Berbagai program dan solusi terus dikembangkan guna mengolah limbah akibat penumpukan sampah yang terus meningkat setiap harinya secara efektif dan berkelanjutan.
Berpikir tentang hal tersebut, tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggagas inovasi kawasan pengelolaan sampah berbasis Internet of Things (IoT) dan berhasil sabet juara I Essay Competition dalam SejutaCita Youth Innovation Challenge 2021.
Dinamakan Jakarta Smart Island (Jaks-Island), inovasi yang tertuang dalam karya tulis ilmiah tersebut dicetuskan oleh Mario Dwi Prasetyo (Departemen Teknik Elektro), Adam Mail (Departemen Teknik Elektro), dan Aldimas Kurniawan Pratama (Departemen Arsitektur).
Tiga serangkai yang tergabung dalam Tim Puyer ini menawarkan sistem pengelolaan sampah dengan menargetkan kawasan Kepulauan Seribu, Jakarta sebagai daerah percontohannya.
Selaku ketua tim, Mario Dwi Prasetyo mengaku ide tersebut muncul atas kegelisahan terkait ancaman peningkatan penumpukan sampah yang luar biasa, khususnya di DKI Jakarta.
Bahkan, diungkapkannya bahwa Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang diprediksi tidak mampu lagi menampung sampah DKI Jakarta untuk tahun 2021 ini. “Tidak dapat dipungkiri, pandemi Covid-19 juga menambah limbah medis dalam jumlah yang besar,” tambahnya.
Oleh karena itu, lanjut Mario, Jaks-Island memberikan solusi berupa rancangan kawasan yang khusus dibangun untuk mengolah sampah dengan serangkaian metode, mulai dari daur ulang, pengomposan, pirolisis, maggot larva, hingga Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
“Kegiatan pengolahan sampah di pulau tersebut akan dipantau, dikendalikan, dan didata menggunakan jaringan perangkat yang terhubung dengan internet,” terangnya.
Disampaikan Mario, metode unggulan dalam Jaks-Island adalah PLTSa. Infrastruktur ini akan melakukan pembakaran sehingga menghasilkan uap panas yang menggerakkan generator turbin hingga menghasilkan energi listrik. “PLTSa di Jaks-Island mampu menghasilkan daya hingga 3,078 Mwh,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Mario mengungkapkan sistem kerja metode lain, yaitu pirolisis yang mampu memecah struktur kimia sampah untuk mendapatkan hasil akhir berupa bahan bakar pengganti solar.
Sedangkan, metode lain seperti pengomposan, maggot larva, serta daur ulang material berbahan dasar kaca, kertas, karet, dan logam akan menghasilkan bahan baku industri untuk didistribusikan ke instansi yang menjadi mitra.
Diakui oleh Mario, pemilihan pulau sebagai tempat rancangan kawasan pengelolaan sampah ini ditujukan untuk meminimalisasi polusi, penyakit, dan masalah-masalah lain yang memungkinkan.
Selain itu, kawasan pulau yang dikembangkan Jaks-Island juga berpotensi meningkatkan pendapatan asli daerah melalui pengolahan sampah yang dilakukan dengan mendistribusikan listrik, menghasilkan minyak, dan juga penjualan produk industri.
Tentunya, kata Mario, dalam rancangan Jaks-Island ini, realisasi kawasan harus disokong oleh berbagai pihak, seperti Pemerintah DKI Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), perusahaan terkait seperti PT Pertamina, PT PLN, dan PT Petrokimia, serta lembaga pendidikan, investor, dan pihak swasta.
Mario dan timnya berharap Jaks-Island dapat menyadarkan masyarakat mengenai kondisi pengelolaan sampah yang harus ditanggapi secara serius dan didukung dari segi teknologi.
“Semoga Jaks-Island mendapat dukungan dari berbagai pihak dan diimplementasikan secara nyata agar pengelolaan sampah dapat terus ditingkatkan,” tuturnya penuh harap. (ita)