Manufaktur Indonesia Siap Melesat
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Manufaktur Indonesia Siap Melesat

Imbas kondisi geopolitik konflik Ukraina-Rusia, memunculkan perekonomian global yang lesu darah. Hal itu turut mempengaruhi kinerja neraca perdagangan Indonesia di periode April 2023, ditambah melemahnya aktivitas ekonomi masyarakat, pascalibur panjang Idulfitri 1444 Hijriah.

Indikator tersebut tampak dari laporan neraca dagang Badan Pusat Statistik (BPS) untuk periode April 2023. Lembaga itu melaporkan, nilai ekspor Indonesia pada April 2023 sebesar USD19,29 miliar. Perolehan itu turun 17,26 persen dibanding nilai ekspor Maret 2023 (month to month/mtm), serta lebih rendah 29,44 persen dibanding capaian April tahun lalu (year on year/yoy).

Demikian pula dengan kinerja impor periode April 2023. Nilai impor April 2023 hanya mencapai USD15,35 miliar, atau turun 25,45 persen dibandingkan dengan Maret 2023 (mtm). Namun secara yoy, nilai impor April 2023 turun 22,32 persen, masing-masing dari kinerja impor nonmigas senilai USD15,94 miliar di periode April 2022 menjadi hanya USD12,30 miliar.

Demikian pula dengan impor migas dari USD3,81 miliar menjadi hanya USD2,96 miliar, atau turun 22,42 persen secara yoy. Berkaitan dengan kinerja neraca perdagangan tersebut, Deputi bidang Metodologi dan Informasi Statistik BPS Imam Machdi menilai, penurunan ekspor salah satunya dipengaruhi momentum libur Idulfitri 1444 Hijriah.

Namun menurut laporan BPS, neraca perdagangan April 2023 mencatatkan surplus USD3,94 miliar. “Dari kinerja neraca perdagangan periode April 2023, berita menggembirakannnya adalah capaian kinerja neraca perdagangan Indonesia tercatat mengalami surplus selama 36 bulan atau tiga tahun berturut-turut, sejak Mei 2020,” ujar Imam, dalam konferensi pers, Senin (15/05).

Nah, apa saja yang menopang kinerja surplus neraca perdagangan? Imam menjelaskan, surplus April 2023 ditopang oleh komoditas nonmigas yang tercatat surplus USD5,64 miliar. Hal ini dimungkinkan karena adanya kenaikan permintaan bahan bakar mineral, lemak, dan minyak hewan/nabati serta besi dan baja.

“Sedangkan neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit sebesar USD1,70 miliar dengan komoditas penyumbang defisit minyak mentah dan hasil minyak,” jelasnya.

Meskipun secara keseluruhan terjadi penurunan kinerja ekspor, ada gambaran yang cerah ke depannya ketika perekonomian global mulai pulih. Indikasi itu terlihat dari kinerja ekspor, misalnya ke Amerika Serikat, India, dan Filipina.

Ekspor ke ketiga negara itu menjadi penyumbang surplus pada April 2023. Perinciannya, surplus Indonesia terhadap India mencapai USD1,12 miliar, Amerika Serikat sebesar USD913,8 juta, dan Filipina USD656,7 miliar.

Dalam periode sama, nilai ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN juga turun sekitar USD932,6 juta, ke Amerika Serikat berkurang USD393,1 juta, dan ke Jepang berkurang USD385,1 juta. Demikian pula terhadap perdagangan Tiongkok dan Indonesia per April 2023.

Tercatat, kinerja dagang dengan Tiongkok pada posisi surplus sebesar USD479 miliar. Penyumbang surplus meliputi bahan bakar mineral, besi dan baja, serta nikel.

Namun secara umum, nilai ekspor Indonesia ke Tiongkok pada periode itu mencapai USD4,62 miliar, berkurang sekitar USD1 miliar dibanding bulan sebelumnya. Meski membukukan kinerja surplus selama 36 bulan, ekspor Indonesia pada April 2023 sebenarnya mengalami penurunan.

