KPU Blitar Larang Media Meliput
KOMUNITAS PERISTIWA

KPU Blitar Larang Media Meliput

Sejumlah wartawan dilarang masuk ruangan saat pengundian nomor urut Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Blitar 2024 di salah satu hotel di Kota Blitar, Senin (23/09).

Proses pengundian berlangsung dengan kondisi pintu ruangan ditutup rapat. Padahal masih ada sejumlah wartawan yang berada di luar gedung.

Ada empat wartawan yang hendak masuk ke dalam ruangan. Mereka diantaranya wartawan dari media Bangsaonline.com, Detikcom, RRI Malang dan ID Pos.

Saat meminta izin untuk masuk ke dalam gedung, seorang petugas keamanan KPU Kabupaten Blitar mengatakan bahwa kondisi di dalam sudah penuh sehingga wartawan yang berada di luar gedung dilarang masuk.

Selain itu, petugas keamanan itu juga beralasan jika id card khusus yang disediakan KPU Kabupaten Blitar sudah habis.

Saat itu, wartawan dari media Bangsaonline.com, menegosiasi agar boleh masuk ke dalam ruangan hingga kemudian diizinkan masuk.

Namun ketiga wartawan lainnya diantaranya dari Detikcom, RRI Malang dan ID Pos tetap ditahan di luar ruangan meski sudah menunjukkan kartu identitas pers dari medianya masing-masing.

“Kami diminta melakukan registrasi secara resmi di meja resepsionis, menuliskan nama, asal media dan tanda tangan. Kemudian saya bertanya apakah boleh masuk, tapi petugas resepsionis bilang tidak tahu karena id card media sudah habis. Kemudian, saya mencoba bertanya kembali ke petugas penjaga pintu venue apakah boleh masuk dengan id card media yang saya punya. Tapi ternyata tidak boleh, karena tidak punya id card media dari KPU dan beliau bilang di dalam sudah penuh,” ujar Fima Purwanti, jurnalis media Detikcom.

Aksi pelarangan ini pun mendapatkan kecaman dari Ketua PWI Blitar Raya Irfan Anshori. Menurutnya, aksi tersebut merupakan tindakan menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik, seperti tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yakni Pasal 18 ayat (1) di mana menghalangi wartawan melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp500 juta.

“Saya sebagai ketua PWI Blitar Raya mengecam hal tersebut. Kalau memang aturannya ada id card khusus kenapa sebelumnya tidak sosialisasi ke kami,” ujar Irfan. (ita)