Membangun Karakter Bangsa di Era Digital
PERISTIWA TEKNOLOGI

Membangun Karakter Bangsa di Era Digital

Indonesia dikenal dengan kekayaan budayanya, yang mencakup nilai-nilai luhur seperti integritas, etos kerja, dan gotong royong. Nilai-nilai ini telah diwariskan oleh para pejuang dan menjadi fondasi karakter bangsa. Namun, di tengah pesatnya kemajuan teknologi digital, terutama kecerdasan buatan (AI), muncul berbagai tantangan yang menguji ketangguhan karakter tersebut.

Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK, Warsito, dalam keterangannya Selasa (25/9/2024), menyampaikan bahwa karakter bangsa Indonesia harus terus diperkuat. Tantangan yang dihadapi saat ini, menurutnya, datang dari kemajuan teknologi digital yang semakin mempengaruhi berbagai aspek kehidupan.

“Kemajuan teknologi dapat mengikis karakter bangsa Indonesia jika kita tidak waspada. Kita harus terus memperkuat kesadaran tentang tantangan ini dan memantapkan pondasi penguatan karakter bangsa,” ujar Warsito.

Salah satu bentuk ancaman dari teknologi digital yang disebutkan oleh Warsito adalah ideologi transnasional yang disebarkan melalui kecerdasan buatan.

AI, dengan kemampuannya mengidentifikasi perilaku dan preferensi individu, dapat mengarahkan masyarakat pada ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Oleh sebab itu, Warsito mengajak seluruh pihak untuk terus waspada dan memantapkan karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

AI dan Tantangan Demokrasi
Bukan hanya tantangan budaya, AI juga berpotensi mengganggu proses demokrasi di Indonesia. Dalam beberapa kesempatan, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo, mengingatkan tentang potensi manipulasi suara rakyat melalui teknologi kecerdasan buatan.

“Jika tidak diantisipasi, AI bisa menjadi alat manipulasi di negara demokrasi. Teknologi ini hanya alat, tetapi jika manusia tunduk kepadanya, kita akan menjadi alat mereka,” tegas Benny dalam sebuah talkshow yang diadakan pada Agustus 2024.

Pernyataan Benny menggarisbawahi pentingnya mengendalikan penggunaan AI di berbagai sektor kehidupan, terutama dalam proses demokrasi. AI memang merupakan alat yang luar biasa dalam membantu manusia menyelesaikan masalah kompleks, namun jika tidak diatur dengan baik, teknologi ini bisa menjadi ancaman bagi kedaulatan rakyat.

Menyadari potensi ancaman dari AI, berbagai negara maju telah mulai mengatur penggunaan teknologi ini dengan ketat. Misalnya, di Eropa telah diterapkan AI Act, yang mengatur berbagai aspek penggunaan AI, mulai dari keamanan hingga etika. Di Amerika Serikat, presiden telah menerbitkan perintah eksekutif untuk mengatur pengembangan dan penggunaan AI di berbagai sektor.

Indonesia pun tak ketinggalan dalam merespon tantangan ini. Pada tahun 2020, Indonesia merilis “Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia” (Stranas KA) sebagai bentuk komitmen terhadap penerapan AI yang beretika.

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika, Prabu Revta Revolusi pun menekankan bahwa regulasi terkait AI sedang dipersiapkan untuk memastikan teknologi ini selaras dengan nilai-nilai Pancasila.

“Di Kementerian Kominfo, sudah ada arahan dari menteri untuk mulai menyiapkan regulasi terkait AI. Ini menunjukkan urgensi untuk mengatur teknologi ini agar tidak memberikan dampak negatif bagi masyarakat kita,” jelas Prabu dalam sebuah acara Selasa (24/09).

Regulasi ini diharapkan dapat menciptakan kerangka kerja yang komprehensif dalam mengelola AI di Indonesia. Bukan hanya aspek teknis, tetapi juga etika dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat. Misalnya, bagaimana mengatur AI yang mampu meniru wajah dan suara seseorang. Regulasi ini akan menjadi benteng yang melindungi masyarakat dari penggunaan teknologi yang tidak etis.

Penguatan Jati Diri Bangsa

Di tengah gempuran teknologi yang terus berkembang, Warsito menegaskan pentingnya menjaga karakter dan sikap mental bangsa Indonesia. “Karakter bangsa harus diubah ke arah yang lebih baik, berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Penguatan karakter ini harus melebur ke dalam pola pikir, pola kerja, dan pola hidup masyarakat Indonesia,” ujarnya.

Proses penguatan karakter ini tidak bisa berjalan dengan sendirinya. Dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak, baik pemerintah, lembaga pendidikan, maupun masyarakat luas. Warsito menekankan bahwa revolusi mental yang sedang dijalankan oleh pemerintah harus terus dilanjutkan, terutama untuk menghadapi tantangan dari dunia digital.

Nilai-nilai Pancasila harus dijadikan landasan utama dalam mengembangkan teknologi AI di Indonesia. Dengan demikian, teknologi ini tidak hanya mendukung inovasi, tetapi juga memperkuat jati diri bangsa.

Meskipun ada kekhawatiran akan dampak negatif AI, teknologi ini juga membawa banyak manfaat bagi kemajuan bangsa. Di sektor ekonomi, misalnya, AI telah terbukti mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Pemerintah Indonesia pun melihat potensi besar dari teknologi ini untuk mendorong investasi dan inovasi.

Namun, seperti yang diungkapkan oleh Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria, dalam penyiapan tata kelola AI terdapat tiga tingkatan yang harus diperhatikan, etika, pengaturan di level eksekutif, dan pengaturan di level legislatif.

“Kita harus memastikan bahwa AI diatur dengan baik, mulai dari aspek etika hingga legalitasnya, agar teknologi ini bisa memberi manfaat maksimal tanpa merusak kehidupan masyarakat,” ujar Nezar.

Dalam konteks ini, pengaturan AI di Indonesia harus berjalan seiring dengan perlindungan terhadap demokrasi, hak fundamental, dan aturan hukum. Pemerintah berencana untuk merampungkan regulasi terkait AI sebelum masa pemerintahan Prabowo Subianto sebagai presiden terpilih dimulai pada tahun 2025. Aturan ini diharapkan menjadi fondasi yang kuat untuk perkembangan AI di Indonesia.

AI dan Masa Depan Indonesia
Kecerdasan buatan (AI) telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan. Di satu sisi, teknologi ini membuka peluang besar bagi inovasi dan kemajuan ekonomi. Namun, di sisi lain, AI juga membawa tantangan yang tidak boleh diabaikan, terutama dalam hal etika, demokrasi, dan karakter bangsa.

Pemerintah Indonesia telah menyadari urgensi untuk mengatur penggunaan AI melalui regulasi yang beretika dan berbasis nilai-nilai Pancasila. Regulasi ini diharapkan tidak hanya melindungi masyarakat dari dampak negatif AI, tetapi juga mendorong pengembangan teknologi yang berdaya guna bagi kemajuan bangsa.

Pada akhirnya, tantangan yang dihadapi Indonesia di era digital ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga soal bagaimana menjaga dan memperkuat karakter bangsa. Nilai-nilai seperti integritas, etos kerja, dan gotong royong harus terus dijaga dan diperkuat, agar Indonesia tetap kokoh di tengah arus perubahan global yang semakin cepat. (indonesia.go.id)