal yang moderat,” terangnya.
Kendati demikian, Surokim menegaskan kerumitan situasi saat ini yang memengaruhi elektabilitas capres-cawapres. “Tapi harus diakui situasi memang kompleks dan cenderung rumit karena banyaknya faktor yang memengaruhi elektabilitas saat ini ada faktor makro dan mikro yang berkelindan bersangkutan dan kadang saling interplay,” ungkapnya.
Surokim juga menerangkan elektabilitas Ganjar-Mahfud bisa rebound jika faktor mikro dan makro bisa didapat. “Jika kedua faktor itu bisa didapat maka potensi untuk bisa rebound sangat mungkin terjadi. Belum lagi faktor-faktor nonteknis yang juga bisa memengaruhi situasi menjadi tidak normal,” tambahnya.
Sementara itu, Dosen Komunikasi Politik Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silvanus Alvin menyoroti aksi interaktif para kandidat capres/cawapres di media sosial dengan warganet, salah satunya yakni cawapres nomor urut 3 Mahfud MD.
Tidak bisa dipungkiri, media sosial adalah lahan baru dalam menggaet pemilih yang kemudian memberikan suaranya di hari pemilihan nanti.
“Prosesnya pertamanya adalah media sosial menjadi lahan untuk membangun narasi serta citra positif karena media sosial berbeda sekali arsitekturnya dengan media pers,” kata Alvin.
Media sosial memberikan ruang yang luas untuk menyampaikan pesan-pesan politik, termasuk program-program yang pro rakyat. Penonton atau pemirsa sosial media menyerap informasi tersebut Lebih luas.
“Namun, tiap medsos juga ada karakter user-nya. Misal TikTok yang sedang laris manis memang sebagian besar digunakan Gen-Z dan milenial. Facebook rata-rata para boomers. Instagram lebih mayoritas pada milenial dan sebagain Gen-z.” jelas Alvin.
Konten harus beresonansi dengan preferensi para pemilih. Sehingga menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk memilih capres-cawapres tertentu.
Satu kekuatan media sosial adalah efek echo chamber. Sebab sekali terpapar dengan sebuah konten paslon tertentu, maka rekomendasi konten berikutnya bisa saja memperkuat konten yang sudah ditonton.
“Saya tidak meragukan, media sosial harus diberdayakan para paslon untuk meraup suara dan kunci kemenangan di pemilu atau Pilpres,” tuturnya.
Sebelumnya, Calon Wakil Presiden Mahfud MD giat berkampanye di sosial media. Dia memiliki program Tabrak Prof yang isi content-nya menggunakan kata-kata gaul, seperti bestie.
“Sekarang saya menyesuaikan diri. Saya bukan lagi Hakim, tetapi harus bicara dengan masyarakat, Maka acara seperti ini (Tabrak, Prof!), ya kami adakah untuk bicara-bicara apa yang lagi nge-trend, lewat TikTok, YouTube, macam-macam,” tegas Mahfud. (gp)