Indonesia terkenal dengan beragam kopinya, mulai dari Aceh di barat hingga Papua di timur. Bagi penikmat kopi Indonesia tentu sangat mengenal kopi toraja, kopi sipirok atau sidikalang asal Sumatra Utara serta kopi wamena di Papua.
Kopi-kopi di atas sudah begitu terkenal di seentero dunia. Bahkan, di Kota Gottingen, sebuah kota kecil di negara bagian Lower Saxony, Jerman, yang berdekatan dengan Hannover, Anda pun bisa menemukan beberapa varian kopi asal Indonesia, terutama kopi toraja.
Data Kementerian Pertanian menyebutkan, Indonesia memiliki 16 jenis kopi yang diminati di pasar internasional. Dari sekian varian itu, beberapa masuk ke dalam klaster jenis kopi arabika, kopi robusta, dan kopi liberika serta kopi ekselsa.
Kali ini pembahasan bukan ihwal kopi robusta, arabika atau ekselsa. Melainkan, kopi jenis liberika. Kopi asal Liberia, Afrika itu kini banyak dibudidayakan oleh petani kopi di Kabupaten Sambas. Kopi liberika sendoyan, begitu sebutan kopi asal Sambas tersebut.
Kopi ini sempat jaya di era 2000-an. Namun, produktivitasnya sempat meredup ketika petani daerah itu beralih menanam lada (sahang sebutan bagi warga setempat), karena ketika itu harga komoditas tersebut cukup bagus.
Seiring dengan meredupnya harga lada, petani di daerah itu kembali membudidayakan kopi jenis liberika. Bahkan, mereka menamakannya program Gerakan Tanam Kopi Liberikan Sendoyan.
Itu yang dikerjakan seorang petani bernama Budi, Ketua Kelompok Tani (Poktan) Batu Layar Sejahtera, Desa Sendoyan, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Bersama petani binaannya, Budi pun menggencarkan program Gerakan Tanam Kopi Liberikan Sendoyan pada pertengahan Juni 2023 lalu, seperti dikutip dari Antara.
Ketika itu, Budi bersama teman-temannya sedang menyiapkan bibit baru kopi Liberika Sendoyan. Budi pun menyiapkan satu per satu polybag berukuran 10 cm x 20 cm diisi tanah yang sudah dicampur pupuk organik dari kotoran hewan dan sekam padi.
Setelah diisi, wadah untuk tanaman tersebut disusun rapi bersama ratusan polybag lainnya.Polybag yang beberapa hari sebelumnya terisi, kemudian ditanam bibit kopi jenis liberika.
Menyiapkan bibit kopi serupa itu merupakan langkah dan tahapan dalam program Gerakan Tanam Kopi Liberikan Sendoyan yang telah dicanangkan sebelumnya. Gerakan tanam tersebut merupakan upaya menggalakkan kembali budi daya kopi jenis liberika untuk mengembalikan kejayaan kopi jenis ini di desa itu, yang sempat jaya sebelum tahun 2000.
Aktivitas budi daya kopi di Batu Layar yang dihimpun dari tokoh masyarakat dan petani sudah dilakukan sejak 1979. Dulu, hasil dari komoditas tersebut menjadi satu di antara sumber pendapatan utama petani, selain karet dan lada untuk biaya hidup, pendidikan, perabot rumah tangga, kendaraan, dan lainnya.
Artinya, secara ekonomi tanaman kopi yang diusahakan petani sangat memberikan pengaruh besar pada kesejahteraan petani.
Namun, seiring waktu dan ada tren berpindah ke komoditas lainnya seperti lada yang saat itu harganya sangat menjanjikan, perlahan tanaman kopi mulai ditinggalkan.
Belum lagi komoditas sawit yang semakin gencar ditanam oleh petani. Hingga kini tinggal sebagian kecil tanaman kopi yang diusahakan petani atau hanya orang tertentu.