Nilai ekspor Indonesia April 2023 mencapai USD19,29 miliar atau turun 17,62 persen dibanding ekspor Maret 2023 dan menurun 29,40 persen dibanding April 2022. Imam mengungkapkan, penurunan ekspor dipastikan akibat perayaan libur Idulfitri pada April 2023.

Penurunan ekspor disumbang oleh ekspor nonmigas April 2023 mencapai USD18,03 miliar atau turun 18,33 persen dibanding Maret 2023 serta turun 30,35 persen jika dibanding ekspor nonmigas April 2022.

“Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–April 2023 mencapai USD86,35 miliar atau turun 7,61 persen dibanding periode yang sama di 2022. Sementara itu, ekspor nonmigas mencapai USD 81,08 miliar atau turun 8,62 persen,” ungkapnya.

Bagaimana berdasarkan kelompok komoditasnya? Nilai ekspor minyak dan gas (migas) Indonesia pada April 2023 mencapai USD 1,26 miliar, turun 5,95 persen (mtm) serta melemah 12,82 persen (yoy). Demikian pula dengan nilai ekspor nonmigas yang tercatat mencapai USD18,03 miliar, turun 18,33 persen (mtm) atau melemah 30,35 persen (yoy).

Di kelompok nonmigas, barang yang nilai ekspornya turun drastis secara bulanan adalah logam mulia, perhiasan, dan permata, dengan persentase penurunan 52,5 persen (mtm). Penurunan juga terjadi pada kendaraan dan bagiannya yang nilai ekspornya turun 34,16 persen (mtm).

Kemudian nilai ekspor lemak dan minyak hewani/nabati turun 20,45 persen (mtm); mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya turun 18,34 persen (mtm); dan bahan bakar mineral turun 12,04 persen (mtm). Ada pula sejumlah komoditas nonmigas yang nilai ekspornya naik. Namun karena nilai nominalnya tergolong kecil, komoditas-komoditas tersebut belum mampu mengerek kinerja ekspor nasional.

Komoditas nonmigas yang nilai ekspornya naik paling pesat pada April 2023 adalah kapal, perahu, dan struktur terapung yang menguat 113,95 persen (mtm).

Kemudian nilai ekspor timah dan barang dari timah meningkat 63,49 persen (mtm); pupuk meningkat 37,69 persen (mtm); bijih logam, terak, dan abu meningkat 26,16 persen (mtm); dan bahan kimia anorganik naik 9,96 persen (mtm).

Nah, yang menarik dari laporan BPS untuk periode April 2023 adalah soal kinerja impor bahan baku atau penolong. Menurut penggunaannya, lanjut Imam, impor April 2023 didominasi oleh bahan baku atau penolong senilai USD11,60 miliar.

Setelah itu diikuti dengan impor barang modal dan konsumsi dengan masing-masing senilai USD2,35 miliar dan USD1,40 miliar. “Impor bahan baku penolong ini menyumbang 75,57 persen dari total impor April 2023,” ujar Imam.

Dari gambaran itu, kinerja neraca perdagangan periode April 2023 memang lagi melambat yang diakibatkan adanya aktivitas libur Idulfitri 1444 Hijriah, hari raya yang dinanti-nantikan pascawabah Covid-19.

Namun bila ditelaah lebih jauh lagi, aktivitas impor bahan baku atau penolong selama periode itu juga memberikan gambaran bahwa pelaku usaha tak menghentikan aktivitasnya. Mereka tetap melakukan persiapan untuk berlari kencang setelah libur lebaran untuk menghasilkan produk manufaktur unggulan.

Bagaimana tanggapan Bank Indonesia sehubungan laporan BPS tersebut, Direktur Eksektutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menilai, perkembangan itu positif bagi upaya untuk terus menjaga ketahanan eksternal perekonomian Indonesia.

“Kinerja yang positif itu diharapkan terus diperkuat dengan sinergi antara pemerintah dan otorita lain, termasuk Bank Indonesia. Dengan demikian, pemulihan ekonomi nasional semakin kuat,” ujarnya. (indonesia.go.id)