Tantangan di ruang digital di tanah air saat ini semakin besar. Konten-konten negatif terus bermunculan, kejahatan di ruang digital terus meningkat. Hoaks, penipuan daring, perjudian, eksploitasi seksual pada anak, perundungan siber, ujaran kebencian, dan radikalisme berbasis digital perlu terus diwaspadai karena mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
Hal tersebut diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka program nasional ”Indonesia Makin Cakap Digital” secara virtual, pekan lalu. Peluncuran program yang bertepatan dengan Peringatan 113 Tahun Hari Kebangkitan Nasional tersebut merupakan bagian dari Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi dan dilaksanakan serentak di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota.
“Kewajiban kita bersama untuk terus meminimalkan konten negatif, membanjiri ruang digital dengan konten-konten positif. Banjiri terus, isi terus dengan konten-konten positif. Kita harus tingkatkan kecakapan digital masyarakat agar mampu menciptakan lebih banyak konten-konten kreatif yang mendidik, yang menyejukkan, yang menyerukan perdamaian,” ujar Kepala Negara.
Tidak hanya itu, menurut Presiden Jokowi, aplikasi internet juga harus mampu meningkatkan produktivitas masyarakat supaya UMKM bisa naik kelas. Sudah saatnya, memperbanyak UMKM onboarding ke platform e-commerce, sehingga internet bisa memberi nilai tambah ekonomi bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Saya harap gerakan ini menggelinding dan terus membesar, bisa mendorong berbagai inisiatif di tempat lain, melakukan kerja-kerja konkret di tengah masyarakat agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif,” kata Presiden Jokowi.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate menambahkan, setelah peluncuran tersebut, selama enam bulan ke depan, Kemenkominfo akan menyelenggarakan kelas-kelas webinar yang mengupas berbagai hal seputar literasi digital dan terbuka untuk seluruh warga masyarakat.
Untuk diketahui, Program Literasi Digital Nasional ditujukan untuk menciptakan ruang digital yang seru, namun tetap aman, beretika, dan produktif.
Terkait Gerakan Nasional Literasi Digital Siberkreasi, sebelumnya pada 16 April, Kemenkominfo telah lebih dulu meluncurkan empat modul literasi digital di Surabaya, Jawa Timur. Keempat modul literasi tersebut meliputi Budaya Bermedia Digital, Aman Bermedia Digital, Etis Bermedia Digital, dan Cakap Bermedia Digital.
Modul-modul tersebut disusun berdasarkan empat pilar literasi digital yang utama, yakni digital culture, digital safety, digital ethics, dan digital skills. Modul ini merupakan manifestasi kolaborasi dari Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, Jaringan Penggiat Literasi Digital (Japelidi), dan Kementerian Kominfo.
Pada 2021, Kementerian Kominfo mencanangkan gerakan literasi bagi 12,4 juta rakyat Indonesia di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota. Dan keempat modul tersebut akan diterapkan dalam program literasi tingkat basic digital skills dan intermediate digital skills.
“Jadi, ini gerakan besar dan masif yang dilakukan secara nasional. Perlu kerja kolaboratif seluruh kementerian,” ucap Johnny.
Kementerian Kominfo berharap, dari gerakan ini dalam tiga tahun mendatang bakal ada 30 juta dari 64 juta UMKM yang ada dapat memanfaatkan ruang-ruang digital sebagai marketplace. Setidaknya bisa memberdayakan 100 juta orang.
Menyangkut infrastruktur digital, Kementerian Kominfo bersama dengan ekosistem terkait sedang mempercepat pembangunan infrastruktur telekomunikasi untuk menjangkau daerah-daerah yang belum memiliki akses internet memadai.
Pembangunan infrastruktur telekomunikasi juga dibarengi dengan kesiapan sumber daya manusia (SDM) yang akan memanfaatkan layanan internet tersebut.
Tanpa kesiapan SDM, ruang digital justru berpotensi digunakan untuk tujuan penyebaran konten negatif seperti penipuan daring, perjudian, prostitusi online, disinformasi atau hoaks, pencurian data pribadi, perundungan siber (cyberbullying), ujaran kebencian (hate speech), penyebaran paham radikalisme/terorisme di ruang digital, dan sebagainya.
Berdasarkan temuan survei Katadata Insight Center (KIC) yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Siberkreasi tahun 2020, setidaknya 30% sampai hampir 60% orang Indonesia terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi melalui dunia maya. Sementara itu, hanya 21% sampai 36% yang mampu mengenali hoaks. Kebanyakan hoaks yang ditemukan terkait isu politik, kesehatan, dan agama.
Menurut survei tersebut, selain kemampuan mengenali hoaks masih rendah, tingkat literasi digital orang Indonesia juga masih belum cukup tinggi. Dalam survei yang mengukur status literasi digital di 34 provinsi Indonesia ditemukan, indeks literasi digital secara nasional belum sampai level baik. Dari skor tertinggi adalah 5 dan terendah adalah 1, maka indeks literasi digital nasional baru 3,47.
Dari hasil survei itu, ada indikasi bahwa akses internet yang semakin tersebar dan terjangkau belum diiringi dengan meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengolah informasi dan berpikir kritis.
Adapun Indonesia diprediksi memiliki potensi ekonomi digital yang amat besar di dunia tahun 2025 yakni sebesar USD133 miliar. Sedangkan potensi ekonomi digital di negara-negara ASEAN mencapai USD300 miliar. Potensi ekonomi itu menunjukkan hampir setengah potensi ekonomi digital ASEAN ada di Indonesia. (indonesia.go.id)