Untuk mengembalikan kejayaan kopi di desa itu, kelompok tani kembali menggelorakkan untuk tanam kopi lagi. Mengapa perlu pencanangan Gerakan Tanam Kopi Liberikan Sendoyan? Menurut Budi, hal itu sebagai upaya menggali potensi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Menurut sejarahnya, Dusun Batu Layar memang pernah berjaya dan menjadi sentra kopi. Desa itu pernah menjadi sentra kopi itu. Artinya, tanah Batu Layar cocok untuk komoditas tersebut. Kemudian dalam budi daya tidak terlalu sulit.
Terpenting lagi sejak dulu budaya ngopi di Kabupaten Sambas bahkan Kalimantan Barat serta Nusantara tidak terlepas dari kata kopi atau ngopi. Pada sisi lainnya pemenuhan kebutuhan lokal akan kopi di daerah masih minim dan sebagian besar penduduknya membeli kopi dari luar. Artinya, gerakan tanam kopi bisa menjadi solusi untuk kemandirian pemenuhan kebutuhan kopi lokal menjadi terpenuhi.
“Di sini, budaya ngopi itu masih kental. Setiap hari warga ngopi, baik pagi, siang, atau malam hari,” ujar Budi.
Baik musim panas maupun dingin, sajian minuman untuk pribadi atau tamu, lagi-lagi juga kopi. Karena ngopi begitu membudaya dan tanahnya juga subur, maka perlu digencarkan tanam kopi lagi.
Sementara itu, Tandi yang merupakan anggota Poktan Batu Layar Sejahtera hingga kini masih eksis melakukan budi daya kopi dan menjadi teladan poktan. Saat ini ia mengaku kewalahan memenuhi kebutuhan kopi liberika.
Dari kebun kopi seluas sekitar 1,5 hektare, kadang tidak bisa memenuhi permintaan masyarakat lokal setiap waktu. Bahkan untuk membeli kopi, konsumen harus pesan terlebih dahulu agar mendapat bagian. Untuk harga biji kopi dijual mulai Rp45.000–Rp50.000 per kilogram.
Bagaimana perawatan kopi jenis liberika ini? Ihwal perawatan kopi, tidak terlalu sulit namun tetap perlu ekstra hati-hati juga. Budi daya kopi, sebagian juga dilakukan tumpang sari dengan tanaman lain, yang sekaligus menjadi naungan.
Tidak itu saja, pemupukan kopi jenis tidak sulit. Cukup gunakan pupuk organik yakni dari kotoran hewan kambing yang dipelihara di sekitar kebun kopi.
Keunikan lain dari varian kopi liberika, kopi ini tumbuh di atas tanah bercampur gambut. Hal itu memang cocok untuk jenis kopi liberika yang habitatnya di dataran rendah termasuk ada unsur gambutnya. Sentuhan kopi liberika sendoyan sangat terasa ketika diminum.
“Kami sudah uji mutu dan rasa kopi, hasilnya memang baik. Densitas kopi sudah di atas 750 dari kategori normal 600, fermentasi yang diajarkan sudah diterapkan,” kata Tandi.
Terkait kendala, dia menjelaskan, lebih pada pengelolaan pascapanen karena masih dikerjakan secara manual, mulai pengupasan kulit luar dan dalam. Pengerjaan secara manual berdampak pada bentuk biji kopi rentan banyak pecah dan pengerjaannya pun tidak bisa dalam jumlah banyak serta cepat.
Selain gerakan tanam, petani juga diajarkan bagaimana melakukan pemasaran terhadap komoditas kopi tersebut. Misalnya, menjadikan kopi bubuk dalam kemasan dengan merek sesuai dengan nama desanya.
“Kopi Liberika Sendoyan kini telah menjadi identitas kopi Kalbar. Kopi Kalbar itu, ya Liberika. Jenis kopi ini sangat diminati karena rendah kafein dan aman bagi lambung,” kata Restu, seorang pegiat dan pelaku usaha kedai kopi di Kalbar.
Bahkan, Liberika juga disebutnya jenis kopi agak langka dan unik karena memiliki karakter ada rasa buahnya, seperti pisang, nangka, dan lainnya. (indonesia.go.id)