Industri Ikan Kaleng Kerek Devisa
EKONOMI BISNIS PERISTIWA

Industri Ikan Kaleng Kerek Devisa

Industri pengalengan ikan merupakan salah satu sektor industri yang berorientasi ekspor dengan kemampuannya memenuhi kebutuhan pasar luar negeri. Sektor ini berhasil meningkatkan devisa yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada acara pelepasan ekspor ikan sarden dan tuna dalam kaleng yang dilaksanakan CV Pasific Harvest di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 19 Oktober lalu, mengatakan bahwa Indonesia termasuk ke dalam 10 negara terbesar eksportir produk perikanan dalam kaleng.

Menperin menyebutkan, terdapat 70 industri pengalengan ikan skala besar dengan total produksi sebesar 308.000 ton pada 2022. Industri pengalengan ikan itu merupakan sektor padat karya yang telah menyerap tenaga kerja hingga 29.500 orang.

Pengiriman produk pengalengan ikan dari Indonesia menunjukkan bahwa produk industri nasional mampu bersaing dan dapat memenuhi persyaratan mutu yang ketat di Eropa dan negara-negara lain. Untuk mendukung peningkatan ekspor industri pengalengan ikan, lanjut Agus, pemerintah telah menggulirkan berbagai kebijakan strategis baik dari sisi suplai maupun permintaan.

Antara lain, jaminan ketersediaan bahan baku, peningkatan daya saing dan produktivitas industri, perluasan akses pasar, serta pengurangan hambatan perdagangan.

Selama ini, CV Pasific Harvest memproduksi ikan sarden dan tuna dengan kapasitas produksi sebanyak 24.000 ton per tahun, dan persentase ekspornya sebesar 65—80 persen.

Dalam hal mendukung ekonomi nasional, CV Pasific Harvest telah melakukan peningkatan produksi serta perluasan jangkauan ekspor dengan mengoptimalkan SDM lokal. Bahkan, perusahaan tersebut menyerap tenaga kerja dari warga di sekitar pabrik sebanyak 5.000 orang.

Menperin berharap, kegiatan pelepasan ekspor CV Pasific Harvest dapat menginspirasi lebih banyak kepada pelaku industri manufaktur di Indonesia untuk memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam upaya menjalankan usahanya.

Pada periode Januari-September 2023, ekspor industri makanan dan minuman mencapai USD31,07 miliar, mengalami neraca perdagangan yang positif bila dibandingkan dengan impor produk makanan dan minuman pada periode yang sama. “Neraca perdagangan mamin terus positif sebesar USD12 miliar,” ungkap Agus.

Pada triwulan II-2023, industri makanan dan minuman mampu menarik investasi sebesar Rp21,86 triliun dan secara keseluruhan menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 5,7 juta orang. Di triwulan II-2023, kinerja industri pengolahan nonmigas juga terus positif dengan mencatatkan pertumbuhan sebesar 4,56, serta berkontribusi sebesar 16,30% terhadap PDB nasional.

Peningkatan kinerja industri manufaktur juga dapat dilihat dari Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang menunjukkan terjadi ekspansi atau di atas level 50 selama 2023, dengan IKI pada September 2023 mencapai 52,51. (indonesia.go.id)