Musim panen kopi sudah tiba, begitu juga keadaan di pegunungan Muria, Kudus Jawa Tengah. Sejak banyak yang memproduksi sendiri, kopi Muria mulai menarik perhatian para pecinta kopi. Pemasaran kopi Muria juga berkembang pesat, dan bahkan sudah menembus luar Jawa.
Hal tersebut diungkapkan Hikmawati Inaya, salah satu produsen Kopi Muria dengan label Wilhelmina. Ia mengatakan produk yang dia buat sudah menembus Jayapura, Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
“Kalau di Kudus sudah beberapa hotel dan tempat penjualan oleh-oleh ada kopi kami, kalau yang luar jawa kami pasarkan secara online,” terangnya, saat ditemui di rumahnya di Desa Colo, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus beberapa waktu yang lalu.
Hikmawati menceritakan kopi muria awalnya tidak diproduksi dalam bentuk kopi bubuk, tetapi dijual oleh petani sebagai biji basah atau kering.
“Harga biji kopi sangat murah, dan semua itu banyak lari ke luar daerah dan di klaim sebagai kopi dari daerah lain,” jelasnya.
Dari sanalah, Hikmawati bersama kelompok pemuda di Desa Colo mulai sadar untuk mengembangkan kopi Muria dan memproduksi sendiri.
“Awalnya, kopi ini dipasarkan di kios-kios wisata Desa Colo, Kecamatan Dawe yang berada di kompleks wisata religi Sunan Muria,” jelasnya. ”Saat ini kami lihat respon konsumen bagus dan hasilnya kami kewalahan menerima order.”
Menurut Hikmawati, kopi yang dia produksi yang dijual saat ini memiliki kemasan yang bagus. Kemasan ini turut mendongkrak kelas penjualan kopi ini. “Dari 2013 kami terus membuat inovasi, untuk memperbaiki kualitas dan kemasan kopi Wilhelmina,” jelasnya.
Kopi yang diberi merek Wilhelmina menurut Hikmawati menggunakan biji kopi merah tua. “Biji kopi ini sangat nikmat dan tidak merusak cita rasa kopi asli,” kata Hikmawati.
Jenis kopi yang dijual juga tak semua robusta tapi juga arabika dan jenis lainnya. Kopi dijual dengan harga Rp 20.000/100 gram. (ist)