Lapangan Kerja, Hilang Satu Tumbuh Seribu
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Lapangan Kerja, Hilang Satu Tumbuh Seribu

“Xoncenya manaaa?”

Ingatkah Anda dengan ungkapan yang dulu sering muncul di layar televisi yang diucapkan dara manis dengan nada manja tersebut? Ya. Kalimat tanya itu adalah sepenggal bagian iklan permen Vitamin C produksi Kalbe Farma pada 1994. Iklan itu sangat populer di masanya.

Visual iklan tersebut adalah aksi seorang petugas pintu tol, yang dibintangi oleh artis Elma Theana. Saat seorang pengendara masuk pintu tol, sang artis itu pun berucap, “Xoncenya mana?”

Wajah cantik Elma pun acap jadi mimpi para pengendara kala itu, saat memasuki area pintu tol. Ucapan “Xoncenya mana?” pun menjadi bahan obrolan ringan saat bertemu dengan petugas pintu tol yang cantik dan ramah bak Elma Theana.

Tapi kini semua itu tinggal kenangan. Sudah beberapa tahun terakhir, para pengendara pelintas jalan tol dipastikan tidak akan bertemu siapapun di balik kaca gerbang tol. Sudah tentu tidak akan ada senyum manis petugas tol cantik bak Elma Theana. Di pintu tol, pengendara hanya akan bertemu palang pintu tol yang membisu. Untuk melewatinya, pengendara cukup menempelkan kartu elektronik di mesin boks yang tersedia.

Profesi petugas pintu tol yang penuh risiko terpapar polusi asap knalpot mobil, sudah lama punah. Profesi serupa, persisnya petugas parkir di tempat publik (mal, hotel, dan lain-lain), pun menghilang.

Dua jenis pekerjaan itu hanyalah sedikit contoh, yang menunjukkan bergantinya manusia oleh mesin dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Fakta yang tidak terbantahkan, seiring penggunaan teknologi digital yang semakin canggih, secara perlahan telah menggusur tenaga kerja manusia. Profesi tukang parkir, penerjemah, operator telekomunikasi, teler, hingga kasir secara perlahan pun lenyap, tergantikan oleh mesin.

Fakta punahnya lapangan kerja akibat teknologi, diperkuat hasil survei World Economic Forum (WEF). Dalam rilisnya, WEF menemukan, jumlah lapangan pekerjaan yang tercipta pada 2027 sebanyak 69 juta posisi. Namun pada periode yang sama ada 83 juta pekerjaan dipangkas. Artinya, terdapat selisih pengurangan pekerjaan sebanyak 14 juta posisi atau setara dua persen tingkat pengangguran saat ini

Menurut laporan tersebut, banyak faktor yang mendorong pemenuhan tenaga kerja ke depan. Seperti penggunaan teknologi artificial intelegence (AI) yang memberikan dampak positif dan negatif. Imbas positifnya, perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja baru untuk mengimplementasikan dan menjalankan perangkat AI.

“Pekerjaan seperti analisis data, machine learning (pengembangan algoritma), hingga keamanan siber akan tumbuh 30 persen secara rata-rata pada 2027,” demikian laporan WEF.

Seiring dengan munculnya sejumlah profesi baru berbasis artificial intelligence, sejumlah pekerjaan lain yang selama ini kita kenal bersifat administratif pun terpangkas, bahkan ada yang punah. Jumlah lapangan pekerjaan administrasi, masih merujuk catatan WEF, akan merosot atau berkurang hingga lebih dari 26 juta. Pekerjaaan entri data dan sekretaris eksekutif, termasuk yang terancam hilang.

Organisasi atau perusahaan yang disurvei WEF memperkirakan bahwa 34 persen porsi yang menyangkut kerja bisnis kini sudah dijalankan oleh mesin. Angka itu hanya sedikit di atas tahun 2020. Artinya terdapat perlambatan dibandingkan awal dekade sejak teknologi sejenis dikembangkan, pada tahun 1980-an

Ke depan, ekspektasi laju kegiatan yang mengadopsi teknologi otomatisasi, juga direvisi menurun. Pada 2020, sebanyak 47 persen pekerjaan diprediksi akan melakukan otomatisasi pada 2025. Namun proyeksi teranyar, angkanya baru akan menyentuh 43 persen pada 2027. (indonesia.go.id)