Jangan Panik dan Tetap Siaga
KOMUNITAS PERISTIWA

Jangan Panik dan Tetap Siaga

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru-baru ini mengeluarkan peringatan gempa megathrust pasca gempa dahsyat berkekuatan 7,1 skala richter (SR) menimpa Pulau Kyushu, Jepang, pekan lalu. Gempa tersebut disinyalir akan membuka gempa dahsyat selanjutnya terutama akan berdampak pada wilayah Indonesia.

Hal tersebut menimbulkan rasa was-was pada masyarakat Indonesia. Terutama gempa megathrust dapat memicu gelombang tsunami yang besar. Pakar Manajemen dan Mitigasi Bencana, Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Hijrah Saputra ST MSc turut buka suara terkait isu tersebut.

“Apabila peringatan BMKG terkait megathrust itu dibiarkan serta tidak ada penjelasan lebih lanjut akan berdampak besar bagi masyarakat yang memiliki literasi tidak baik terkait tentang potensi risiko gempa megathrust tersebut,” ujar Hijrah pada (19/08).

Gempa bumi megathrust merupakan gempa bumi yang disebabkan oleh pertemuan antar lempeng tektonik bumi pada zona subduksi. Hal ini menjadi ancaman besar bagi Indonesia pasalnya sebagian besar wilayah Indonesia dikelilingi oleh patahan-patahan besar.

“Ada beberapa wilayah yang memang secara teori perlu diwaspadai, seperti zona megathrust yang ada di Selat Sunda atau di Mentawai Siberut. Zona tersebut memiliki wilayah seismic gap artinya kekosongan aktivitas seismik yang cukup lama,” terang Hijrah.

Hijrah menambahkan, kekosongan tersebut menimbulkan simpanan energi yang besar cukup lama. Apabila energi tersebut lepas akan menyebabkan gempa bumi yang besar bahkan memiliki potensi tsunami yang dahsyat bergantung kepada mekanisme sumber gempanya.

“Kita (Red. Indonesia) memiliki rekam jejak gempa bumi maupun tsunami yang terjadi beberapa tahun silam, seperti tsunami Aceh tahun 2004, gempa Jogja 2006, Gempa Pangandaran 2006, Gempa Lombok dan gempa Palu 2018. Gempa-gempa tersebut mengakibatkan korban jiwa dan kerugian material yang cukup besar. Seharusnya sudah cukup bagi kita untuk belajar dari peristiwa tersebut,” ujar Hijrah.

Pakar UNAIR itu menyebutkan gempa bumi dapat terjadi sewaktu-waktu dan hal ini tidak dapat diprediksi dengan pasti. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah mempersiapkan diri agar siap dan siaga apabila bencana tersebut terjadi.

“Apabila gempa besar terjadi, masyarakat harus tahu untuk lari dan menyelamatkan diri ke tempat yang aman. Terutama, masyarakat yang tinggal di pesisir akan memiliki risiko besar saat gempa bumi berlangsung,” katanya.

Hijrah menghimbau untuk masyarakat dapat mempersiapkan perlengkapan darurat, seperti makanan, air, dan obat-obatan dalam satu kotak. Hal ini akan membantu masyarakat pasca gempa bumi usai. Pada kondisi tersebut, akan sangat sulit untuk mencari perlengkapan untuk bertahan selama berhari-hari.

“Tentu, pada kondisi itu kita tidak dapat berbuat banyak hal, namun kita dapat diantisipasi dengan menyiapkan peralatan darurat. Bala bantuan pun tidak akan datang cepat dan membutuhkan waktu yang panjang untuk menunjang kebutuhan pasca gempa bumi telah usai,” tuturnya.

Dalam hal ini, pemerintah juga memiliki peranan yang penting dalam menanggulangi dan mitigasi bencana. Salah satunya, dengan melakukan simulasi bencana kepada masyarakat. Dengan ini, masyarakat akan tereduksi dan tidak panik saat bencana itu terjadi.

“Para BNPB, BPBD, dan pemerhati bencana dapat membantu simulasi tersebut. Melihat beberapa pekan lalu terdapat aktivitas gempa kecil di Bengkulu, Ambon, dan Bali. Sudah waktunya untuk memperkuat kesiapan kita. Mungkin gempa kecil-kecil ini bisa mengurangi risiko gempa besar, tapi tetap saja kita harus bersiap kalau-kalau yang besar datang,” tegasnya.

Pemerintah juga harus belajar dari negara Jepang yang siap siaga dalam mitigasi bencana. Pemerintah Jepang telah memperhatikan bangunan wilayah rawan gempa telah sesuai dengan standar bangunan tahap gempa. Selain itu, menerapkan early warning berbasis teknologi untuk menyebarluaskan peringatan bencana

“Dengan ini, kita harus serius menghadapi ancaman ini. Aktivitas gempa yang meningkat belakangan ini adalah pengingat bahwa kita hidup di wilayah yang rentan bencana. Jangan menunggu sampai bencana besar terjadi baru kita bertindak. Mulai sekarang, mari kita tingkatkan kesiapsiagaan kita,” ungkapnya. (ita)