Dalam presentasinya di hadapan para peserta workshop Advokasi multi-lateral untuk untuk Pengembangan Koperasi di Asean (Multilateral Advocacy for Development of Co-operatives in ASEAN) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya sore tadi (24/7/18) Eva Sundari memperingatkan adanya upaya pengkerdilan koperasi dalam Platform Visi Asean 2020.
“Ruang yang dibuka dalam Visi Asean adalah untuk hanya koperasi pertanian, ini marginalisasi badan usaha koperasi. Selayaknya pembatasan kepada perempuan oleh feodalisme hanya di peran domestik sehingga menimbulkan gender gap dan akibatnya pembangunan menjadi tuna keadilan”, kata Eva Sundari mengawali pidatonya.
Marginalisasi koperasi sudah dialami koperasi Indonesia, dimana UMKM berjalan pesat sementara koperasi berjalan amat lambat sehingga kontribusinya hanya di bawah 2% di perekonomian nasional.
Salah satu sebab adalah koperasi yang maju hanya simpan pinjam (keuangan mikro) sementara koperasi-koperasi produksi, distribusi maupun konsumen tidak berkembang (dikembangkan) sehingga koperasi selalu ada di pinggiran.
Forum yang diorganisir oleh International Co-operatives Alliances – ICA Region Asia-Pasific dan Uni Eropa dihadiri delegasi dari 10 negara Asean dan perwakilan EU.
Forum dibentuk untuk mencari upaya agar gerakan koperasi di Asean tidak terlindas oleh liberalisasi perdagangan termasuk jasa yang menjadi inti dari upaya integrasi perekonomian Asean.
Eva Sundari yang juga anggota Dewan Pengawas ICA Region Aspac mengharapkan Draft UU Koperasi Indonesia mempunyai roh yang lebih progresif yaitu menjadikan koperasi sebagai tulang punggung perekonomian sehingga bisa advokasi di tingkat Asean.
“Ini soal komitmen politik pemerintah untuk mengarus-utamakan koperasi dalam perekonomian sebagai strategi mewujudkan keadilan sosial. Hanya koperasi yang mempunyai fungsi redistribusi kekayaan dalam upayanya mensejahterakan anggota,” sambung Eva Sundari.
Hal ini sesuai asas demokrasi yang menjadi asas koperasi yaitu dari, oleh dan untuk anggota koperasi. Meski demikian, ada kritik dari Eva Sundari bahwa aktivis gerakan koperasi kurang melakukan lobby dan intervensi di parlemen.
Sementara pemerintah sangat agresif memintakan ratifikasi DPR untuk berbagai skema liberalisasi perekonomian, dan tidak melakukan upaya yang sama untuk penguatan koperasi. (ita)