Tiga dosen Univesitas Wijaya Putra (UWP) Surabaya, mereka Ully Asfari, Isnaini Muhandhis, dan Imam Kholik berhasil membuat alat penyangraian atau penggorengan biji kopi secara semi modern.
“Kami melakukan pengabdian dengan cara berinovasi alat penyangraian atau penggorengan biji kopi secara semi modern,” kata Ully Asfari, Dosen Teknik UWP Surabaya, Minggu (9/9).
Inovasi ini, ujarnya sebagai bentuk pengabdian nyata yang dilakukan terhadap masyarakat secara langsung. Inovasi ini terinspirasi dari ‘ngopi bareng’ dan ngobrol bersama orang tua di rumah.
Saat itu, papar Ully, orang tuanya berbicara mengenai kelebihan kopi tradisional yang ada di Blitar. Pembicaraan ringan ini menjadi serius, dan akhirnya muncul ide untuk melihat dan me-modern-kan alat-alat untuk penggorengan.
Selama ini, lanjut dosen berjilbab ini, sistem produksi kopi yang dilakukan di Blitar masih sangat manual. Produsen kopi melakukan aktivitas penggorengan diatas tungku tanah seperti wajan, dari hasil penggorengan itu jumlah produksinya sangat minim.
Dalam satu jam, proses penggorengan menghasilkan 1 kilogram. Jumlah tersebut masih sangat kurang, karena permintaan kopi yang sudah digoreng sangat besar.
“Kan membuang banyak permintaan, padahal pasar sangat besar. Kemudian kami berdiskusi untuk meningkatkan jumlah produksi yang dihasilkan,” ujar dia seperti dikutim Jatimnews Room.
Dari diskusi itu, ketiga dosen kampus yang memiliki tiga lokasi ini memutuskan untuk melihat secara langsung produsen kopi tradisional di Blitar, di Jalan Tanjung 191 Blitar.
Produsen tersebut mempraktekan proses penggorengan secara manual, biji kopi dibolak balik sampai berwarna coklat gelap dan mengeluarkan aroma khasnya atau dihitung waktu sekitar 60 menit. Proses penggorengannya dilakukan dengan menggunakan arang, supaya hasilnya bagus.
Dalam satu kali penggorengan, biji kopi yang dapat diolah sekitar 1 kilogam. Satu hari terdapat 5 kilogram biji kopi arabika yang berhasil diolah, sehingga membutuhkan waktu 5 jam untuk proses pengolahan.
“Proses yang selama ini dilakukan kami nilai kurang efektif. Kami berfikir dan membuat mesin penyangraian dengan teknologi hybrid,” terang Isnaini Muhandhis, anggota tim pengabdian masyarakat UWP.
Isnaini menuturkan, mesin penggorengan biji kopi ini dirancang dengan teknologi hybrid yaitu bisa digerakkan secara manual maupun otomatis. Mesin penyangrai terdiri dari tungku tanah liat yang berbentuk tabung yang berfungsi untuk menampung biji kopi yang disangrai. Tungku dibuat dalam ukuran yang cukup besar sehingga dapat memuat 10 kilogram biji kopi dalam satu kali pengolahan.
Tungku dilapisi dengan besi berlubang untuk mempercepat proses pemanasan, dan supaya biji kopi dapat matang secara merata. Kemudian tungku diletakkan di atas rangka besi tebal kemudian kompor gas diletakkan dibawahnya sebagai pemanas.
Penggunaan bahan tungku dari tanah liat tetap dipertahankan agar tidak merubah cita rasa tradisonal kopi arabika yang merupakan konsep produk mitra produsen kopi.
Hasil dari ujicoba mesin penyangrai menunjukkan mesin dapat mengolah lebih banyak biji kopi dalam satu kali pengolahan. Mesin penyangrai dapat menampung 10 kilogram biji kopi sekaligus, yang diolah dalam waktu 1 jam dengan rincian 15 menit untuk pemanasan dan 45 menit untuk penyangraian.
“Mesin ini menggunakan dua kompor gas sekaligus agar biji kopi dapat matang secara cepat dan merata. Pemutaran mesin dapat dilakukan dengan dua cara yaitu menggunakan bor listrik atau dikayuh dengan pedal sepeda,” beber lulusan ITS ini.
Dengan adanya mesin ini proses sangrai menjadi lebih cepat dan mudah. Biji kopi yang disangrai dalam mesin matang secara sempurna dan tidak mengubah aroma biji kopi.
Kualitas bubuk kopi yang dihasilkan tetap terjaga dan proses sangrai menjadi lebih higienis, karena proses penyangrainya dilakukan secara tertutup. “Kami merasa bangga, ide kami bisa membantu masyarakat meningkatkan produksi penggorengan biji kopi,” terang Isnaini. (jnr)