Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya kembali meluluskan doktor baru. Andi Kurniawan Nugroho yang disertasinya menjelaskan mengenai klasifikasi stroke iskemik pada citra Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan metode Support Vector Machine (SVM).
Penemuan tersebut menyebabkan optimalisasi penjelasan klasifikasi stroke iskemik yang secara otomatis terbaca pada MRI.
Telah diketahui, stroke merupakan penyakit mematikan nomor tiga di Indonesia. Berbagai metode penyembuhan atau terapi stroke, khususnya stroke iskemik, telah banyak diteliti demi menekan jumlah tingkat kematian, salah satunya dengan menggunakan MRI.
Alat ini dimanfaatkan untuk memeriksa dan menampilkan jaringan tubuh yang rusak. Namun, penggunaan alat ini masih terbatas karena hasil yang dikeluarkan berupa tafsiran gambar yang memungkinkan setiap pembaca atau operator memiliki perbedaan dalam memaknainya.
Dikatakan Andi, ada empat klasifikasi stroke iskemik yakni fase hiperakut, akut, subakut, dan kronik. Fase-fase tersebut berpengaruh terhadap jenis terapi yang dilakukan.
“Jadi, kalau membaca klasifikasi itu tidak tepat, maka terapi yang dilakukan pun sia-sia,” tutur mahasiswa di bawah bimbingan Dosen Teknik Elektro ITS Prof Dr Ir Mauridhi Hery Purnomo MEng ini, beberapa waktu lalu.
Namun, jawaban tersebut bukan suatu alasan, Andi menunjukkan software yang dimodifikasi ke dalam MRI itu ternyata telah tervalidasi atau sudah terbukti akurasinya sebesar 98-99 persen dalam mendeteksi peredaran darah dalam otak.
Berbicara menyoal prinsip kerja, MRI yang telah dimodifikasi software tersebut akan memeriksa bagian otak pasien dan melakukan segmentasi secara otomatis dalam bentuk gambar yang telah ditingkatkan kualitas citranya hanya dengan peningkatan resolusi.
“Jadi pada saat otak pasien di scan oleh citra MRI, hasilnya langsung berupa klasifikasi dan jenis terapi yang dihimbaukan,” imbuhnya.
Dijelaskan Andi, penggunaan metode SVM berguna untuk menjadikan gambar dalam bentuk klasifikasi bermodel multikelas. “Jadi itu tadi, klasifikasi yang muncul tidak hanya dua kali, tetapi bisa lebih,” jawabnya. Perlu diketahui, SVM merupakan kombinasi simpangan linda dan algoritma Gray-Level Co-occurrence Matrix (GLCM).
Andi kemudian menuturkan bahwa linda itu seperti simpangan geometri untuk mendeteksi penyakit stroke dengan volume kecil, sementara GLCM untuk volume besar.
“Akibat perlakuan dari adanya kombinasi tersebut, akhirnya menghasilkan fase iskemik yang bisa diklasifikasikan untuk hiperakut, akut, subakut, dan kronis tadi,” sambung alumnus Universitas Semarang itu saat diwawancarai.
Tak tanggung-tanggung, inovasinya ini telah mendapatkan apresiasi dari Kepala Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat, Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto Sp Rad(K) RI.
Penemu teknik Digital Subtraction Angiography (DSA) yang membantu penderita stroke ini juga hadir dalam sidang terbuka doktor sebagai co-promotor atau penguji. “Ini merupakan suatu inovasi yang bagus, karena kebutuhan dalam klasifikasi stroke ini sangat penting dalam penerapannya,” jawabnya tegas. (ita)