Keberhasilan Surabaya Kelola Kawasan Mangrove
KOMUNITAS PERISTIWA

Keberhasilan Surabaya Kelola Kawasan Mangrove

Pemkot Surabaya menyambut kedatangan Peserta Kemitraan dalam Pengelolaan Lingkungan untuk Laut Asia Timur atau Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA) di rumah dinas wali kota Jalan Sedap Malam, Rabu (24/07).

Peserta tersebut diantaranya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Executive Director PEMSEA beserta seluruh delegasi dari partisipan PAMSEA.

Selain dari Negara Indonesia, peserta PAMSEA juga berasal dari luar. Seperti Kamboja, Filipina, Thailand, Singapura, Cina, Japan, Vietnam, Korea dan Timor Leste dan beberapa negara non participan juga hadir.

Sekitar pukul 18.30 Wib, kedatangan peserta langsung disambut Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini beserta jajarannya di rumah dinas wali kota Jalan Sedap Malam. Tak lupa, kehadiran mereka juga disambut dengan kemeriahan penampilan kesenian Reog.

Dalam kesempatan itu, Risma menyampaikan paparannya tentang keberhasilan Surabaya dalam upaya pelestarian lingkungan. Ia menjelaskan bahwa Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia.

Dan menjadi ibu kota Provinsi Jawa Timur, dengan penduduk mencapai 3,3 jiwa. Sebelumnya banyak tantangan-tantangan terkait dengan masalah lingkungan yang harus diselesaikan, salah satunya terkait penanggulangan masalah banjir.

“Bapak-ibu, dulu banjir di Surabaya mencapai 50 persen, saat ini hanya tinggal 2 persen. Karena letak kota ini ada 5 meter di atas permukaan laut. Lalu saya mengatur strategi untuk menanggulangi semua itu dengan berbagai cara, salah satunya membuat pintu air, kemudian membangun konservasi hutan mangrove,” kata Wali Kota.

Risma menjelaskan yang pertama dilakukan untuk mengatasi masalah lingkungan tersebut ialah merubah peruntukkan kawasan timur Surabaya menjadi konservasi kota. Wilayahnya yang mencapai sekitar kurang lebih 2300 hektare, kemudian ditanami mangrove. Hasilnya, kini kondisi kawasan timur Surabaya sudah kembali seperti sebelum tahun 1998.

“Dulunya mangrove itu sempat rusak saat 1998, kayu-kayu itu untuk arang, kemudian saya coba untuk menata kembali dengan bekerja sama dengan anak-anak dan semua warga termasuk dari militer,” jelasnya.

Namun, pihaknya mengaku bahwa kawasan itu tidak dialiri dengan listrik. Alasannya, selain dijadikan kawasan wisata, tempat itu juga digunakan sebagai konstruksi alami. Bahkan, kini kawasan mangrove di Surabaya memiliki ekosistem mangrove terbanyak di Indonesia.

Terlebih, kawasan ini relatif aman dari ombak maupun arus balik air laut. “Jadi, sejalan dengan itu bapak ibu sekalian, kami akan menetapkan kawasan itu sebagai kebun raya mangrove pertama di dunia,” kata Risma.

Selain melakukan konservasi kawasan mangrove, Pemkot Surabaya juga membangun lebih dari 450 taman kota. Selain itu, pihaknya juga membuat hutan kota dan waduk-waduk baru. Saat ini, wilayah Surabaya yang terkena banjir relative kecil, kurang lebih 2 persen.

“Dampak dari pada ini adalah menurunnya suhu mencapai 2 derajat celcius. Kalau pagi jalanan Surabaya berkabut, suhu kami kurang lebih 20 derajat,” ungkapnya.

Sementara itu, Executive Director Partnerships in Environmental Management for the Seas of East Asia (PEMSEA), Aime Gonzales mengapresiasi komitmen dan kerja keras Wali Kota Risma bersama jajarannya dalam upaya pelestarian lingkungan.

Pihaknya juga menyampaikan terima kasih kepada Risma yang sudah membagi pengalaman dan pembelajaran kepada para peserta dari PEMSEA.

“Seperti yang kita ketahui mereka (Pemkot Surabaya) mampu menyelesaikan begitu banyak. Kota ini menjadi fantastis ditangan mereka, ini adalah dasar pemimpin yang kita butuhkan,” kata Aime.

Peserta PAMSEA akan berada di Surabaya selama empat hari. Mereka akan melakukan kunjungan di beberapa tempat. Tujuan utamanya yakni mengunjungi konservasi hutan mangrove, dilanjut mendatangi fasilitas publik Command Center 112, dan Jembatan Suramadu serta beberapa agenda workshop dengan materi yang terkait. (ita)