Rafida Mumtaz, mahasiswi Magister Linguistik Universitas Airlangga (UNAIR), berhasil meraih predikat penyaji terbaik di Seminar dan Lokakarya oleh Badan dan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Selatan. Acara berlangsung 08-11 Agustus 2024 lalu pada di Banjarmasin, dengan tema besar “Refleksi dan Evaluasi Penegakan Hukum Pemilu 2024”.
Rafida menggagas artikel bertajuk Context Collapse dalam Pembentukan Hoax dan Hate Speech pada Kampanye Buzzer Pemilu 2024: Tinjauan Linguistik Forensik dan Peran Bawaslu. Ia membahas bagaimana teknik kampanye yang dilakukan oleh buzzer di media sosial. “Saya melihat ada peluang besar untuk menggabungkan kajian bahasa dengan hukum, terutama dalam konteks buzzer di Pemilu,” jelas Rafida.
Dalam wawancara, Rafida menjelaskan terdapat teknik kampanye yang digunakan oleh buzzer di media sosial. Teknik ini disebut dengan teknik context collapse atau penggabungan konten berbagai sumber dengan konteks berbeda menjadi satu narasi baru. Teknik ini digunakan buzzer pada Pemilu 2024 untuk menggiring opini publik secara manipulatif.
Menurutnya, teknik ini berpotensi besar dalam menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian selama Pemilu 2024. Hal ini karena konten yang dihasilkan sering kali bertentangan dengan kenyataan dan dimanfaatkan untuk menjatuhkan pasangan calon lain dalam pemilu.
“Saya menggunakan pendekatan linguistik forensik untuk menganalisis bagaimana narasi dalam kampanye dapat diidentifikasi sebagai alat untuk menyebarkan informasi yang menyesatkan. Linguistik forensik sendiri berfungsi sebagai alat untuk membedah cara bahasa digunakan dalam situasi yang bersifat hukum atau kriminal,” papar Rafida.
Dalam artikelnya Rafida juga mengajukan rekomendasi penting kepada Bawaslu. Terutama terkait pengawasan lebih ketat terhadap kampanye di media sosial. Ia menekankan bahwa Bawaslu harus memperluas pengawasan. Tidak hanya pada akun resmi kampanye, tetapi juga pada aktivitas tersembunyi yang bisa mempengaruhi opini publik secara signifikan.
Selain memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menjadi pemilih cerdas, Rafida juga menekankan pentingnya sosialisasi tentang kampanye sehat kepada pasangan calon.
”Saya juga menjelaskan dalam artikel, bahwa bawaslu memiliki kesalahan dalam start Pemilu 2024. Seharusnya sosialisasi juga harus mencakup edukasi kepada pasangan calon tentang pentingnya menghasilkan konten kampanye yang jujur, transparan, dan tidak merugikan pihak lain. Hal ini penting untuk menjaga integritas dan kesehatan proses demokrasi,” ungkapnya.
Menurutnya, pengalaman ini menjadi bukti bahwa kolaborasi antar disiplin ilmu mampu menghasilkan wawasan baru yang berharga. “Saya berharap teman-teman lain juga berani mencoba hal serupa. Jangan takut menjelajah bidang lain, karena di sanalah kita bisa menemukan potensi yang belum pernah kita duga sebelumnya,” tutup Rafida. (ita)
