Jejak Singkapan Geologi di Kampus Bayat
KOMUNITAS PERISTIWA

Jejak Singkapan Geologi di Kampus Bayat

Gedung Kampus Bayat yang terletak di Jalan Raya Bayat, Cungkrungan, Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten mungkin tak asing bagi mahasiswa Geologi dan keilmuan sejenis lainnya.

Terkenal sebagai Kampus Lapangan Universitas Gadjah Mada, Kampus Bayat dengan 3 lantainya tampak menjulang di antara bangunan-bangunan di sekitarnya yang rata-rata lantai satu yang sebagian besar adalah bangunan baru, hasil revitalisasi pasca gempa 5,9 Skala Richter yang terjadi Mei 2006 lalu.

Bayat memiliki struktur geologi yang dianggap unik dibandingkan tempat lain di Indonesia, salah satunya situs batuan yang berumur pre-tersier, menjadikan Bayat sebagai lokasi kunci evolusi tektonik Pulau Jawa.

Di sini ditemukan singkapan geologi dengan berbagai variasi batuan yang menyimpan informasi penting mengenai kondisi geologi di Indonesia yang tersebar di sepanjang Perbukitan Jiwo.

Di Indonesia sendiri, hanya ada 3 daerah di Pulau Jawa yang memiliki fenomena geologi tersingkapnya batuan tertua tersebut yaitu yang pertama di daerah Bayat, kedua di Karangsambung, Kebumen Jawa Tengah dan ketiga di Ciletuh Jawa Barat.

“Tempat-tempat semacam ini perlu dilestarikan untuk kepentingan belajar, mengingat ancamannya semakin besar, dari urusan lahan hingga vandalisme. Kalau bisa tak hanya jadi geoheritage tapi juga meningkat menjadi kawasan geopark ke depannya,” ujar Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan, Badan Geologi Kementerian ESDM, Andiani, dalam kunjungan kerja di Kampus Bayat, Sabtu (25/07).

Saleh Abdurrahman, Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Lingkungan Hidup dan Tata Ruang yang sekaligus Plt Kepala Badan Geologi juga mendukung langkah pengusulan kawasan Bayat sebagai wilayah konservasi mengingat tidak semua warga mengerti arti penting dari singkapan geologi tersebut.

“Sosialisasi kepada warga sekitar mengenai arti penting singkapan geologi di area milik mereka juga harus terus dilakukan. Selain untuk pembelajaran geologi, area konservasi nantinya juga akan membawa dampak sosial dan peningkatan ekonomi warga,” ujar Saleh.

Sejak didirikan tahun 1984, Kampus Bayat telah menerima ribuan mahasiswa per tahunnya untuk melakukan kuliah lapangan dengan durasi satu hingga empat minggu.

“Dalam kondisi normal Kampus Bayat mampu menampung hingga 160 mahasiswa dan 20 pamong. Setelah ditutup karena pandemi, kami bersiap akan membukanya lagi tentunya dengan protokol Covid yang ketat, mahasiswanya setengah dari kondisi normal,” ungkap Didit Hadi Barianto, pengajar Teknik Geologi UGM yang menjadi Kepala Pengelola Kampus Bayat tersebut.

Para ahli geologi memperkirakan batuan tertua atau batuan dasar di Pulau Jawa berumur Kapur atau sekitar 100 juta tahun yang lalu. Batuan tertua yang tersingkap di daerah Bayat adalah batuan metamorf yang diperkirakan berumur 98 juta tahun yang lalu dari hasil perhitungan umur batuan menggunakan metode radiometrik Potassium-Argon. Batuan metamorf di Bayat dapat dijumpai di Perbukitan Jiwo Barat maupun Jiwo Timur.

Batuan ini penting bagi ilmu pengetahuan kebumian karena menyimpan informasi proses tektonik dan metamorfisme yang menyebabkan batuan yang seharusnya berada puluhan kilometer di bawah permukaan bumi dengan suhu dan tekanan tinggi mampu tersingkap di permukaan.

Dengan mempelajari batuan ini, para ahli geologi dapat memperkirakan suhu dan tekanan pembentukan batuan yang digunakan untuk mengetahui sejarah dan evolusi geologi Pulau Jawa.

Kelangkaan batuan dan pentingnya informasi geologi yang dikandung oleh batuan tersebut menyebabkan daerah Bayat menjadi daya tarik bagi peneliti kebumian baik dari dalam maupun luar negeri. (ist)