Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) selalu memunculkan berbagai inovasi baru dalam menghadapi perkembangan teknologi yang semakin pesat.
Salah satunya diwujudkan oleh tim mahasiswa Departemen Fisika yang telah berhasil membuat inovasi bernama Teslamp dan Maglifts.
Hebatnya, kedua inovasi karya mahasiswa ITS tersebut sukses meraih tiga medali emas sekaligus dalam dua ajang bertafat internasional, yakni India International Innovation Fair 2019 dan Kaohsiung International Invention and Design Expo.
Tim ini terdiri dari Ibrahim Arsy, Adila Zahra Faradisa, Alifah Salsabilla, Rilando Devaldi, Sheila Salsabila Heranda Putri, dan Andi Maligi
Dalam India International Inovation Fair 2019 yang berlangsung pada 1-3 Desember lalu, Arsy menghadirkan Teslamp yang merupakan alat penguji lampu secara wireless (tanpa menggunakan kabel). Sehingga lampu yang berada di dalam kotaknya dapat menyala hanya dengan didekatkan pada alat tersebut.
Menurut Ibrahim Arsy, penggunaan kabel untuk menghubungkan arus listrik telah banyak dinilai ribet (rumit) pada era saat ini. Ke depannya, alat tersebut juga dapat dikembangkan lagi menjadi pengisi daya ponsel pintar tanpa kabel.
“Jadi seseorang dapat memainkan HP sambil mengecas di dekat alat itu, tanpa harus menghubungkan HP-nya dengan kabel,” ungkap mahasiswa yang akrab disapa Arsy ini.
Pada ajang yang sama pula, Arsy dan tim turut menampilkan Maglifts yang merupakan pengganti magnet permanen dengan kumparan. Teori fisika menyebutkan jika magnet permanen hanya bisa kuat di salah satu sisi saja. Sehingga akan lebih baik jika digantikan dengan kumparan.
Aplikasi yang diusulkannya adalah untuk kereta maglev yang menggunakan prinsip magnetik. Dalam skala yang besar, kereta tersebut mampu berjalan hingga ratusan kilometer setiap jamnya.
Selain itu, konsep Maglifts tersebut juga sukses mendapatkan medali emas dalam ajang Kaohsiung International Invention and Design Expo di Taiwan pada 5-9 Desember lalu.
Dengan menggunakan prinsip yang sama, maglifts tersebut diusulkan untuk menjadi lift yang dapat bergerak tanpa menggunakan tali.
Dalam mengembangkannya, Arsy mengakui harus menghadapi tantangan yang besar. Selain dari segi pendanaan, radiasi dari super konduktor yang digunakan juga harus diperhatikan.
Begitu pula dengan panas yang muncul ternyata cukup besar dan cepat. “Oleh karena itu, perlu dipikirkan kembali bagaimana cara mengurangi panas tersebut,” ujar pemuda berkacamata ini.
Mahasiswa angkatan 2017 tersebut juga berharap, penelitian ini tidak boleh berhenti sampai saat ini saja. Memang waktu yang dibutuhkan tidak singkat, namun harus mengacu kepada implementasi ke depannya. “Semoga penelitian ini mendapat banyak dukungan dari berbagai pihak dan juga penerusnya,” pungkasnya. (ita)