Tim peneliti dari Departemen Teknik Komputer Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya berhasil merancang sebuah aplikasi inovatif untuk membantu penyembuhan pasien stroke dan osteoporosis.
Aplikasi yang diberi nama Medical Capture (MedCap) tersebut memanfaatkan sistem capture berbasis tiga dimensi, sehingga mampu memberikan manipulasi gerakan terapis ke pasien sebagai bentuk representasi penyembuhan stroke dan osteoporosis.
Tim ini beranggotakan tiga dosen dan satu mahasiswa terdiri dari Dr Supeno Mardi Susiki Nugroho ST MT, Dr I Ketut Eddy Purnama ST MT, Christyowidiasmoro ST MT MSc dan Harista Agam.
Bermodalkan komputer dan kamera kinect (stereovision), tim ini merancang sebuah aplikasi fisioterapis berbentuk 3D yang bekerja dengan menangkap gambar atau citra menggunakan dua arah sudut pandang yang berbeda.
Dijelaskan Dr Supeno Mardi Susiki Nugroho, kamera kinect memiliki dua buah kamera utama, yaitu kamera depth dan kamera RGB, dan sebuah pemancar inframerah.
“Kamera depth digunakan untuk mengetahui jarak kedalaman objek dari kamera, sedangkan kamera RGB digunakan untuk mengetahui bentuk tekstur atau permukaan objek,” beber dosen yang akrab disapa Uki ini.
Cara kerja dari MedCap sendiri, menurut Uki, yaitu mencatat gerakan dari seorang pasien fisioterapi, kemudian gerakan tersebut disimpan dalam memori dan dimanipulasikan oleh avatar 3D.
Pasien akan menirukan gerakan avatar yang tampil di monitor dengan menitikberatkan posisi gerakan dalam tiga sumbu koordinat, yaitu sumbu x, y, dan z. “Gerakan pasien akan dinilai secara otomatis berdasarkan tingkat kesamaan, kelincahan, dan keluwesan,” ujarnya.
Inovasi munculnya ide MedCap, berawal dari tujuan membantu para penderita stroke dan osteoporosis untuk melakukan rehabilitasi secara mandiri, sekaligus mempertemukan secara tidak langsung antara fisioterapis dan pasien khususnya di daerah pedesaan yang jarang ditemukannya layanan fisioterapi.
“Jika gerakan terapis ini dilakukan secara rutin dan benar, maka Insya Allah akan sembuh dari penyakitnya secara perlahan,” tutur Uki.
Pada layar monitor terdapat tiga animasi. Animasi pertama menunjukkan gerakan fisioterapi pada tulang dan titik sendi, animasi kedua berbentuk avatar lengkap dengan postur tubuh, dan animasi ketiga menunjukkan gerakan pasien saat berlatih.
“Sejauh ini, kamera kinect hanya mampu menangkap gerakan seseorang yang memiliki ketinggian postur tubuh antara 1,5 – 2 meter serta jarak optimal 2 meter dari kamera, sehingga masih perlu pengembangan lagi,” ungkap I Ketut Eddy Purnama, Ketua Departemen Teknik Komputer yang juga menjadi salah satu tim peneliti. (ita)