Jadi Caleg, Pejabat Harus Mundur
PEMERINTAHAN PERISTIWA

Jadi Caleg, Pejabat Harus Mundur

Dengan pertimbangan untuk menjamin keberlangsungan tugas penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan pada saat pelaksanaan pemilihan umum, pemerintah memandang perlu mengatur tata cara pengunduran diri dalam pencalonan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Atas dasar pertimbangan tersebut pada 18 Juli 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengunduran Diri dalam Pencalonan Anggota DPR, DPRD, DPD, Presiden, dan Wakil Presiden, Permintaan Izin Dalam Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, Serta Cuti Dalam Pelaksanaan Kampanye (tautan: PP Nomor 32 Tahun 2018).

Menurut PP ini, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota, aparatur sipil negara, anggota TentaraNasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara (BUMN) dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD), atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara harus mengundurkan diri apabila mencalonkan diri sebagai anggota DPR atau anggota DPRD.

“Pengunduran diri sebagaimana dimaksud dinyatakan dengan surat pengunduran diri dan tidak dapat ditarik kembali,” bunyi Pasal 2 ayat (2) PP ini.

Aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), direksi, anggota dewan komisaris, anggota dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara (BUMN) dan/atau badan usaha milik daerah (BUMD), atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, tidak dapat mengajukan pengaktifan kembali.

Ketentuan mengenai kewajiban mengundurkan diri itu juga berlaku terhadap para pejabat tersebut di atas apabila mencalonkan diri sebagai anggota DPD, dan tidak dapat ditarik kembali, serta tidak dapat mengajukan pengaktifan kembali.

Tata Cara
Menurut PP ini, gubernur atau wakil gubernur menyampaikan surat pengunduran diri kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemilihan Umum Provinsi, atau Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota pada saat mendaftar sebagai bakal calon anggota DPR, DPD, atau DPRD.

Surat pengunduran sebagaimana dimaksud disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada pimpinan DPRD provinsi. Selanjutnya Presiden memberhentikan gubernur dan/atau wakil gubernur atas usul menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

“Gubernur atau wakil gubernur tidak lagi memiliki status beserta hak dan kewenangannya sejak ditetapkan sebagai calon dalam daftar calon tetap,” bunyi Pasal 4 ayat (5) PP ini.

Ketentuan yang sama berlaku untuk bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota yang mendaftar sebagai bakal calon anggota DPR, DPD, atau DPRD, yaitu harus menyampaikan surat pengunduran diri kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemilihan Umum Provinsi, atau Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota pada saat mendaftar sebagai bakal calon anggota DPR, DPD, atau DPRD.

Selanjutnya menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri memberhentikan bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota atas usul gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

“Bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota tidak lagi memiliki status beserta hak dan kewenangannya sejak ditetapkan sebagai calon dalam daftar calon tetap,” bunyi Pasal 5 ayat (6) PP ini.

Untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mendaftar sebagai bakal calon anggota DPR, DPD, atau DPRD, menurut PP ini, harus menyampaikan surat pengunduran diri kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemilihan Umum Provinsi, atau Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota, disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada pejabat pembina kepegawaian.

Untuk anggota TNI yang mendaftar sebagai bakal calon anggota DPR, DPD, atau DPRD, menurut PP ini, harus menyampaikan surat pengunduran diri kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemilihan Umum Provinsi, atau Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota pada saat mendaftar sebagai bakal calon anggota DPR, DPD, atau DPRD.

Surat pengunduran diri untuk anggota TNI dengan pangkat kolonel dan yang lebih tinggi, menurut PP ini, disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada Presiden. Sementara untuk pangkat letnal kolonel dan yang lebih rendah disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada Panglima TNI.

“Anggota TNI tidak lagi memiliki status beserta hak dan kewenangannya sejak ditetapkan sebagai calon dalam daftar calon tetap,” bunyi Pasal 7 ayat (5) PP ini.

Adapun untuk anggota Polri yang bertugas di Markas Besar Polri yang mendaftar sebagai bakal calon anggota DPR, DPD, atau DPRD, menurut PP ini, disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada kepala satuan induk organisasi sebagai atasan langsung.

Untuk anggota Polri yang bertugas di Kepolisian Daerah (Polda) disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda).

Untuk direksi, anggota dewan komisaris, dan anggota dewan pengawas pada badan usaha milik negara (BUMN), menurut PP ini, menyampaikan surat pengunduran diri kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU), Komisi Pemilihan Umum Provinsi, atau Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota pada saat mendaftar sebagai bakal calon anggota DPR, DPD, atau DPRD.

PP ini menegaskan, surat pengunduran diri sebagaimana dimaksud bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang badan usaha milik negara.

“Direksi, anggota dewan komisaris, dan anggota dewan pengawas pada BUMN, tidak lagi memiliki status beserta hak dan kewenangannya sejak ditetapkan sebagai calon dalam daftar calon tetap,” bunyi Pasal 12 ayat (4) PP ini.

Untuk karyawan BUMN, menurut PP ini, surat pengunduran diri disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada pejabat yang berwenang.

Adapun untuk direksi, anggota komisaris, dan anggota pengawas BUMD disertai bukti penyampaian surat pengunduran diri kepada kepala daerah.

Demikian juga untuk pegawai badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, menurut PP ini, menyampaikan bukti surat pengunduran diri kepada pejabat yang berwenang.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 19 Juli 2018 itu. (sak)