ITS Ciptakan Alat Penunjang Kerja Pembatik
PERISTIWA SENI BUDAYA

ITS Ciptakan Alat Penunjang Kerja Pembatik

Proses membatik, yang sering memakan waktu lama, kerap kali menimbulkan potensi risiko kesehatan bagi para pekerja. Merespons isu ini, tim Pengabdian Masyarakat (Abmas) dari Departemen Teknik Sistem dan Industri (DTSI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berhasil menciptakan alat kerja membatik yang lebih ergonomis.

Ketua Tim Abmas, Ratna Sari Dewi ST MT PhD menyampaikan bahwa proses pembuatan corak batik di unit produksi batik Omah Ecoprint selama ini masih dilaksanakan secara manual. Situasi ini memaksa para pembatik untuk melakukan pekerjaan dengan posisi membungkuk dan berjongkok, tujuannya agar tekanan yang diberikan dapat lebih optimal. Namun, tentunya berdampak pada kondisi yang sering mengalami gangguan kesehatan, salah satunya adalah masalah pada otot rangka.

Berangkat dari hal tersebut, Ratna bersama tim menginisiasi pembuatan meja kerja yang disertai roller dan pegangan tangan sebagai alat bantu. Dalam penjelasannya, meja tersebut berperan sebagai alas untuk membentangkan kain. Roller tambahan memiliki fungsi sebagai penekan motif dedaunan yang dapat digerakkan mengikuti alur rel di sisi meja. “Terdapat juga penyangga meja yang dapat diatur ketinggiannya sesuai dengan ketinggian pembatik,” tambahnya.

Meninjau dari segi hasil, Ratna menyatakan bahwa motif batik yang dihasilkan melalui proses otomatis menunjukkan kualitas yang setara dengan motif yang dibuat secara manual. Keunggulan utama dari pendekatan ini adalah efisiensi waktu dan beban kerja yang lebih ringan. Proses otomatisasi tidak hanya mempersingkat waktu produksi, tetapi juga mengurangi beban fisik yang dikeluarkan oleh para pengrajin.

Seiring dengan itu, dosen asal Trenggalek ini juga menekankan bahwa manfaat positif dari otomatisasi dalam pembuatan batik tidak hanya terbatas pada aspek produksi dan kesehatan fisik.

Dengan menggabungkan keahlian manusia dan teknologi, dapat tercipta sinergi yang mendukung kemajuan industri kreatif, sambil tetap memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan para pelaku usaha.

Dosen DTSI ITS ini membagikan, inovasi yang melibatkan Rahmatul Istighfarin ST MEM, Ega Rizkiyah ST MT, Retno Widyaningrum ST MT MBA PhD, Dr Adithya Sudiarno ST MT, Arief Rahman ST MSc, Dyah Santhi Dewi ST MEngSc PhD, Anny Maryani ST MT serta 16 mahasiswa DTSI ITS ini mendapat respon baik dari para pembatik.

Ia melihat bahwa respon tersebut dapat menjadi pemicu positif bagi peningkatan produktivitas para pembatik ke depannya. “Dengan adanya inovasi ini, diharapkan para pembatik dapat bekerja lebih efektif dan hasil yang dihasilkan pun semakin optimal,” tambahnya.

Perempuan kelahiran 1980 ini mengungkapkan harapannya agar inovasi ini dapat merangsang peningkatan baik dalam kuantitas maupun kualitas batik yang dihasilkan. Tak hanya itu, Ratna juga berharap agar kolaborasi dengan komunitas pengrajin batik lainnya dapat semakin meluas. “Semoga semakin banyak yang tertarik untuk mengembangkan batik ecoprint,” pungkasnya penuh harap. (ita)